Bab Dua Puluh Satu

14 1 0
                                    

Pagi-pagi sekali, setelah beberapa suapan, Alvian langsung merapikan diri dan pergi ke kantor. Karena baginya tempat paling tepat untuk menjernihkan pikiran yang disini, tempat biasa dia bekerja sebagai bos dari salah satu perusahan gabungan keluarga Alvian dan Clara. 

Terlebih, Sadipta yang bahkan bukan siapa-siapa diperusahaan itu, bahkan orangnya saja masih dalam kategori orang-orang yang sulit mencari pekerjaan, sudah ada di kantor Alvian bekerja. Jadi, yang dia lakukan hanya berdiam, menginap di ruangan Alvian karena tak mampu membayar sewa rumah yang sudah memasuki masa tenggatnya, kalau sudah terbayar dia akan kembali tidur dengan nyenyak di rumah sewaannya. Sosok Sadipta yang dibebas berkeliaran di sekitar kantor oleh Alvian sudah tidak menjadi pemandangan asing bagi mereka yang sudah bekerja disana. Bahkan, Sadipta sendiri sudah kenal dengan beberapa pekerja yang ada di sana.

"Ada apa? Ngapain lo natap tue kayak gitu?" ucap Alvian yang tertuju pada Sadipta karena terus memperhatikannya yang sedang bekerja. 

"Lo ada sesuatu ya? Gue rasa lo ada sesuatu deh," kata Sadipta sambil melahap kue kering bawaan sekretaris kantor Alvian. Memang dasar Sadipta ini, padahal itu untuk Alvian tapi dengan tidak sopannya menyomot banyak sekali, Alviannya sih tidak apa-apa pun juga tak masalah. "Ngomong aja, biasanya juga lo suka cerita-cerita kalau lagi ada apa-apa." Mulutnya penuh hingga hampir tak jelas berbicara apa. 

"Clara ngajak cerai." Ucapan Alvian berhasil membuat Sadipta tersedak hingga beberapa kue di mulutnya keluar beberapa dan itu sangat jorok karena ada beberapa semburan air dari mulut yang ikut keluar. "Yaelah, pagi-pagi gini ruangan gue udah lo sembur aja, jigong lo tuh bau, mana belum di gosok tuh mulut seminggu ini." Alvian geleng-geleng kepala melihat teman yang kadang pikirannya bijak itu sangat kelewat tolol hari ini. Tidak ada tuh image-nya Sadipta yang baik dan dewasa itu, lenyap kalau sudah begini.

"Gini doang mah, bisa kali dibersihkan. Mulut gue gak se-bau tumpukan sampah juga kali, kan gue suka sikat gigi di kamar mandi sana." Sadipta tertawa geli, yang dijawab Alvian hanya putaran mata. "Dan yang bikin gue kaget pagi-pagi gini, kok bisa Clara bisa ngajak cerai? Apa karena masalah anak itu? Kalian, tuh, aneh tau gak, masa cuma gitu doang, ASTAGA! Gitu doang bisa menghancurkan hubungan. Pikiran kalian tuh sempit banget, kalau bisa bangun tuh pikiran yang luas seluas tanah perusahan keluarga kalian atau kalau bisa lebih luas, lah, dari itu. Gue udah capek nasehatin lo kalau ujung-ujungnya gitu lagi gitu lagi. Bosen." 

"Ah, gue juga gak tau, Sa. Gue dikasih waktu selama dua bulan buat itu. Dan gue gak tau kenapa harus selama itu cuma buat tanda tangan tuh surat?" ucap Alvian yang masih sibuk dengan pekerjaannya, mulut dan telinga masih senantiasa dia buka, tapi mata terus tertuju pada kertas dan laptopnya di atas meja. 

"Kayaknya dia punya rencana deh, Al. Ngapain juga nunggu selama dua bulan, emang gak lama sih, tapi kenapa harus dua bulan kenapa nggak satu minggu aja?" ucap Sadipta asal diakhir ucapannya. 

"Enak aja, lebih mending dua bulan dari pada satu minggu." Alvian membantah dengan keras. 

"Kenapa? Bukannya lebih baik lebih cepat dari pada menunggu ketidakpastian? Apa jangan-jangan lo …." Sadipta menatap Alvian dengan tatapan penuh curiga.

"Jangan mikir yang nggak-nggak." 

"Lo … udah mulai ada—" 

Alvian langsung memotong. "Gue bilang jangan mikir yang nggak-nggak." Matanya menatap Sadipta dengan tajam, namun orang yang ditatap tidak ada kelihatan takut-takutnya.

"Lo mulai cinta?" lanjut Sadipta meneruskan ucapannya yang belum selesai tadi. Alvian mengusap dahinya kasar. 

Kemudian, selang beberapa menit obrolan-obrolan ringan—topiknya tidak selalu masalah mengenai cinta—Alvian dan Sadipta menoleh ke arah pintu bersamaan ketika benda itu terbuka dengan seseorang diluar. 

Sekretaris Alvian, dengan balutan pakaian serba rapi, tapi yang menarik perhatian bagi Sadipta—Alvian tidak—adalah bagian balutan kain yang dikenakan dari pinggang hingga ke paha. Rok yang bisa dibilang terlalu ketat itu sangat menarik Sadipta dengan pikiran yang luar biasa liar. Jangan salah, orang bijak seperti dia kadang otaknya tak selalu ada baiknya.

"Pak, sudah siap?" Sadipta sangat dibuat bingung dengan sekretaris Alvian, saat Sadipta melihat Alvian dia mengerti saja ucapan tanya tanpa maksud, itu bagi Sadipta Alvian tentu tau. 

"Ya, mari." Baju yang dikenakan Alvian sedikit ditarik ujungnya oleh Sadipta hingga hampir membuatnya kesal. "Apaan?" 

"Lo mau kemana? Tuh, orang kenapa malah nanya udah siap? Emang mau kemana, sih?" Alvian memutar mata, kesal dengan pertanyaan sekaligus tangan Sadipta yang masih di tempatnya, sambil menarik lebih lagi. 

"Bisa gak jangan narik baju gue, nanti kusut." Sadipta langsung melepaskannya, tangan-tangan Alvian merapikannya menjadi seperti semula. "Gue ada kerjaan sebentar, lo disini aja dulu bentar. Kalau bosen keluar aja jangan terus nyusahin staf kebersihan disini dengan lo yang suka nyuruh mereka buat bawain makanan lain. Mana, kalau lo nyuruh biasanya kue kering yang seharusnya dibawa lo malah minta nasi paket komplit, yang kayak gitu nggak ada di kantor. Dongo banget." 

Saat mau melangkahkan kaki menuju luar, lagi-lagi Sadipta menarik ujung baju Alvian. Karena kesal dia langsung menepis jari-jari Sadipta yang main comot begitu saja.

"Apa lagi?" 

Sadipta tersenyum, begitu mengerikan. "Nama sekretaris lo siapa?" tanya Sadipta ketika sosok perempuan yang selalu mendampingi Alvian ketika ada pekerjaan keluar.

"Ngapain lo nanya nama dia?" 

"Dia cantik, gue suka." Dan saat itu juga, kepala Sadipta kena getok dengan ponsel yang dipegang Alvian, hingga orangnya meringis kesakitan. "Sakit setan." Alvian hanya memutar mata, tak peduli dengan semua ucapan Sadipta hingga benar-benar menghilang menuju luar ruangan. 

"Jantung gue langsung gak deg-degan lagi. Apa jangan-jangan gue emang suka sama itu cewek? Bisa jadi. Gue coba deketin, ah," gumam Sadipta sambil mencomot kue kering diatas piring kecil putih. "Eh, tapi dia suka gak ya sama orang yang kayak gue gini? Suka pasti, lah, ya. Kan gue bijak banget, tuh, orangnya." Satu alisnya naik-turun dengan sendirinya. 

***

Bersambung

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 6 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Alvian, Cinta, dan ClaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang