Tengah malam, Clara tak bisa tidur dengan tenang. Tangannya tak berhenti terus menggulir layar ponselnya, meski matanya terus menatap pada layar ponsel pikirannya jauh dari benda pipih itu. Antara terima atau tidak, itu saja.
Beranjak lah dia dari kasur menuju ruangan yang dipenuhi baju-baju mahal yang biasa digunakan setiap harinya. Memilih bagusnya menggunakan baju apa besok, dia tau Alvian pasti akan menunggunya di ruang tengah besok pagi, yang padahal dia belum tentu tau jawaban apa yang Clara lontarkan.
Paginya, Clara sudah menggunakan pakaian yang dipilihnya tadi malam, meski masih sedikit mengantuk karena malam tak bisa tidur dengan tenang dia berusaha kuat menahannya.
Di ruang tengah, benar saja Alvian sudah duduk rapi sambil sedikit menggoyangkan cangkir berisi kopi yang hampir habis, menghilangkan rasa bosan. Saat Clara keluar dari dalam kamar dengan keadaan sempurna rapi, Alvain tertegun melihatnya, kalau Alvian bukan tipe laki-laki dingin pendiam, mungkin kini mulutnya akan menganga melihat kecantikan yang terpancar bebas dari Clara.
Dengan malu, Clara berdeham lalu berbicara, "Buru, nggak usah pake lama." Baru pagi-pagi padahal tapi tidak ada tenang-tenangnya.
Alvian tidak peduli sekasar apa Clara kini, yang penting, ucapan tadi menandakan perempuan itu menerima ajakan Alvian kemarin malam untuk sedikit meluangkan waktu berjalan-jalan ke tempat random yang sekiranya bisa membuat suasana hati Clara menjadi senang.
Di dalam mobil, Clara menjadi kembali teringat kejadian dua hari lalu didalam mobil yang sangat sangat sangat buruk atau … baik? Entahlah yang penting Clara akan salah tingkah jika mengingatnya kembali.
Sama-sama sudah memasang sabuk pengaman, Alvian melajukan mobil dengan kecepatan normal. Mereka duduk bersebelahan tentunya, tapi rasanya jauh sekali untuk bisa sedekat kursi mobil. Tidak ada obrolan yang sama seperti biasanya, tidak ada saling tanya kabar sekedar basa-basi, tidak ada juga saling kagum dengan apa yang baru pertama kali dijumpai di sepanjang jalan diluar sana.
Rasanya benar-benar sepi. Kadang juga ada bosan dan canggung yang bersatu.
Seperempat jam kemudian, Alvian meneti atas perintah Clara yang tiba-tiba mau membeli sebuah jajanan berbahan aci berbentuk bulat ditusuk atau biasa disebut cilok.
"Mau gak?" tawar Clara pada Alvian yang ikut turun keluar. Jawabannya, Alvian hanya menggeleng tanda tidak mau, bukan menolak tapi dia memang tidak suka makanan itu.
"Enak banget lagi," gumam Clara yang terus menerus mengatakan kata enak setiap dia melahap satu bulatan cilok sambil menggoyangkan kepala. Tidak disangka ternyata perempuan se-mewah Clara menyukai makanan sederhana berbahan aci atau tepung tapioka.
"Nih mau gak?" Clara menyodorkan cilok ke Alvian dengan tusukannya.
"Saya lagi nyetir, nanti kecelakaan, ngerem mendadak marah lagi. Kayak kemaren."
Tanpa pikir panjang. "Gue suapin, jangan pura-pura gak mau, lo itu mau kan sebenarnya?" Benar saja Clara memasukan cilok ke mulut Alvian dengan sedikit paksaan dan kasar, tenang tidak sampai berdarah kok.
"Enak juga ternyata."
"Kan? Emang makanan yang kayak gini tuh enak banget. Meski terkesan sederhana dan murahan akan terasa enak jika dimakan bersamaan." Jeda, Clara sepertinya salah berbicara. "Bukan berarti gue seneng makan suap-suapan sama lo, ya." Alvian tertawa dan kali ini sangat lepas. "Ngapain ketawa? Nggak ada yang lucu."
"Ada kok yang lucu disini. Kamu." Alvian memandang wajah Clara sekilas yang kembali sadar pada keadaannya yang sedang menyetir. Clara membuang muka dan tersenyum pipinya sedikit merona.
Ada-ada aja.
Meski kedepannya pasti akan kembali saling diam, tapi tadi ada sedikit kemajuan. Yang tadinya hanya bisa tertawa dalam diam karena gengsi yang terus harus dipendam kini terlepas.
Oleh sebuah cilok mereka bisa saling merasa hangat dalam sekejap yang berharap bisa selamanya. Terima kasih cilok, karenamu mereka bisa sedikit tertawa bahkan ada adegan saling suap-suapan.
***
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvian, Cinta, dan Clara
Ficção AdolescenteSebuah pernikahan bodoh penuh formalitas, tanpa cinta, kasih sayang, atau apalah itu yang berhubungan dengan sesuatu yang manis-masis. Pasalnya, rasa pahit selalu menjadi topik utama pertemuan serumah mereka, hidup mereka hanya dipenuhi: masalah-per...