8. Mistake [struggle]

68 12 0
                                    


"Karena kamu masih sekolah, kalian akan bersekolah di sekolah yang sama."

"Apa? Ibu! Aku cuma pengen kakak aja, bukan teman sekolah. Iyakan Mitsuki?"

"..." Mitsuki hanya tersenyum.

Sarada mendengus. "Pokoknya, pura pura nggak kenal kalau kita keluarga. Oke, kak Taro?"

"Terserah." mengabaikan Sarada dan mengambil tasnya melenggang pergi meninggalkan ruang makan.

Sarada jengkel dia cuma mau punya saudara seperti teman-temannya.

Karin memijat pelipisnya, dia sudah lembur semalam mengurus identitas Daisuke dan tempat sekolahnya. Kini di pagi hari harus mendengar protes dari Sarada. "Ini perintah dari tuan Sasuke, Sarada. Ukh, kepalaku.. kalian akan di antar Jugo hari ini, oke?"

"Hah? Bisa telat kita nanti!"

Jugo?

Shotaro baru saja turun melirik pria bertubuh besar berdiri tak jauh dari ruang makan.


"Lambat.." Shotaro tak mengira akan menaiki mobil dengan kecepatan seperti ini disaat jalanan luas berada di sebelah mereka.

"Ya kan? Ukh," Sarada menarik tubuhnya kearah kemudi. "Paman, ayolah menyalip. Kalau sedang misi saja paman lupa mana rambu-rambu lalulintas."

"Keselamatan adalah hal yang utama."

"Tak apa Sarada. Kita juga takkan dihukum oleh siapapun kan? Apa ada yang berani?" cetus Mitsuki tak lupa senyuman di akhir kalimatnya.

Shotaro melihat pemandangan diluar jendela. Mobil berlalu-lalang dan orang pejalan kaki yang tampak normal seperti biasa.

"Kak Taro, nanti, pokoknya, jangan pernah bilang kalo kita serumah, kenal, atau bahkan kita saudara."

"Kenapa?"

"Pokoknya, jangan ya jangan. Akan menyusahkan kalau sampai kau melakukannya. Paman, berhenti disini."

Jugo menoleh ke arah Sarada yang membuat kenop pintu. "Gerbang nya masih didepan."

Mitsuki pun disebelahnya ikut keluar. Sarada memasukkan kepalanya di jendela. "Paman antar anak baru saja. Aku tidak mau jadi pusat perhatian." ucapnya kemudian menarik Mitsuki berjalan bersama dengan siswa lainnya.

"Pusat perhatian?"

Jugo menoleh dan tertawa kecil. "Tidak begitu ramai, kok?"

Waaaaa

Waa

Kyaaa

Nggak ramai dari mananya. Satu lapangan seperti menunggu seseorang.

Begitu pintu terbuka semuanya semakin tak terkendali.

"Eh? Bukan Mitsuki?"

"Sarada mana?"

"Cuma pengawal nya doang?"

Jugo membelah kerumunan dengan Shotaro dibelakangnya.

"Apa hal seperti ini biasa terjadi?"

Jugo mengangguk. "Anda akan mulai terbiasa."

Setibanya di ruangan direktur, mereka disambut oleh dengan baik pria tua bernama Hashirama.

"Hohoho... senang bisa bertemu dengan mu." Sapaan yang diberikan kepada Jugo.

Jugo mengangguk memberikan surat. "Saya akan titip Tuan Shotaro."

"Oho, percayakan padaku."

"Jadi, kamu anaknya Sasuke?"

"Anak angkat."

"Benar, anaknya."

Shotaro jengkel. "Sudah jam masuk, kapan aku pergi ke kelasku."

Hashirama menatap pintu. "Entahlah, tunggu dia dulu."

Ketukan pintu yang tak lama sosok tinggi bermasker dengan sebelah matanya yang ditutup kain masuk. "Aduh maaf saya terlambat, tadi saya mengantar ibu melahirkan di jal—"

"Sudah sudah, alasannya nanti saja. Antar anak ini ke kelas mu. Oh iya, Shotaro. Selamat datang di sekolah Senju, semoga betah, ya. HAHAHA.."

Pria tadi diluar menutup pintu ruangan kemudian menghela nafas. "Kapan aku bisa resign dari pekerjaan ini.. ah, perkenalkan aku akan menjadi wali kelas mu kedepannya, Kakashi Hatake."

Shotaro mengangguk. "Shotaro."

Kakashi tersenyum dibalik masker nya. "Ya, Shotaro. Selamat datang di kelas baru mu, kelas 10-7." Kakashi menggeser pintu dan memperlihatkan ruangan kelas dengan siswa lain yang tak memperhatikan kedatangannya sebagai wali kelas.

Shotaro masuk dan berdiri didepan kelas menatap wajah satu persatu anak kelasnya. Matanya menyipit mendapati Mitsuki ternyata satu kelas dengan nya. Anak laki-laki itu tersenyum seperti biasa padanya. Shotaro hanya diam tak membalasnya, untuk apa membalas senyum palsu, pikirnya.

"Baiklah anak-anak, kita kedatangan murid baru. Karena dia belum terlalu fasih berbahasa Jepang. Jadi jangan melakukan hal yang membuat nya terkucilkan. Apalagi kau, Boruto."

Boruto merasa dipanggil menoleh dari bangkunya yang ada dibelakang. "Ah, iya iya." jawabnya acuh tak acuh sibuk menata kartu Uno nya.

"Perkenalkan dirimu."

Shotaro melepas tasnya dan menjinjing nya. "Shotaro." Setelah itu berjalan menuju bangku kosong sebelah Mitsuki.

"Aku sengaja mengosongkan nya untukmu."

Kakashi tersenyum kembali dibalik masker nya. "Baiklah, terserah kalian. Tunggu guru pelajaran datang." Aku ingin pergi dari sini secepatnya, batin Kakashi berteriak.

Kejadian di kapal hingga ia menjadi siswa dikelas ini, membuat Shotaro kembali menekankan pada dirinya sendiri tujuan utamanya mengambil langkah ini.

Dimana pun ibu berada. Aku mohon, bertahanlah ibu. Aku tidak akan menyerah. Sampai di saat aku mendapatkan kekuatan yang cukup. Aku akan melakukan apapun, agar kita hidup seperti dulu lagi. Jadi ku mohon, sampai waktu nya tiba. Tetaplah bertahan untukku.

Pantulan siluet tubuh perempuan dengan mata yang tak dapat melihat cahaya lagi, tampak begitu rapuh seperti akan hancur begitu tersentuh.

"Berbaringlah, kau belum pulih sepenuhnya." Pria yang baru saja tiba meletakan nampan dengan makanan yang masih segar.

"... sudah berapa hari?"

Pria itu duduk di atas ranjang tak jauh dari perempuan itu berdiri. "Untuk apa menghitung hari, Sakura."

Jarinya meremas kain gorden disana. "Begitu banyak mainan yang kau miliki. Mengapa kau tak bisa melepaskan orang buta ini?" Suaranya begitu pelan karena tak banyak energi yang tersisa untuk mengutarakan isi hatinya.

"Apapun itu, kau tahukan? Kamu adalah keluarga ku satu-satunya."

Hanya ada perasaan benci yang dapat Sakura rasakan setiap ucapan yang keluar dari mulut pria dibelakangnya. Dan keberadaan seseorang yang entah di mana keberadaan nya, selalu berhasil membuat nya bangkit dari keterpurukan.

"Shotaro... Sarada..."

... ibu merindukan kalian.





..ooek

Oek—

TBC


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang