Alexandria .05

1.9K 122 2
                                        

“Astaghfirullah abang, mas, adek !!” 

Rafa dan Zay memijat pangkal hidungnya pusing, Gafier, Jisan, dan Janu menunduk sambil mengintip takut takut.

Teflon gosong, asap mengepul, terigu memenuhi pantry, kopi tumpah mengenai stop kontak, minyak di mana mana, kulit telur berceceran, dan telur gosong tak berbentuk di atas teflon gosong.

Para ahli dapur harus banyak banyak bersabar dan melarang abang, mas dan adek bungsu mereka di dapur.

“Maaf” cicit ketiganya tanpa berani menatap dua remaja yang jika marah pasti menyeramkan apalagi Rafa yang kalo ngomong pasti nyelekit.

“Kalian tuh kalo gak bisa make dapur gak usah ke dapur bisa ??, sekarang apa lagi ??, ngapain kalian di dapur ??” tanya Zay berusaha sabar sambil mengusap bahu kembaran galaknya.

“Abang pengen bikin telur ceplok, Janu bikin kue, dan Jisan bikin latte.” jawab Gafier was was.

Rafa menghela nafas lalu berbalik pergi tapi sebelum itu dia berucap,

“Beresin, jangan sampe gue ke sini ini dapur masih kayak kapal pecah.”

Zay menatapi saudaranya yang masih betah menunduk, dengusan terdengar.

“Lihat orangnya kalo diajak ngomong tuh” ketiganya mengangkat kepala dengan kaku.

“Lain kali kalo mau masak minta ajarin dulu kalo belum bisa, minta gue, Gege, atau Aa aja, jangan diulangi sekarang kalian mending beberes gue mau nyusulin Rafa.” 

Selepas kepergian Zay ketiganya menghela nafas lega lalu mulai bebersih, bukan Alexandria namanya kalo gak ribut contohnya sekarang baru di tinggal 5 menit udah ada aja cekcoknya.

“Jangan di gituin pancinya nanti copot.” Janu yang panik saat gagang panci kesayangan Zay di otak atik oleh Jisan.

“Ini buang aja ya, nanti kita beliin baru aja stop kontaknya sama teflonnya.” Gafier yang kena gosong teflon di pipi kanan nya.

“Abang jangan pegang pegang nanti hitam susah di cuci.” Jisan yang kena jail Gafier.

Ok, tinggalkan para perompak dapur itu mari kita berpindah ke Zay yang membujuk Rafa.

Kamar bernuansa monokrom dengan peralatan melukis di pojok dekat balkon dan lemari kaca berisi penghargaan juga boneka moomin, Rafa tengah duduk di meja belajarnya membaca sebuah buku tebal fisika.

“Ge, marahan nya jangan lama lama ya” Zay menarik kursi balkon ke dekat Rafa.

“Siapa yang marah ??, Gege gak marah cuma ngasih pelajaran aja ke anak bandel.” Rafa tersenyum tampan dan kembali bergelut dengan rumus rumus memuakkan.

Merasa bosan Zay pun mengambil laptop dan proyektor.

“Ayo nonton film Ge.”

Rafa menutup bukunya dan membereskan sedikit yang berserakkan.

“Ayo.”




Raffaelo itu orangnya bukan galak tapi tegas dan pedas, meski begitu Rafa punya kepekaan yang tak tertandingi dia juga jago masak, melukis, dan bernyanyi.

Diangkat menjadi sekretaris Osis karena kepiawaiannya dalam mengerjakan sesuatu dan juga sangat disegani.

Berjiwa ke ibuan, lembut, protectiv, dan pemerhati, seperti mendiang Mommynya, tegas, dan di segani seperti Daddynya.

Sasaran empuk Havian karena itu mereka dijuluki tom and jerry nya Alexandria, kadang juga jadi bahan bully saudara lainnya jika sudah ketemu aibnya dan berujung ngambek lalu ngadu pada Arsya.

Gak bisa yang namanya ngendarain mobil karena pernah menabrak pohon beringin dan digentayangi penghuninya, bahkan mobilnya saja sampe penyok dan satu pintunya copot padahal yang dia pakai adalah mobil lamborghini keluaran baru.

Bukannya maaf malah bilang

“Alah, Daddy kan kaya”

“Gak lagi ngendarain mobil, mobil sialan memang” 

Bugh

Kap mobilnya malah tambah dilempari kapak oleh Rafa, memang agak laen sampe Arsya cengo.

Pernah kena tendang kuda sampe mencak mencak marahin kudanya sedangkan si kuda cuma haha hihi doang.












Saat malam Havian sudah kembali menjadi dirinya sendiri, Havian tidak melupakan apa yang terjadi selama dia mendorong Havie muncul karena ingatan mereka tetap satu.

“Hey boys” sapa Arsya dari ruang tengah lalu menepuk space kosong di sebelahnya menyuruh putra ke empatnya duduk di sana.

Havian hanya menurut dan menyandarkan kepalanya di pundak Arsya, wajah segar sehabis mandi itu tampak memperhatikan apa yang tengah Daddynya kerjakan di ipad.

“Mantau saham ya Dad ??” tanya Havian dengan mata berfokus pada jarum hijau yang semakin melejit ke atas.

“Iya, doain semoga naik terus”

"Oh ya, lusa kita ada kumpul acara ulangtahun Grandma di Alexandria Castil." Havian tampak menghela nafas malas.

Oh ayolah, siapa yang mau memakai pakaian formal pangeran yang merepotkan ??. Kaos over size dan celana selutut adalah pakaian ternyaman.

"Drescode ?"

"Putih untuk kau bear."











Bernar kan ??.

Seluruh anak Alexandria bangun lebih pagi untuk melakukan banyak persiapan mulai dari pakaian, riasan, dan uji tata krama.

Mendekati jam makan siang semua putra Arsya tampak terkulai lemas di ruang tengah gara gara bolak balik melakukan banyak hal merepotkan, mereka harus berlatih tata krama lebih banyak meski akhirnya tak begitu berguna.

"Ayo makan"

Tak ada yang berbicara hanya ada denting sendok beradu piring lantaran semuanya merasa lelah apa lagi nanti sore saat mereka sudah harus OTW.

Selesai dengan makan siang ketujuhnya malah bermain main di dekat kolam berenang.

"Ribet woy lah"

"Baju gue rese anjir"

"Menyebalkan"

Mereka hanya diam di samping kolam tanpa minat menceburkan diri hingga Havian berdiri dan hendak berjalan,

"Gue mesti mandi bentar lagi kang rias dateng." pamit Havian tanpa memperhatikan jalan, dia ini paling lama kalau soal style.

Byurr

"Hahaha, lo kenapa nyet ??"

Havian salah melangkah menyebabkan dirinya jatuh tercebur ke dalam kolam, bukannya panik malah ngakak.

"Sial, bisa bisanya nyebur saat gue mau mandi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Tbc.

Alexandria FamillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang