~~~ *** ~~~
Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Karena ya, hanya bagian itu yang bisa bergerak. Mulutnya yang bisa mengeluarkan suara pun kesulitan untuk ia gerakkan dengan leluasa. Lalu seluruh tubuhnya, jangan ditanya lagi. Tubuhnya bukan hanya tidak bisa bergerak, namun juga rasanya nyeri dan perih dimana-mana, ditambah dengan luka bakar yang nyaris seperti kulit baginya, termasuk wajahnya.
"Kau lihat? Dia tidak mengingat apapun. Dia mengalami amnesia!"
Suara itu terdengar, suara yang berasal dari seorang wanita paruh baya yang biasa dipanggil... Nyonya Yoon. Tepat di depan pintu kamar yang tadi dimasukinya bersama suaminya, wanita itu menatap lekat-lekat sang suami. Sontak hal itu membuat gadis di dalam sana pun berusaha melirik mereka – sepasang suami istri tersebut.
"Lalu kau mau apa?" Tanya Tuan Yoon – suami Nyonya Yoon. "Kita bahkan tidak tahu identitasnya-"
"Karena itu!" Potong Nyonya Yoon dengan cepat. "Karena dia mengalami amnesia dan kita tidak mengetahui identitasnya, bi-bisakah... bisakah dia menjadi putri kita?"
"Apa?"
"A-aku... aku merindukan putri kita. Aku merindukan Ji Ahn kita." Kedua bola mata Nyonya Yoon pun berkaca-kaca. Dari sorot mata itu, nampak jelas seperti yang dikatakannya, wanita itu sangat merindukan putri mereka, putri yang telah meninggalkan mereka sekitar dua bulan yang lalu.
"Lalu apa maksudmu?" Tanya Tuan Yoon kembali, nampak masih tidak mengerti dengan maksud sang istri. Pasalnya jika perkara merindukan putri mereka, tentu ia pun juga. "Kau ingin mengangkatnya sebagai putri kita?"
Kepala Nyonya Yoon menggeleng pelan. Kini tatapannya berangsur berubah, mulai berubah menjadi sebuah... pengharapan. "Bukan hanya sekedar menjadi putri angkat. Aku ingin dia... dia menjadi Ji Ahn. Aku ingin dia menggantikan Ji Ahn."
Mata Tuan Yoon pun melebar seketika. Bukan hanya terkejut, pria itu bahkan menegang. Apa yang diucapkan istrinya itu... permintaannya... "Kau gila? Jangan mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal, Namrim~ah!" Sentaknya kemudian, dengan menatap tajam sang istri. Keberatan, tentu saja. Bagaimana bisa istrinya mengatakan hal tersebut dengan mudah?
"Tidak masuk akal apa?!" Erang Nyonya Yoon. Tanpa disadarinya, cairan bening jatuh dari pelupuk matanya. Mungkin benar, itu memang tidak masuk akal. Hanya saja, bagi seorang ibu yang bahkan sangat kehilangan putrinya, sangat merindukannya juga, hingga nyaris putus asa dan frustasi, apa yang tidak masuk akal? "Kita hanya tinggal memberitahunya jika dia adalah Ji Ahn – putri kita! Dan mengenai wajahnya yang penuh luka bakar itu, kau seorang mantan dokter bedah dan aku juga, apa yang sulit bagi kita untuk sekedar membuat wajahnya menjadi lebih baik? Membuat wajah Ji Ahn ada di sana! Apa masalahnya?"
"Kim Namrim!" Potong Tuan Yoon dengan cepat dengan keras. Pria itu bahkan menggelengkan kepalanya. Mendengar raungan sang istri, setiap kata yang keluar dari mulutnya, rasanya ia sendiri pun tak sanggup. Apakah istrinya ini sudah benar-benar sakit jiwa? Hingga bahkan mengorbankan seorang gadis amnesia untuk menggantikan putri mereka.
"Aku mohon suamiku..." Nyonya Yoon mencengkram erat kain kemeja Tuan Yoon. Air matanya mengalir semakin deras. "Aku mohon..." Tidak hanya itu, perlahan tubuhnya pun merosot, seakan tak kuat menopang tubuhnya lagi. Wanita itu... dia benar-benar di ambang keputusasaan. Meninggalnya sang putri memang telah memberikan pukulan telak baginya.
Tuan Yoon pun menghela nafas panjangnya. Lalu, diraihnya tubuh sang istri, direngkuhnya pula.
Sementara masih di dalam kamar, gadis itu mendengar semuanya. Gadis itu terdiam, namun pikirannya mencerna. Ia paham. Ia mengerti. Ya, bagaimana sedih hingga putus asanya pasangan suami-istri di sini, terlebih sang istri. Seperti halnya dirinya yang ditinggal kedua orang tuanya, pasangan suami-istri itu pun pasti juga sangat terluka karena ditinggal putri mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
An Ambition
FanfictionAn ambition. Sebuah ambisi. Setiap orang, bahkan semuanya - mereka pasti memilikinya. Entah besar atau kecil. Entah benar atau salah. Itu adalah naluri alami manusia. Gadis itu, dengan ambisinya. Hanya balas dendam, tidak yang lain. Hanya mengubah d...