Bab Sepuluh

25 2 0
                                    

Masih dalam genggaman, tangan Clara bisa merasa Alvian yang semakin menegang dari tangannya yang terlalu kuat menggenggamnya. Dalam diam Clara tertawa, badan tinggi besar, mana kata orang dia si paling kulkas, eh taunya takut naik beginian. 

Sepanjang jalan wahana, Clara berteriak kegirangan meski kadang dia sedikit ketakutan kala menanjak pada jalur yang begitu tinggi. Beda dengan Alvian yang terus diam sambil menutup mata. Dalam hati dia berteriak namun tak bisa untuk dikeluarkan karena malu nantinya jika berteriak ketakutan, harga diri tumpah nanti.

Permainan bisa dikatakan benar-benar sudah selesai. Clara turun dengan senyum kegembiraan yang tak selesai-selesai, dan Alvian masih sama diamnya ditambah tangannya malah bergetar tanpa dia sadari sendiri. 

"Lo lucu, masa naik gini aja takut." Clara tertawa begitu lepas melihat tingkah Alvian yang diam itu terlihat konyol di Clara. 

"Saya bukannya takut, tapi saya sebelumnya belum pernah naik wahana ini, jadi belum terbiasa." 

Clara berdecak. "Yaelah, gitu doang." Matanya kembali melihat ke sembarang arah. "Gimana kalo kita naik itu aja." Tunjuknya pada wahana kuda-kuda bertiang yang berputar diiringi lagu-lagu khas istana kerajaan yang biasa dibayangkan oleh para anak kecil terlebih anak perempuan. 

"Kamu aja, saya nunggu di bangku sana." 

"Yaudah kalo gitu, lo mah gak asik." Clara pergi kesana sendiri dengan barang bawaan yang dititipkan pada Alvian, terkecuali ponselnya, Clara akan memotret dirinya sendiri disana. 

Alvian, sembari menghilangkan rasa bosan dia berjalan kesana kemari mencari sesuatu yang bisa dibeli untuk Clara, entah mengapa setiap kali memikirkan perempuan itu permen kapas yang menjadi makanan nomor satu yang terlintas. 

"Pak, mau ya, satu, yang bentuknya lucu." 

"Baik, Pak." 

Penjual permen kapas itu dengan lihai membentuk gula-gula itu dengan tangannya menjadi bentuk kepala beruang berwarna merah muda, tenang dia menggunakan sarung tangan, dijamin lebih higienis dari biasa tukang permen di kebanyakan jalan.

"Uangnya kembaliannya ambil aja, Pak." 

Si Bapak menolak. "Nggak usah, saya ada kok uang kembaliannya." Kantong kecil hitam pada pinggangnya di geledah olehnya. 

Dengan si Bapak yang masih asyik mencari uang dalam tas, Alvian pergi begitu saja meninggalkan si Bapak dengan permen kapas di tangan Alvian yang berusaha dia lindungi agar tidak terjatuh atau pun rusak.

"Nih, saya beli tadi," ucap Alvian sambil menjulurkan permen kapas pada Clara. Dan ikut duduk di sebelahnya. Sepertinya rasa senang menaiki komidi putar itu masih terasa hingga sekarang karena senyuman perempuan itu masih belum bisa lepas. 

"Lo mau juga?" tawar Clara dan Alvian menggeleng menolaknya. 

"Saya gak suka makanan manis." 

"Yaelah, sesuap doang juga, gak bakal langsung diabetes kali." Mata Clara memutar tapi tanganya asyik memotret permen kapas super lucu itu. 

"Maka dari itu, saya gak mau makan permen itu, karena sekali suap saja mungkin saya bisa langsung kena diabetes. Soalnya dari tadi saya sudah liat yang manis-manis." 

"Apa?" tanya Clara dengan nada seperti mau mengajak berantem.

"Kamu, kamu manis banget hari ini, La." 

Deg!

Jantung Clara seolah ingin melompat keluar dari tubuhnya. Apa-apaan coba? Gombalan Alvian membuat Clara tidak bisa berpikir jernih bahkan hingga mereka sudah sampai rumah. Clara masih mengingat jelas kata-kata itu.

Dia menelan ludahnya sendiri. Merinding guee, gak cocok Alvian ngomong kayak gituuu, plis.

***

Bersambung

Alvian, Cinta, dan ClaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang