Alexandria .11.

738 80 7
                                    

Kanada, Mandala apart.

Remaja dengan status sulung Alexandria itu tampak sangat sangat berantakan, wajahnya lesu dengan kantung mata hitam dan piyama berantakannya sibuk menghadap komputer.

Hampir genap satu tahun lamanya mencari Havian yang hilang dan membuat rasa bersalahnya semakin hari semakin besar di tambah ceramahan adik adiknya belum sepupu dan Kakek Neneknya.

“Arghhh, kamu di mana sih dek ?? Abang ngaku abang salah dan egois, maaf maaf ayo pulang.”

Sudah seperti orang gila saja sulung Alexandria ini.

Tak lama ponselnya berdering heboh, dengan malas Gafier mengambil ponselnya dan menggeser tombol hijau karena tau yang menelponnya adalah Om Ten.

“Heh bodoh, Havian hilang di Thailand dua satu minggu yang lalu !!”

“Hah, eh Bagaimana bisa dia di sana dan hilang !!”

“Dia di culik bocah, cepat kesini Om menemukan lokasinya dan Om butuh bantuan kamu.”

“Tug– tck dasar.” Gafier menelpon nomor anak buahnya untuk segera pergi ke Thailand.

Gafier berlari cepat dengan beberapa barang penting yang mungkin akan dia butuhkan termasuk baju yang lebih layak.

Remaja berpakaian casual itu berlari di ikuti beberapa bodyguardnya menuju lokasi secepat yang mereka bisa.

Brakk

“Havian” 

Pintu merah salah satu kamar di rumah kosong itu ditendang dengan keras oleh Gafier, obsidian kelam itu bergetar menatap remaja di atas brankar dengan beberapa alat serta mesin EKG yang berbunyi teratur menandakan adanya kehidupan.

“Oh putra sulung Alexandria ??, Hahaha bagaimana ?? Tubuhnya indah bukan sangat pas dalam kukungan ?.” Gafier menggelap hingga tinjuannya menghantam rahang tegas Elfaska.

Bugh

“Sialan anjing lo banjingan, brengsek lo apain adik gue ?!”

Bugh

Bugh

Bugh

“Urus mereka.” Gafier memerintahkan anak buahnya mengurus Elfaska dkk.

Remaja 17 tahun yang didewasakan posisi dan lingkungan itu kini menahan tangisnya melihat luka memanjang di pingang kanan Havian, tubuh proporsional itu telanjang dada dengan kaki dan tangan di ikat rantai.

Banyak pisau bedah di sisi brankar.

Gafier meneteskan air matanya saat netra coklat milik sang adik terbuka dan menatapnya polos serta penasaran (?).

“Vian, ini abang maafin abang ya.” Gafier memasangkan coat coklatnya pada sang adik.

“Abang Fier ?~”

Gafier mengangguk sambil menggendong Havian ala bridal style keluar menuju mobilnya.

“Ke rumah sakit terbaik sekarang !!” perintahnya yang langsung di turuti.

Havian menatap polos wajah khawatir sang abang dengan posisi kepalanya di dada Gafier, Gafier memangku sambil memeluk tubuh dingin adiknya.

“Vian, maafin abang ya maaf banget abang menyesal hiks maaf hiks~”

Havian menyembunyikan wajahnya di dada Gafier dengan telunjuk yang berputar putar di sana.

“Ummm, soal ituh Havie nanti coba bujuk Havian deh tapi abang jangan nangis bagaimana, ote ??.” Gafier menunduk menatap pas di netra coklat yang menatap penuh binar kepolosan.

Alexandria FamillyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang