Bab Empat

38 3 0
                                    

Acara sudah benar-benar selesai. Kini hanya tinggal meninggalkan tempat. Sumpah, Clara seperti merasa kembali ke masa-masa menyenangkan seperti dulu setelah menghadiri acara ini. Tawa dan senyuman terus terukir di bibir indah miliknya. Hingga menyisakan lelah yang berkepanjangan, rasanya ingin sekali langsung merebah diri pada kasur empuk di kamarnya. 

Di dalam mobil Alvian sudah masuk terlebih dahulu ketika Clara mengobrol sebentar dengan Chira, hanya sekedar obrolan perpisahan. Yang semoga bisa bertemu lagi karena Clara tau Chira pasti akan sangat sibuk menjalankan sebuah rumah tangga. Seperti dirinya. Bedanya Chira sibuk mengurus semua pekerjaan rumah, kalau Clara sibuk memarahi semua yang Alvian lakukan. 

Clara memilih untuk duduk di bagian belakang dalam mobil, berniat langsung tidur di sana, agar lebih leluasa. Clara menutup tubuhnya dengan selimut yang selalu dia bawa-bawa, ukurannya memang agak kecil tapi cukup untuk menutupi bagian pinggang hingga ke paha, jaga-jaga juga jika Alvian tiba-tiba melakukan hal-hal di luar nalar, itu sih cumah buah pikirin dari kepala Clara. Yang padahal Alvian sama sekali tidak pernah ada niatan melakukan sesuatu pada Clara.

Di tengah perjalan Alvian selalu menyempatkan diri untuk membenarkan posisi selimut kecil kepunyaan istrinya. Nah, kan, Alvian tidak pernah ada niatan buruk, malah dia berusaha menutupnya. Sesekali juga dia terkekeh kala mendengar dengkuran yang keluar dari mulut Clara saat tidur, terdengar lucu tapi menyeramkan.

"Lo cantik, La." Beda dengan yang lain, yang biasanya memanggil Clara dengan panggilan Rara, Alvian membuat panggilan yang berbeda dan mungkin tak pernah ada orang yang memanggil Clara dengan panggilan Lala. 

Sampai ditempat tujuan, Alvian sibuk mencari cara agar dia bisa menggotong Clara enaknya bagaimana, karena kalau dibangunkan bisa jadi mukanya penuh dengan bekas cakaran, apalagi kuku tangan Clara setajam cakar kucing sekarang, warnanya merah pula. Dengan hati-hati, Alvian berhasil membawa Clara dalam gendongannya. 

Saat sudah di tengah rumah, Alvian bingung harus membawa tubuh Clara yang terlelap ke mana. Bisa saja dia membawanya langsung ke kamar Clara—posisinya, kamar Clara dan Alvian tidak bersama alias pisah ranjang satu rumah. Tapi lagi-lagi dia pasti akan di cakar jika nekat memasuki kamar Clara yang memiliki aturan "tidak boleh dimasuki oleh siapa pun kecuali gue" katanya tertulis pada papan yang menggantung di pintu, seperti anak kecil. 

Di bawalah Clara pada akhirnya menuju kamar Alvian. Clara masih terlelap meski tadi agak di lempar pelan karena Alvian sudah tidak tau lagi harus menyimpan tubuh Clara bagaimana. Selimut yang lebih besar sudah menutupi seluruh tubuhnya. 

"Mimpi indah, Cantik." Dikecupnya dahi Clara oleh Alvian. Dengan terpaksa kini Alvian tidur di sofa ruang tamu semalaman yang hanya ditemani oleh satu bantal saja.

***

Bersambung

Alvian, Cinta, dan ClaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang