~~~ HAPPY READING ~~~
Kyuhyun benar-benar menginap di kediaman keluarga Yoon malam itu. Dan ya, sungguh itu bukan masalah baginya. Pasalnya sejujurnya pula, ia suka Ji Ahn yang seperti malam itu. Ia suka Ji Ahn yang seakan sangat posesif padanya. Meskipun sebenarnya, ia tidak tahu, benar-benar tidak akan menyangka jika... gadis yang telah diclaimnya sebagai calon istri itu hanyalah bersandiwara untuk ambisinya.
"Kau yakin ingin turun di sini?" Kyuhyun menatap ragu halte bus di depannya, yang telah ramai dengan banyaknya orang untuk menunggu bus dan berangkat bekerja. "Kau masih harus berjalan beberapa meter ke rumah keluarga Kim." Ditolehnya gadis di sebelahnya.
"Itu bukan masalah." Sahut Ji Ahn dengan santainya. Ia sudah terbiasa. Dan lagi, jika tidak seperti ini, maka harus bagaimana lagi? Tidak mungkin bukan jika ia datang bersama Kyuhyun dan membuat Nyonya Han seketika terkena serangan jantung karena mengetahui hubungannya dengan pria sialan itu? Iya, kan? Meskipun sebenarnya, jika hal itu terjadi pun akan semakin baik, semakin mempermudah rencananya. Hanya saja, tidak! Ia tidak sebodoh dan segegabah itu.
"Dengar!" Ji Ahn sedikit menggerakkan tubuhnya, menoleh pada Kyuhyun. "Aku melakukan ini karena aku memikirkanmu. Seperti katamu, kau butuh waktu. Jadi mari kita sedikit bersusah payah." Jelasnya.
"Hmm." Gumam Kyuhyun pelan seraya tersenyum lembut. "Aku mengerti." Diacaknya pula puncak kepala Ji Ahn. "Sekarang pergilah! Aku akan mengawasimu dari jauh."
Ji Ahn melepas seatbelt-nya. "Dan, kau pun harus ingat satu hal," sebelum benar-benar keluar, ditatapnya Kyuhyun dalam-dalam. "Aku tidak pernah suka berbagi dengan wanita lain. Meskipun setelah ini kau hanya akan bersandiwara di depan Nyonya Han, tapi bukan berarti kalian bisa seperti kemarin. JANGAN – PERNAH – BERMESRAAN – DENGANNYA! Apalagi di depanku!" Tekannya, dengan tatapannya yang tajam pula.
"Cemburu, hum?"
Tertegun. Sejenak Ji Ahn tertegun dengan kalimat Kyuhyun. Gadis itu pun mendengus kasar. "Kau pikir aku tidak merasa jijik melihat romansa kalian? Bahkan dia lebih cocok menjadi ibumu!"
BLAM!
Setelahnya, Ji Ahn keluar begitu saja, dengan sedikit membanting pintu mobil Kyuhyun, membuat pria itu terkekeh. Ia tahu, perkataan Ji Ahn bukan hanya sekedar peringatan, tapi juga mengandung ancaman. Hanya saja, baiklah, sepertinya dia juga sudah tidak berminat lagi pada Nyonya Han. Benar kata Ji Ahn, ada cara lain.
~~~ *** ~~~
"Ji~ya, menurutmu apa yang harus aku lakukan?"
Mengalihkan pandangan dari berkas di depannya, Ji Ahn menoleh pada wanita paruh baya yang tengah duduk selonjoran di sofa tidak jauh darinya. "Anda sedang memiliki masalah, Nyonya?"
"Tentu saja!" Nyonya Han menegakkan tubuhnya. "Masih ada beberapa asset milik Juyoung dan Nayoung." Ujarnya. "Ah, dimana kira-kira cap stampel anak-anak sialan itu? Tidak bisakah kita memesan ulang dan palsukan saja? Ini semua mulai membuatku muak." Sungutnya, merasa jengkel luar biasa karena ternyata masih ada langkah seperti ini untuk mengclaim seluruh asset Juyoung dan Nayoung, meskipun untuk saham, semuanya telah beralih.
Perempuan tua sialan! Umpat Ji Ahn dalam hati. Muak dia bilang? Apalagi dirinya?! Sungutnya, masih di dalam hati. "Saya kira akan sangat sulit, Nyonya. Terlebih untuk kekuatan hukumnya-"
"Apa yang sulit?" Sela Nyonya Han. "Kurasa Kyuhyun bisa mengatasinya. Maksudku, mengalihkannya dengan saham. Asal ada bukti dengan cap stampel itu, iya 'kan?"
Ji Ahn mendengus pelan mendengarnya. Benar-benar bodoh ternyata perempuan tua ini, makinya dalam hati. "Benar, mungkin Pengacara Cho bisa mengalihkannya dengan mudah. Tapi, bagaimana jika suatu saat nanti Tuan Muda Juyoung menggugat? Karena merasa tidak pernah menyetujui apapun, terlebih jika ternyata cap stampel yang asli ada padanya. Tidakkah itu akan menjadi masalah untuk ada dan... Pengacara Cho juga?" Jelasnya, dengan tersenyum puas dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Ambition
FanfictionAn ambition. Sebuah ambisi. Setiap orang, bahkan semuanya - mereka pasti memilikinya. Entah besar atau kecil. Entah benar atau salah. Itu adalah naluri alami manusia. Gadis itu, dengan ambisinya. Hanya balas dendam, tidak yang lain. Hanya mengubah d...