12. Jika nanti kita berpisah

45 48 0
                                    

-Happy Reading-


Harsa menghentikan nyala mesin motor yang dia tunggangi. "Sial." umpatnya.

Turun dari motor, lalu membuka pintu utama rumahnya. Seketika netranya melihat keributan yang terjadi antara ayah dan ibunya di ruang tamu.

"Kamu tidak becus jadi orang tua!" bentak Mahesa pada Winora.

Winora berkacak pinggang, pikirannya sekarang sangat stres. "Kamu jadi nyalahin saya?!" sergahnya.

"Saya jadi kehilangan anak-anak saya!! Pertama Layla yang pergi sampai sekarang tidak pulang dan sekarang Harsa!!" hardik Mahesa, menunjuk wajah Sang istri dengan penuh emosi.

"Hahhh! Coba saja kamu tidak kasar pada mereka pasti mereka akan akur seperti dulu"

Wanita itu jalan kearah sofa, mendudukinya seraya memijat pelipis karena pusing.

Mahesa mendengus kasar, menatap Winora dengan begitu tajam. "Kamu sebagai ibu harusnya mendidik juga, jangan salah kan sa-"

"Kamu yang salah!! Saya sebagai istri hanya kerja mengurus rumah ini." potong Winora.

"Terus apa gunanya bibi Nani? Bukannya dia yang selama ini bersih-bersih rumah? Kamu hanya foya-foya." bantah Mahesa.

"Setelah saya di pecat dari kantor sekarang kamu hanya bisa memarahi seenaknya?! kamu hanya mengoroti uang!!!"

Plak!

Satu tamparan berhasil mendarat dengan mulus di wajah Mahesa.

Harsa yang tadi termangu di depan pintu sontak terkejut. Menjerit keras lalu lari kearah Winora. "BUNDA AYAH!!" teriaknya.

Napas yang sekarang tak beraturan, telunjuk Harsa mengarah ke depan wajah Mahesa dengan geram. "Ayah gak seharusnya bilang begitu ke bunda." ucapnya.

Mahesa meluruskan pandangannya, kedua tangan telah terkepal di samping celananya. "Berani ikut campur kamu ya?! bunda kamu seakan ingin membuang ayah yang sekarang di pecat dari kantor!!"

"Uang saja yang dia pikirkan!!" gertak Mahesa.

Mengusap pipi nya yang memanas karena tamparan keras dari Sang istri. Dia berdecak kesal kemudian masuk ke dalam kamarnya.

Harsa mengalihkan tatapan kearah ibundanya, mendekati lalu memeluk erat. "bunda gak apa-apa kan?" tanyanya penuh kekhawatiran.

Winora balik memeluknya, tidak lama air matanya berlinang. "Tidak apa-apa, bunda hanya kesal pada ayah." jawabnya.

Ia menghela napas panjang setelah melepas pelukan itu. Mengusap lembut wajah Harsa sembari menatapnya lekat. "Nak, kamu kenapa baru pulang?"

Harsa tak kunjung menjawab hanya diam. Winora berbalik badan, menatap sebuah bingkai foto keluarga semasa kecil kedua putra dan putrinya. Jalan mendekat memandangi betapa harmonis keluarganya dahulu.

"Bun? bunda kenapa sampai ribut sama ayah?" putra sulungnya itu menghampiri, sangat penasaran apa penyebab kericuhan ayah dan bundanya tadi.

"Bunda rindu dengan adik mu, sejak saat itu bunda memarahi dia sampai sekarang dia belum pulang." ujar Winora, menatap sayu foto Layla sewaktu kecil.

Harsa memutar bola matanya, berdecak kasar lalu ikut memandangi foto dirinya dengan Layla. "Dia baik-baik saja bu." ucapnya.

Winora menoleh kearah Harsa, tersenyum tipis padanya. "Benar kah? Akhir-akhir ini entah kenapa ibu sering kali mimpi bertemu nenek dan kakek, mereka menyuruh ibu agar Layla kembali pulang" jelasnya.

Dengan wajah yang murung Harsa meninju pelan foto Layla yang terpampang jelas di dinding tersebut. "Lo gak bakal bisa rebut kasih sayang bunda, gue bakal bikin lo habis kali ini juga" dia membatin.

Dear Layla [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang