2. He Is Eros

204 17 0
                                    

"Lo kayak mau ketemu dosen aja, tegang banget."

Erys hanya memutar bola matanya bosan, menatap Kai tanpa minat. Mungkin di hidup Kai tidak akan pernah puas apabila tidak mengganggu Erys satu detik saja. Papa Rajendra saja angkat tangan jika Kai sudah mengganggunya. Jika saat kecil Kai akan berhenti ketika menangis, sekarang Kai tidak akan berhenti pula sebelum dia menangis kesal.

Tapi kan Erys sudah tidak secengeng itu, dia sudah besar dan mampu mengendalikan rasa kesalnya walaupun masih saja sulit jika itu berhubungan dengan Kai.

"Kai berhenti ganggu adiknya,"

Erys tersenyum pada Mama Nara yang sekarang tampak sibuk dengan kue, katanya kue itu akan diberikan pada Erys tetapi karena Eros yang sakit maka pembuatannya pun diundur. "Kai emang nyebelin ma," kata Erys pada Nara membuat Nara tertawa pelan.

"Artinya dia sayang sama kamu, sayang." Balas Nara sembari mengedipkan satu matanya pada sang putra.

Erys mencibir, "Mana ada, dia itu sukanya jahil aja terus. Aku gak yakin dia bahkan ada rasa sayang sama aku," ujar Erys membuat Kai tertawa dan menganggukkan kepalanya seolah setuju dengan pernyataan Erys. "Kan," lanjut Erys.

Nara hanya bisa tertawa dan menggeleng-gelengkan kepalanya gemas. Erys itu sangat mirip dengan Arena sedangkan Kai entah mengapa mirip sekali dengan Chandra hingga jika mereka berkumpul bersama maka suasana menjadi sangat ramai. Yah kecuali putra pertamanya, Eros, yang bahkan kecuekannya lebih parah dari Rajendra.

"Katanya mau jenguk Kak Eros? Gak mau masuk kamarnya aja?" Tanya Nara mengalihkan tatapan sengit Erys pada Kai.

Erys kontan membelalakkan matanya dengan ngeri sambil menggeleng, "Aku masih mau hidup, ma." Ujar Erys dengan ekspresi horor.

Meledaklah tawa Nara menatap ekspresi horor keponakannya. "Padahal dulu kamu gak mau lepas dari Kak Eros, ngintilin mulu kesana kemari. Nangis kalau gak ketemu sehari aja," cerita Nara lalu mengalirlah cerita masa kecil Erys dan Eros yang sungguh tidak Erys ingat. Dia hanya ingat Eros yang selalu menghindarinya saat kecil. Memang ada ya yang seperti itu? Erys bahkan tidak pernah sedekat itu dengan Eros-dalam ingatan dan bayangannya.

Kai mengangguk, menyetujui cerita sang mama. "Mana mau lo main sama gue waktu TK," lanjut Kai. Erys hanya bisa meringis karena lupa dengan semua itu, yah memang apa yang diharapkan dari anak kecil yang masih labil macam dirinya ini?

"Gak papa, wajar kalau sudah lupa ya?" Nara meninggalkan pekerjaannya sejenak untuk memberikan elusan kasih sayang pada Erys. Erys hanya mengangguk saja. "Nih, mama masakin Kak Eros bubur terus kamu yang kasih ya?"

Karena merasa bersalah sudah melupakan cerita-cerita itu makan dengan terpaksa Erys mau mengantarkan makanan untuk Eros. Ke kamar Eros. Untuk pertama kalinya.

"Semangat!" Ejek Kai yang kini sedang beranjak meninggalkan sofa tempatnya duduk tadi.

Erys mencibir pelan namun memilih segera berjalan ke lantai dua dimana kamar Eros berada, kamar yang balkonnya menghadap balkon kamarnya. Kamar yang setahu Erys selalu dalam keadaan gelap dan temaram itu.

Inhale exhale, Erys mengulanginya berkali-kali dan memberanikan diri mengetuk pintu kamar itu dengan tangan berkeringat dingin. "Kak... Kak Eros, makanan dari Mama Nara," ucap Erys.

Pintu dibuka menampakkan Eros yang menatapinya datar. Dengan wajah pucat dan lesu seperti itu saja bahkan Eros tampak mengintimidasi. Erys akan menyerahkan nampan itu saja dan berlari keluar tetapi Eros malah menyingkir dari pintu, tanda jika Erys harus masuk. Maka mau tidak mau, dengan hati-hati Erys memasuki kamar yang tampak suram itu dengan langkah pelan.

Erys meletakkan nampan di meja sofa yang ada di kamar Eros, mendengar pintu tertutup masih dengan jantung bertalu. Shit, dengan Papa Rajendra saja Erys masih sangat pemberani tetapi berhubung ini Eros Kalnandra Nararya Adam, putra mahkota Adam. Erys jadi keder sendiri.

Fall ApartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang