"Atau... diam-diam sudah bisa naik mobil dan buat SIM?"
Erys terbelalak lalu menatap Chandra dengan tatapan minta tolongnya, tangannya saling meremas dengan gugup. Sedangkan netranya menghindari tatapan Eros yang menatapnya seolah Erys telah melakukan suatu kejahatan yang tidak termaafkan.
Chandra menghela napasnya, "Dada izinkan kalau memang sudah bisa. Sudah terlanjur mau gimana lagi?" Chandra membela Erys membuat Erys menghela napasnya lega. Setidaknya Chandra ada di pihaknya.
Arena tampak menyahuti juga, "Bunda juga izinkan. Lagipula pasti Erys bakal hati-hati kalau naik mobil. Iya kan sayang?"
"Pasti," Erys menganggukkan kepalanya dengan pasti.
"Erys hati-hati, gimana dengan orang lain?" Eros masih tidak mau memberikan izinnya walaupun sudah jelas Chandra dan Arena mengizinkan.
Erys menghela napasnya, pasti akan sangat sulit mendapatkan izin dari Eros jika sudah begini. "Kak, yang penting kan Erys enggak ugal-ugalan," jelasnya dengan pelan. "Kak Eros tenang aja, aman sentosa karena aku orangnya selalu hati-hati," lanjut Erys masig dengan emosi yang dia jaga. Jangan melawan Eros dengan emosi karena hasilnya akan zonk.
Eros masih diam sehingga Chandra dan Arena memilih untuk menyingkir, membiarkan keduanya berbicara dengan leluasa. "Dada sama bunda ke dalam dulu ya. Jangan bertengkar," peringatnya kemudian tetapi langkah keduanya kompak terhenti mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Eros.
"Buktikan."
Erys membelalakkan matanya, "Really?" Tanyanya tidak percaya sekaligus senang. Ternyata Eros tidak sekaku itu, tau begitu maka Erys akan minta jauh-jauh hari saja!
"Buktikan. Bawa kakak."
Tapi Erys seketika melongo mendengar lanjutan perkataan Eros. Gila saja, bersama supir saja Eros seanti itu sampai selalu duduk di belakang dan memejamkan matanya. Dan sekarang Eros... Eros mau bunuh diri apa?!
"Kamu gila Eros?" Chandra mendelik mendengar perkataan Eros yang menurutnya tidak masuk akal. Semua orang tahu bagiamana trauma Eros menaiki mobil. Supir keluarga mereka pun selalu mendapatkan pelatihan ketat dari Eros yang selalu was-was dan sekarang Eros malah menumbalkan diri hanya untuk menolak keinginan Erys.
"Kamu berani?" Eros menatap Erys dengan tatapan datarnya dibalas Erys dengan tatapan tidak habis pikir.
Seharusnya Erys yang tanya itu kan, Erys berani saja keinginannya juga kuat setidaknya tadi. Saat dia duduk di balik kemudi dan melihat ada Kaivan serta orangtua Eros yang menatap Eros dan Erys dengan tatapan cemas. Bahkan Papa Rajendra menampakkan tatapan cemasnya.
"Ayo!" Eros masih tampak datar saat memerintah.
Erys menghela napasnya, kenapa Eros ini ada saja idenya hanya untuk menolak Erys. Dia yang tadinya sangat optimis menjadi agak takut. Takut dia salah, takut kena marah juga apalagi lihat orang-orang yang ada di luar.
Memejamkan matanya sejenak sambil menghela napasnya, Erys mulai menyalakan mobil milik Nara dengan yakin. Eros yang menantangnya, jangan salahkan Erys jika nanti terjadi sesuatu. Sebelum mulai menjalankan mobilnya, Erys menatap Eros sejenak yang tatapannya masih terpaku lurus ke depan seolah mampu mengendalikan dirinya dengan baik. Seatbealt belum terpakai membuat Erys memakaikannya.
Ditatapnya Eros yang tidak bergeming, Erys tahu Eros hanya berusaha terlihat baik-baik saja walaupun pada kenyataannya mungkin Eros tidak baik-baik saja. Erys tahu trauma Eros sudah pada tahap mengerikan, Eros tidak pernah berusaha sembuh seolah menghukum dirinya. Erys tahu, sangat tahu.
Perlahan, Erys mengendarai mobilnya dengan pelan dan hati-hati. Mengitari perkomplekan dengan sesekali menatap Eros yang duduk tegang seolah menghadapi ujian. Tangannya terkepal erat di atas pangkuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall Apart
General FictionSequel of Fall in Love Eros Kalnandra Nararya Adam mengenal Erys Serapina Adam bahkan sejak Erys masih dalam kandungan tantenya. Nama Erys pun pilihan Eros, mereka sedekat nadi dan tidak terpisahkan walau bahkan oleh jarak umur yang terpaut jauh. Ba...