Biasanya, sebuah pernikahan adalah hal yang paling diinginkan oleh setiap orang bagi mereka yang sudah menjalin hubungan dan memutuskan untuk serius kedepannya.
Memang siapa, sih, yang tidak mau serius dalam suatu hubungan? Apa lagi kalau bisa menikah, menjalin kasih sayang setiap harinya di sebuah rumah yang sudah dipersiapkan, lalu memiliki buah hati yang akan menemani sebagai penyemangat segala lelah dalam kehidupan, rasanya begitu indah jika dimiliki.
Sama halnya seperti Clara, dia juga menginginkan sebuah hubungan pernikahan yang menjanjikan. Apalagi memiliki seorang suami yang siap menemani kapanpun dan di mana pun.
Tapi, ini Alvian. Seorang laki-laki gila pekerjaan yang selalu membuat amarah datang pada setiap apa yang dia lakukan, terutama pada Clara. Ada saja gebrakan yang setiap harinya dilakukan.
Seperti pagi ini, Clara dengan susah payah membuat makanan yang terlihat lumayan lezat dari sisi penampilan tapi tidak tau bagaimana dengan rasanya karena takutnya dia malah keracunan makanan buatan sendiri jika mencicipinya. Lebih baik Alvian yang keracunan dari pada bunuh diri dan mati konyol.
Meja juga sudah dirapikan, lebih bersih dari yang tadi. Maklum, rumah hanya dihuni oleh dua orang, Clara dan Alvian. Tanpa adanya penghuni lainnya. Clara selalu merasa kesal sendiri jika disuruh membersihkan rumah, jadi kalau membersihkan rumah agak susah dan berakhir kesal sendiri.
Dan, setelah meja sudah tertata dengan rapi, piring-piring serta garpu-sendok sudah disiapkan, makanan dihidangkan. Barulah Alvian keluar dari kamarnya—letaknya berbeda dengan Clara meski sudah menikah. Clara tidak mau berbagi kamar dengannya. Dari langkahnya, meja besar yang rapi itu seakan seperti benda transparan dari penglihatan Alvian sebab hanya dilewati begitu saja, tanpa tau ada Clara dan makanan yang sudah dihidangkan.
Hanya dibiarkan oleh langkah.
Clara yang terus menatap Alvian yang berjalan ke arah pintu menuju luar—sepertinya laki-laki itu hendak pergi bekerja—melempar sendok dan garpu ke udara dan terpental entah ke mana saat keduanya menghantam lantai keramik.
Clara kesal dibuatnya.
Rasanya menyesal menuruti kemauan ibunya ketika berkata, jika Clara menikah akan diberikan semua yang Clara inginkan asal menikah dan bisa meneruskan perusahaan milik keluarganya.
Pernikahan yang katanya akan berakhir indah itu.
Bohong.
Semuanya bohong.
***
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvian, Cinta, dan Clara
Teen FictionSebuah pernikahan bodoh penuh formalitas, tanpa cinta, kasih sayang, atau apalah itu yang berhubungan dengan sesuatu yang manis-masis. Pasalnya, rasa pahit selalu menjadi topik utama pertemuan serumah mereka, hidup mereka hanya dipenuhi: masalah-per...