Upaya 10

79 5 0
                                    

Perubahan yang Meylin buat di dalam istana dan masyarakat mulai terlihat nyata. Rakyat mulai menghormati dan memuji upayanya, sementara bangsawan wanita kini memiliki peran lebih besar dalam urusan pendidikan dan kesejahteraan kerajaan. 

Bahkan, Raja Damian mulai menunjukkan sedikit kehangatan, meskipun jarak di antara mereka masih terasa.

Suatu hari, saat sedang menikmati teh sore di balkon istana yang menghadap taman, Meylin merenung tentang langkah selanjutnya. Meskipun ia telah berhasil mengubah banyak hal di dalam istana, masih ada satu tantangan terbesar yang belum ia taklukkan—hatinya Raja Damian. 

Hubungan mereka, meski tidak lagi sedingin es, masih penuh dengan formalitas dan jarang ada momen kebersamaan yang benar-benar hangat.

Meylin menyadari, untuk benar-benar mendekatkan diri pada Damian, ia perlu mengajak suaminya keluar dari rutinitas sehari-hari yang penuh dengan urusan politik dan kenegaraan. Dia butuh waktu bersama Damian tanpa distraksi—hanya mereka berdua, di tempat yang lebih santai.

Sore itu, dengan penuh tekad, Meylin memutuskan untuk mengajukan ide yang sudah lama terlintas di benaknya: liburan bersama Damian.


Malam harinya, Meylin berdiri di depan pintu kamar kerja Damian. Tangannya ragu sejenak, tetapi dia menarik napas dalam-dalam dan mengetuk pintu dengan lembut.

"Masuk," suara berat Damian terdengar dari dalam.

Meylin membuka pintu dan melangkah masuk. Damian tengah duduk di meja kerjanya, menandatangani beberapa dokumen penting. Pandangannya yang fokus sejenak beralih ke arah Meylin saat ia masuk.

"Yang Mulia," sapanya, meski suaranya tetap netral.

Meylin tersenyum kecil, berjalan mendekat ke meja. "Damian, aku ingin membicarakan sesuatu."

Damian mengangkat alisnya sedikit, meletakkan pena di atas meja.

"Apa itu?"

Meylin duduk di kursi di hadapan Damian, dengan tatapan penuh harap. 

"Sudah lama sejak kita berdua memiliki waktu untuk diri kita sendiri. Aku tahu, banyak urusan kerajaan yang harus kau urus, tetapi aku berpikir... bagaimana jika kita pergi berlibur sebentar?"

Damian tampak terkejut. 

"Berlibur?"

"Ya," jawab Meylin, menjaga suaranya tetap lembut. "Aku berpikir mungkin kita bisa meluangkan beberapa hari jauh dari istana, mengunjungi tempat yang lebih tenang. Hanya kau dan aku. Tidak ada politik, tidak ada urusan kerajaan. Aku rasa itu akan baik untuk kita berdua."

Damian terdiam sejenak, tatapannya menyipit seolah mempertimbangkan usulan Meylin. 

"Kau ingin aku meninggalkan urusan kerajaan hanya untuk... liburan?"

Meylin mengangguk. "Aku tahu ini terdengar tidak biasa, tetapi aku percaya bahwa kau juga butuh istirahat. Selama ini, kau selalu bekerja keras untuk kerajaan, tapi kadang-kadang kita juga perlu waktu untuk diri sendiri. Aku yakin istirahat sejenak akan membuatmu kembali lebih kuat dan fokus."

Damian masih tampak ragu. 

"Dan ke mana kau ingin kita pergi?"

"Bagaimana jika ke vila kerajaan di tepi danau? Tempat itu indah dan jauh dari keramaian. Kita bisa menghabiskan waktu di alam, menikmati pemandangan, dan mungkin... lebih mengenal satu sama lain."

Damian terdiam, menatap lurus ke arah Meylin. Ada sesuatu dalam tatapannya, campuran antara kebingungan dan mungkin sedikit ketertarikan. Meski ia dikenal sebagai raja yang tegas dan dingin, Damian bukan tanpa perasaan. 

Selama ini, Meylin terus menunjukkan dedikasinya pada kerajaan, rakyat, dan bahkan pada dirinya. Tawaran ini mungkin adalah sesuatu yang benar-benar baru baginya—kesempatan untuk melihat sang ratu dalam cahaya yang berbeda.

Setelah beberapa saat, Damian menghela napas pelan. "Baiklah. Kita bisa mencobanya."

Meylin tersenyum lega. "Terima kasih, Damian. Aku yakin kau tidak akan menyesalinya."


Beberapa hari kemudian, persiapan untuk perjalanan mereka ke vila kerajaan selesai. Vila ini terletak di tepi sebuah danau yang indah, dikelilingi oleh hutan pinus yang rimbun. Tempat ini sering digunakan oleh keluarga kerajaan untuk beristirahat, tetapi sudah lama tidak dikunjungi karena kesibukan istana yang terus-menerus.

Saat kereta kerajaan melintasi jalan setapak menuju vila, Meylin duduk di samping Damian, merasa sedikit gugup. Ini adalah pertama kalinya mereka berdua akan menghabiskan waktu bersama di luar istana, jauh dari formalitas dan rutinitas kerajaan. Meski Damian tidak banyak bicara selama perjalanan, Meylin tetap berharap bahwa ini bisa menjadi awal yang baru bagi hubungan mereka.

Ketika mereka tiba di vila, Meylin terpesona oleh keindahan tempat itu. Danau biru yang tenang memantulkan sinar matahari sore, dan angin sepoi-sepoi membawa aroma segar dari pepohonan pinus di sekitar. Vila itu sendiri sederhana namun elegan, dengan arsitektur klasik yang memancarkan kehangatan dan kenyamanan.

"Ini lebih indah dari yang kuingat," kata Meylin, menatap pemandangan di depannya.

Damian, yang berdiri di sampingnya, hanya mengangguk kecil. "Ya, tempat ini memang menenangkan."

Setelah mereka masuk ke dalam vila, Meylin memutuskan untuk memulai dengan sesuatu yang sederhana. 

"Bagaimana jika kita berjalan-jalan di sekitar danau? Udara segar pasti menyegarkan pikiran."

Damian mengangguk tanpa banyak bicara, dan mereka berdua mulai berjalan menyusuri tepian danau. Selama beberapa saat, hanya ada keheningan di antara mereka, tetapi itu bukanlah keheningan yang canggung. 

Meylin merasa bahwa suasana damai di tempat ini membantu menghilangkan sedikit jarak di antara mereka.

Setelah beberapa menit, Meylin akhirnya memutuskan untuk membuka percakapan. 

"Damian, ada satu hal yang ingin aku tanyakan."

"Apa itu?" Damian bertanya, suaranya tenang namun tetap serius.

"Selama ini, aku tahu kau sibuk dengan urusan kerajaan dan politik. Tapi... apakah kau pernah merasa ingin melakukan sesuatu yang berbeda? Sesuatu di luar tanggung jawabmu sebagai raja?"

Damian tampak merenung sejenak sebelum menjawab. 

"Sebagai raja, tugasku adalah melindungi dan memimpin rakyatku. Itu adalah tanggung jawab yang sudah aku emban sejak lama. Tapi... kadang-kadang, ya, aku merasa ingin melakukan sesuatu yang lebih sederhana. Sesuatu yang tidak melibatkan politik atau perang."

Meylin tersenyum lembut. 

"Seperti apa? Apa yang ingin kau lakukan?"

Damian menatap ke arah danau, pandangannya jauh seolah membayangkan sesuatu. "Mungkin... berburu. Bukan untuk memburu hewan liar, tetapi untuk merasakan kebebasan. Dulu, sebelum menjadi raja, aku sering berburu di hutan bersama ayahku. Itu adalah saat-saat di mana aku merasa benar-benar bebas."

Mendengar itu, Meylin merasa hatinya tersentuh. Di balik sikap dingin dan tegas Damian, ada sisi lain yang lebih lembut, sisi yang jarang ia perlihatkan kepada siapa pun. Meylin menyadari bahwa inilah kesempatan baginya untuk lebih dekat dengan suaminya.

"Kalau begitu," Meylin berkata pelan, "mungkin kita bisa menghabiskan waktu berburu bersama di sini. Tidak harus berburu hewan, tapi mungkin berjalan lebih jauh ke dalam hutan, menikmati alam. Bagaimana menurutmu?"

Damian menoleh ke arah Meylin, kali ini dengan tatapan yang sedikit lebih hangat. "Mungkin itu ide yang bagus."

Meylin tersenyum penuh harapan. Ini adalah langkah kecil, tetapi ia merasa bahwa akhirnya, perlahan-lahan, hatinya mulai terbuka. 

Di tempat yang jauh dari istana, jauh dari tekanan dan tuntutan politik, ada harapan bahwa hubungan mereka bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar formalitas.

Fate of the QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang