05. Dia ingin membunuh

45 47 0
                                    

Layla baru saja keluar dari rumah sakit besar itu dengan raut wajah yang berbeda saat tadi datang kesini. Membawa plastik berisikan obat-obatan, dia bosan setiap hari meminumnya tapi mau bagaimana lagi demi kesehatan dan nyawa-nya.

Pikirannya kosong sekarang, dia jalan menuju halte yang lumayan jauh dari sini. Memandangi toko-toko di seberang kanan jalan, lalu mendongak menatap langit senja. "Sebenarnya dunia tak kejam tapi perilaku manusia saja yang berhati kejam" celetuknya tiba-tiba.

Tint! Tint!

Layla bergegas menepi dari jalan yang tadi hendak ingin menyebrang tapi ada sebuah mobil hitam berlaju cepat, untung saja Tuhan masih sayang padanya masih menyelamatkan nyawa-nya yang hampir terbang.

"Mbak, kalau jalan lihat-lihat!" seru pemilik mobil seraya membuka kaca pintu.

Layla membungkukkan tubuhnya sedikit. "Maaf pak" ucapnya, kemudian mobil itu kembali jalan.

"Huh, untung saja" desisnya.

Puk!

"Eh, iya kenapa." ucap kaget Layla saat mendapati seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

Sial sekali bukan, hampir tertabrak dan seseorang membuat kaget saja secara berturut-turut.

"Haha, Layla" suara tawa itu tak asing.

Gadis itu langsung berbalik badan dan menjumpai laki-laki berseragam sekolah, Juan.

"Layla, kita ketemu lagi ya." ucap Juan tersenyum manis, sedikit melambai kearah gadis didepannya ini.

Layla dengan gugup pun berkata. "Juan?"

Karena situasi seberang jalan sudah mulai ramai dan hari juga hampir malam tapi Juan ingin mengobrol dengan Layla, dia menarik tangan Layla untuk mengajaknya ke sebuah taman dekat sini.

"Taman ini..." lirih Layla, menatap taman bunga dan sungai di sisi kanannya masih sama persis seperti dia sewaktu kecil.

Juan menaikkan satu alisnya keatas. "Kamu pernah kesini?" tanyanya.

"Waktu kecil sering main kesini sama kak Harsa."

"Tapi sekarang satu kali pun gak pernah" sambung Layla.

Layla jalan kearah sungai itu, lalu duduk di kursi kayu panjang tepi sungai. Menghirup lama udara yang segar membuat hawa lesu Layla hilang.

Juan mengikuti Layla, kemudian duduk disebelahnya. "Berarti lebih dulu kamu yang kesini Layla." ucapnya.

Gadis itu mengangguk kukuh, lalu menunjuk kearah layung senja di langit dan Juan pun mengikuti arah tangannya. "Senja mengajarkan kita bahwa sesuatu yang terlihat indah sebagian besar hanya bersifat sementara" ucap Layla.

Juan paham ucapannya. "Tapi kamu tahu kalau kesedihan akan ada kesenangan Layla?"

Layla tersenyum tipis sembari menoleh kearah Juan. "Kesedihan akan ada kesenangan seperti hujan yang mendatangkan pelangi, Juan." balasnya.

Laki-laki itu terkesima dan tersenyum balik pada Layla. "Aku yakin itu" sahutnya, lalu netranya beralih menangkap plastik bersimbol rumah sakit. "Kamu habis periksa?!" serunya yang membuat Layla sedikit kaget.

"Iya"

"Tapi kamu baik-baik saja kan?"

Layla hanya mengangguk sebagai jawaban 'iya' tak mungkin dirinya jujur mengenai penyakit dalamnya ini, bahkan keluarganya pun tak tahu tentang ini, hanya dokter Alana yang tahu.

"Syukur lah"

"Aku baik-baik saja"



-Dear Layla-




Dear Layla [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang