Episode IX : Cerita Yang Nyata

480 82 30
                                    

Setelah Aletheia dan Akiko berbagi momen bersama di bawah malam yang bercahaya, mereka melanjutkan perjalanan dengan langkah ringan menuju penginapan. Suasana malam semakin hening, hanya terdengar suara langkah kaki mereka yang lembut dan sesekali derik serangga malam yang menambah kesyahduan. Cahaya lampu penginapan mulai terlihat di kejauhan, memberikan isyarat bahwa mereka semakin dekat dengan tujuan.

Saat tiba di depan pintu penginapan, mereka langsung menuju kamar mereka yang terletak di lantai atas, melewati tangga kayu yang berderit halus di setiap pijakan. Kamar mereka dihiasi dengan sentuhan sederhana namun elegan. Seprai putih bersih dan bantal-bantal empuk mengundang mereka untuk beristirahat. Akiko melepaskan alas kakinya dengan perlahan, merasakan kehangatan karpet di bawah telapak kakinya. Aletheia mengikuti, meletakkan peralatannya di sudut ruangan.

Aletheia berbicara, menepis kesunyian yang hangat. "Huhh... hari ini capek banget ya."

Akiko menjawab dengan tersenyum. "Iya juga ya... hehe. Tapi, itu gak sebanding sama kebersamaan kita, kan?"

"Kau benar juga."

Mereka berdua terdiam sejenak dalam keheningan, seolah tenggelam dalam magisnya malam yang perlahan merangkul mereka. Di luar jendela, panorama malam terpampang begitu indah, seakan diambil dari potongan mimpi yang tak ingin berakhir. Cahaya lembut bulan perak melukis bayangan halus di atas setiap permukaan, memantulkan kilaunya di daun-daun yang basah oleh embun udara gelita.

Kesunyian malam yang nyaris sempurna hanya diiringi oleh nyanyian samar serangga, seperti simfoni alam yang mengiringi ketenangan. Lampu-lampu perumahan berpendar lembut, menambah keanggunan suasana, menciptakan harmoni cahaya yang seolah mengisi dalam keheningan, membisikkan keindahan yang tak terlukiskan oleh kata.

Sebelum tertidur, mereka berdua duduk bersebelahan di kasur yang mengundang nyaman itu. Lalu, Aletheia mulai menanyakan sesuatu dengan serius ke Akiko, penuh penasaran. "Akiko... kamu bisa jelasin gak, tentang kamu yang masih jadi seorang petualang solo?"

"Oh iyaa... tadi waktu makan keasikan sendiri sampai lupa ya! Hahaha, saking serunya," kata Akiko yang baru mengingat janjinya untuk memberitahu Aletheia tentang kisah dirinya itu. Akiko lalu menjelaskan, dengan senyuman terlukis di wajahnya. "Jadi... aku itu dulu sebenarnya udah jadi seorang petualang. Tapi, aku masih sendirian. Jadinya aku termasuk petualang solo."

"Jadi, kamu yang bilang kalau jadi seorang petualang butuh minimal dua orang itu bohong??"

"Ihh... ya enggak dong. Kan itu yang aku maksud kelompok petualang, tim loh!! Masa yang namanya kelompok cuman satu orang?"

"Hahaha... benar juga kamu," Aletheia sebenarnya sudah tahu perbedaan tentang kelompok petualang dan petualang solo. Tapi, ia masih menginginkan sebuah informasi lebih lanjut. "Terus, kamu waktu itu ngapain aja?"

"Ya karena waktu itu aku masih sendirian, aku jadinya cuman dikasih tugas yang ringan-ringan aja sama keserikatan. Kayak, nganterin barang orang, ngambil beberapa benda di hutan yang masih dibilang mudah, dan lainnya lah. Aku itu baru empat bulan jadi seorang petualang solo kok," jelas Akiko dengan penuh antusias.

"Begitu yah... kira-kira misi kita yang sebagai kelompok petualang gimana ya??" tanya Aletheia, matanya menatap langit-langit, membayangkan sebuah adegan yang penuh aksi dan keseruan yang menegangkan, harapnya. "Masa kita harus jadi ngambilin tumbuhan doang?"

"Mungkin sih... hehe."

"Hah?! Tugas kita nanti itu-itu terus??"

"Ya mau gimana lagi. Kita baru sehari jadi resminya. Ditambah, kita kan baru dua orang. Tugas kita akan menaik tantangannya kalau kita udah ada anggota baru lagi. Nanti, daripada kita dapat tugas yang agak membebankan karena butuh banyak orang gimana??"

Dream WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang