Upaya 3

124 10 0
                                    

Matahari mulai terbenam di langit istana ketika Meylin kembali ke kamarnya. Bayangan pertemuan di pasar masih terbayang di pikirannya. 

Dia telah melakukan langkah kecil, namun dia tahu perubahan nyata akan membutuhkan usaha yang jauh lebih besar—baik di dalam istana maupun di luar temboknya.

Namun, ada satu hal yang terus mengganggu pikirannya—Raja Damian. Suaminya. Meskipun dia sudah mulai perlahan mempengaruhi orang-orang di sekitar istana dan rakyat kecil, hubungan dengan Damian masih tegang dan dingin. 

Dia tahu betul bahwa jika ingin benar-benar berhasil dalam rencananya, dia tidak bisa terus mengabaikan Raja Damian.

Damian—nama yang selalu dikaitkan dengan kekuatan, ketegasan, dan jarak. Raja yang dihormati dan ditakuti, tetapi juga sangat dingin. 

Dalam novel, Meylin dan Damian selalu terjebak dalam pernikahan tanpa cinta, dengan jarak yang kian melebar di antara mereka. Tapi ini bukan novel lagi. Ini hidupku sekarang.

Meylin menarik napas panjang sebelum memutuskan untuk mengambil langkah berikutnya. Dia tak bisa terus menghindari Damian. Ada cara lain untuk mendapatkan hati suaminya—dan itu akan dimulai dari malam ini.


Saat malam tiba, Meylin bersiap-siap menghadiri makan malam bersama Damian. Itu adalah makan malam rutin di istana, tetapi selama ini mereka hampir tidak pernah berbicara satu sama lain. Namun, malam ini dia ingin mencoba pendekatan yang berbeda.

Saat memasuki ruang makan, Meylin melihat Damian sudah duduk di ujung meja besar, sibuk dengan dokumen-dokumen di tangannya. Dia tidak mengangkat wajahnya ketika Meylin masuk, seolah kehadirannya hanyalah angin yang berlalu.

Meylin berdeham pelan. 

"Selamat malam, Yang Mulia."

Damian akhirnya mendongak, hanya untuk menatapnya dengan mata dingin sebelum mengangguk singkat. 

"Selamat malam," jawabnya dengan nada datar. Lalu, tanpa berkata apa-apa lagi, dia kembali fokus pada dokumen-dokumennya.

Dingin, seperti biasa. Meylin menahan rasa frustrasi dalam dirinya. Tapi dia tidak bisa mundur sekarang.

"Bagaimana harimu, Yang Mulia?" tanyanya sambil mulai menyendok makanan di piringnya. Nada suaranya sengaja dibuat ringan, mencoba membuka percakapan.

Damian meliriknya sekilas. 

"Sibuk, seperti biasa." Dia menutup dokumen di depannya dengan gerakan pelan. 

"Kau sendiri? Apa yang membuatmu begitu tertarik untuk keluar hari ini?"

Meylin terkejut Damian memperhatikan keberadaannya di luar istana. Itu lebih dari yang dia harapkan.

"Aku mengunjungi pasar," jawab Meylin, menyadari bahwa inilah kesempatan untuk membuka pembicaraan lebih dalam. "Aku ingin melihat langsung bagaimana keadaan rakyat. Banyak dari mereka yang kesulitan—kekeringan, harga makanan yang naik, dan berbagai masalah lainnya."

Damian mengerutkan alisnya, tampak sedikit lebih tertarik dari sebelumnya.

 "Dan kau berpikir bahwa dengan mengunjungi pasar, kau bisa memperbaiki semua itu?"

Meylin tidak terkejut dengan skeptisismenya. 

"Tentu tidak. Tapi itu langkah awal. Aku ingin lebih memahami keadaan mereka. Bagaimana kita bisa memerintah dengan baik jika kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi di luar tembok istana ini?"

Damian terdiam sejenak, mempelajari wajah istrinya. Biasanya, percakapan mereka tak pernah lebih dari beberapa kalimat formal, tapi sekarang dia merasa ada sesuatu yang berbeda dari Meylin.

Fate of the QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang