15. Hancur & Pedih

46 48 0
                                    

-Happy Reading-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Happy Reading-

Kejadian itu cukup menghantui Layla. Dia sampai tak mau keluar dari kamar. Dia mengurung diri sedari siang sampai sekarang larut malam.

Trauma saat bundaya membekap dengan bantal sofa. Tamparan sekaligus lemparan gelas dari ayahnya membuat goresan luka lagi pada tubuhnya.

Layla sangat terpukul. Rasanya campur aduk antara sedih dan juga kecewa.

Dia termenung di dalam kamar sendirian. Tatapannya sangat sendu, raut wajahnya menyiratkan penuh kehancuran pada dirinya dan juga rasa sesak yang menyeruak pada dadanya. Hanya keheningan dan kesunyian yang menyelimuti raganya.

Saat itu juga dia mengingat ucapan yang cukup menyakitkan bila di dengar.

"Kenapa Winora harus melahirkan anak seperti kamu!!"

"Kamu mau mati kan?! Kamu membuat saya malu!! Anak durhaka!!"

Tubuh Layla perlahan jatuh merosot menyender pada kasur. Rasanya seperti tertusuk pedang, sangat sakit. Sekuat tenaga dia menahan tangisannya lagi, dia tak mau mengeluarkan air matanya yang ratusan kali pernah turun membasahi wajah. Rasanya sia-sia, hidupnya sudah terlanjur menyedihkan bahkan siapapun orang tidak mau hidup seperti dirinya bukan?

"Kenapa Tuhan masih membiarkan aku hidup? Aku udah gak kuat menahan semua rasa sakit ini." lirihnya sangat pelan.

"Bodoh! Kenapa aku bodoh banget, kenapa aku lemah banget, haha." sambungnya tertawa hambar di akhir kalimat.

"Lihat, aku pecundang! Aku membuat ibunda dan ayah masuk penjara, aku penjahat!"

"Kamu lemah banget Layla... lemah."

Cairan bening itu turun dengan mudah, dia gagal menahannya. gadis  itu menghembuskan napas kasar ke udara. Memukul keras dadanya berkali-kali karena merasa bukan anak yang baik telah membuat orang tuanya masuk ke penjara.

Tapi ini bukan salahnya, benarkan?

Lututnya menekuk lalu tangannya melingkar, menompang wajahnya yang sekarang di tenggelamkan. Dia menangis tersedu-sedu. Merasa hidupnya berat seperti hukuman Neraka karena tak pernah merasakan kebahagiaan seperti di Surga.

"Maafin Layla bun... yah.." pekiknya.

"Layla janji nanti bakal bikin bunda  sama ayah bahagia." tangisannya semakin menjadi. Dia meremat bajunya sendiri dengan erat saking kacau dan pedihnya.

Ting!

Juan

Layla?
| 21.30

Kok gak pulang kesini?
|21.30

Ayo lihat bintang lagi sama aku
|21.31

Kamu baik-baik aja kan?
|21.31

Suara bunyi notifikasi whatsapp itu tidak menggugah Layla dari tangisannya. Dia semakin menangis dengan keras, tidak peduli kalau sudah larut malam. Rumah ini juga begitu sepi, bibi Nani sudah tidur di kamarnya dan juga Harsa yang tak kunjung keluar dari kamar seperti dirinya yang mengurung diri.

Dear Layla [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang