Erys selalu merasa gugup jika sedang ujian dan berhubungan dengan dosen atau gurunya. Misalnya seperti ujian membaca puisi atau hafalan di hadapan guru, dia lebih suka ujian tertulis atau dengan komputer. Intinya dia gampang gugup dengan orang. Kecuali dia kenal ataupun seumurannya. Tetapi, dia kenal Eros. Eros adalah salah satu sepupunya, mereka sudah bersama sejak kecil tapi kenapa Erys selalu merasa gugup?
Biasanya mereka berhadapan jika Eros meminta hasil Medical Check Up rutinnya atau dia membuat kesalahan. Ini adalah kali pertamanya sejak Erys beranjak dewasa, mereka berhadapan. Oh bukan berhadapan, tapi duduk bersampingan. Menatap televisi yang menyala, menayangkan film horor yang tidak terasa horor sama sekali karena Erys malah sibuk menenangkan jantungnya yang berdetak kencang.
Mirip saat dia maju ke depan kelas!
Keadaan hening antara keduanya terasa mencekam bagi Erys, lagipula kenapa dia bisa setuju begitu saja menginap di sini? Ternyata menghadapi Eros sungguh sulit, mending dia berhadapan dengan Rajendra daripada Eros. Walaupun aura keduanya sama, setidaknya Rajendra lebih tidak pendiam.
"Tidak nyaman?"
Erys berjingkat kaget mendengar suara Eros. Memang pelan dan datar namun membuat jantung Erys berdisko. "E-enggak kok. Kak Eros yang gak nyaman ada aku ya?" Tanyanya.
Eros mengendikkan bahunya, "Biasa saja."
Lalu kembali hening.
"Okay," Erys tiba-tiba berseru membuat Eros menatapnya. "Gimana kalau kita main dare or dare?" Tanya Erys dengan bersemangat. Okay, telah Erys putuskan untuk menjadi dekat dengan Eros maka dia lah yang memulai langkah pertama.
"Permintaan kamu yang lain saja belum, kenapa mau meminta lagi?" Eros menatapnya dengan satu alis yang naik. Pertanyaannya memang benar dan sialannya adalah Erys lupa.
Erys meringis lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Oh iya? Aku lupa." Ujarnya lemah, bahunya tampak terkulai tidak semangat karena rencananya kemungkinan besar akan selalu menemui kegagalan.
Eros kini tampak menghela napasnya namun tidak ada satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Mereka kembali terdiam seperti yang sudah-sudah. Hanya menatap Erys yang tampak tidak bersemangat membuatnya ikut lesu.
Apakah memang Eros semembosankan itu?
Apakah memang Eros semengesalkan itu?
Saat Erys dan Kai bersama, mereks akan tertawa membahas banyak lelucon yang bahkan tidak Eros mengerti. Tidak pernah ada kediaman yang awkward seperti ini diantara mereka. Sedang sekarang bersamanya, Erys bahkan merasa tidak bersemangat. Tiba-tiba perasaan marah mengguncangnya erat.
"Ayo kakak antar pulang," ujarnya datar tanpa intonasi.
Erys kaget mendengar perkataan Eros. Belum genap empat jam dia disini, Eros sudah mengusirnya begitu saja? Hah, tidak pernah Erys duga jika dia mengganggu di kehidupan Eros.
Eros akan mengantarnya pulang? Oh no, Erys tidak mau. Lebih baik meminta Kaivan menjemputnya saja daripada terjebak kebisuan bersama Eros lagi. "Gak perlu. Kalau Kakak terganggu, biar Kai yang jemput Erys," ucap Erys dengan kesal. Matanya memandang Eros tidak habis pikir.
Eros diam saja maka Erys menyimpulkan jika Eros setuju. Dengan cepat dia mengambil handphone yang diletakkan di meja hadapannya. Bersiap menelpon Kai sebelum tiba-tiba tangan Eros mengambil handphonenya dengan cepat.
"Ih kok diambil?" Teriaknya sebal. Eros menatap handphone Erys dan mengangkatnya tinggi membuat Erys berusaha menggapainya dengan susah payah. "Tadi suruh pulang, sekarang diambil handphonenya," rengeknya sambil berusaha mengambil handphone sambil meloncat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
General FictionSequel of Fall in Love Eros Kalnandra Nararya Adam mengenal Erys Serapina Adam bahkan sejak Erys masih dalam kandungan tantenya. Nama Erys pun pilihan Eros, mereka sedekat nadi dan tidak terpisahkan walau bahkan oleh jarak umur yang terpaut jauh. Ba...