Episode XVIII : Inverse

358 58 1
                                    

Sekililingnya terasa begitu dingin, sebelum akhirnya ia menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Bola matanya kian membesar dengan cepat, diiringi dengan aliran deras keringat basah keluar dari seluruh tubuhnya. Bulu kuduknya berdiri, seakan melihat hal yang tak bisa ia pahami. Sumber terik mulai pergi menuju ujung barat, tapi sekitarnya terasa hampa. Gelisah, mulai menguasai Blake.

"Oi!! Apa ini? Kenapa... kenapa tidak terjadi apa-apa?!" teriak Blake dengan penuh kebingungan dan kepanikkan. Blake, dirinya baru saja mencoba mempelajari sihir tanah dan hendak mempraktekkannya. Tapi, sihir tanah itu tidak kunjung muncul, meski Blake sudah berusaha fokus dan merapalkan mantra.

Melihat ketidakberhasilan Blake, Rey hanya tertawa, mencoba untuk mencairkan ketegangan dalam diri Blake. "Hahaha tenang aja, mungkin kamu belum cocok sama elemen tanah. Sekarang kita coba elemen angin terlebih dahulu. Blake, kali ini coba lebih fokus," jelas Rey untuk menenangkan Blake.

Di sisi lain, Crack merara kebingungan terhadap apa yang terjadi terhadap kakaknya. "Kak... ada apa?" Crack bertanya penuh penasaran karena dirinya berhasil menggunakan sihir tanah, tidak seperti Blake yang gagal. "Coba nanti lebih fokus lagi, kak," saran dari Crack.

Pelajaran berlanjut, kali ini Rey mengarahkan mereka untuk menghadapkan tangan mereka ke arah langit. Seperti sebelumnya, mereka akan ditutup matanya dengan sebuah kain untuk memfokuskan aliran energi elemennya di dalam tubuh mereka. Sementara penglihatan mereka akan membayangkan tentang kekuatan elemennya.

Rey lalu menjelaskan sedikit tentang elemen angin kepada Blake dan Crack, sambil mengelilingi mereka untuk memastikan konsentrasinya. "Angin atau 'Ruach' melambangkan kebebasan. Jadi, kalian harus bisa merasakan setiap aliran energi telapak tangan kalian. Rasakan, bayangkan kalian memegang penuh kekuatan angin," setelah memberi penjelasan singkat, Rey pun kembali mengucapkan mantra yang akan diikuti oleh mereka berdua.

Hasil dari pelajaran kedua sama seperti sebelumnya, Crack bertambah girang karena dia berhasil melakukannya lagi. Muncul dari tangannya sebuah angin berbentuk bilah yang tajam. Angin itu melesat cepat, hingga mampu membuat kain penutup mata Crack terlepas, dan tubuhnya sedikit terdorong ke belakang.

Sementara Blake, dia semakin kesal. Karena, kembali lagi kandas untuk mengeluarkan sihir angin. "Argh!! Apa sih!? Gak jelas banget loh!" Blake berteriak. Kini kegelisahannya berubah menjadi kekesalan, seraya memukul-mukul tanah, melampiaskan amarahnya sambil membuka kembali penutup matanya.

Crack mencoba untuk menenangkan Blake kembali, dengan menepuk-nepuk dan mengelus punggung kakaknya itu. "Sudah... sudah kak... gak papa. Aku yakin sihir berikutnya kakak akan berhasil."

"Kamu enak ya, Crack. Apapun itu sihirnya, pasti berhasil," Blake menatap Crack, lalu merespon dengan perasaan yang penuh akan kecemburuan terhadap adiknya.

Rey memotong pembicaraan mereka berdua dan menyuruh mereka untuk kembali fokus ke pelajaran selanjutnya. "Sekarang adalah bagian elemen yang melambangkan ketenangan, yaitu air atau 'Liqua'. Kuncinya, kalian harus tenang saat melancarkan sihir ini."

Lalu Rey melanjutkan, "Aku pengen menutup mata kalian lagi, lalu arahkan tangan kalian ke dua ember besar yang berisi air itu. buat airnya bereaksi. Kalau embernya bergerak karena air di dalamnya bergerak, itu artinya kalian berhasil," jelas Rey sambil menunjukkan sebuah gentong ember yang berada salah satu sudut di rumah itu.

Pelajaran ketiga dimulai. Tahapannya sama seperti sebelumnya. Di saat Rey selesai membacakan mantra, lalu diikuti oleh mereka berdua. Hal yang sama terulang kembali. Crack, dengan kemampuan alaminya, merasakan getaran halus dari air.

Dia mulai membayangkan air di dalam ember bergerak, dan seolah merespons kehendaknya, air itu mulai berputar perlahan. Ember bergoyang, menunjukkan bahwa air di dalamnya bergerak. Wajah Crack penuh dengan kegembiraan, merasa semakin yakin dengan kemampuannya. Sementara itu, Blake, embernya hanya diam tidak bergerak satu detikpun.

Dream WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang