25

5.1K 1K 218
                                    

Menjelang akhir tahun, pernikahan antara dua keluarga Patih Saksuma dan Adipati Amurwa akhirnya tiba.

Serayu datang ke kediaman Patih Saksuma dengan ibu dan kakak iparnya cukup awal. Sementara Dwita pergi berbicara dengan bibinya, Serayu membawa Diranda untuk menemui Larasasi.

Larasasi tampak sangat senang ketika melihat Serayu tiba. Dia adalah satu-satunya putri di rumah itu dan tidak dekat dengan sepupu perempuan dari pihak ibunya, terutama setelah ada masalah belakangan ini antara bibinya dan keluarga mereka.

"Aku pikir kamu akan tiba hanya setelah upacaranya selesai," keluh Larasasi.

Serayu tersenyum dan memperhatikan seorang ahli perias pengantin sedang merapikan rambut di depan dahi Larasasi saat dia menjawab, "Aku bahkan bangun lebih cepat dari ayam jantan, Jihayu masih belum puas?"

Larasasi mendengkus, sebelum tersenyum pada Diranda dan menyuruh keduanya duduk. Pelayan dengan cepat menghidangkan minuman dan hidangan kue hangat untuk mereka.

"Jihayu sudah sarapan?" tanya Serayu setelah beberapa saat.

Larasasi belum sempat menjawab ketika salah satu pelayan pribadinya berkata, "Nimas sudah gugup sejak semalam, Nimas Serayu. Dia bahkan tidak berani meneguk air karena khawatir harus berlari ke jamban berkali-kali."

Mendengar itu, orang-orang yang ada di dalam kamar tidak bisa menahan tawa.

Pipi Larasasi memerah dan memarahi sang pelayan, "Kamu berani berbicara tentang nonamu sendiri di depan orang lain?!"

"Kawula bersalah, semoga Nimas memaafkan." Pelayan itu jelas tidak takut sama sekali dengan teguran Larasasi.

Larasasi berdecak. "Aku terlalu memanjakan kalian selama ini, bahkan sekarang berani mengejekku di depan umum."

Candani berkata pada saat yang tepat, "Jika Nimas Larasasi kesal, ambil kembali gajinya untuk bulan ini."

"Kamu benar!" seru Larasasi.

Pelayan pribadi itu buru-buru berseru, "Nimas, jangan! Kawula salah! Kawula tidak akan berani melakukannya lagi!"

Kamar itu dipenuhi dengan tawa dan percakapan, tampak sangat penuh dengan aura bahagia. Akibatnya, Malasika yang berdiri dengan beberapa sepupu lain di depan pintu terdiam sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi.

"Kenhayu, kita tidak jadi masuk dan menemui Nimas Larasasi?" tanya seorang sepupu Malasika bingung.

Ekspresi Malasika tidak begitu ramah, suaranya dingin saat menjawab, "Tidak perlu, sudah ada orang lain yang menemaninya. Mari kita pergi." Dia kemudian membawa dua sepupunya dari sana, mengabaikan pelayan yang berjaga di depan pintu.

Di dalam kamar, Diranda sebagai yang sudah lebih dulu menikah di antara generasi setara memberikan Larasasi sedikit nasihat. Meskipun mereka tidak begitu dekat, tapi Diranda cukup tahu bahwa Larasasi adalah gadis yang baik dan sering bermain dengan Serayu.

Waktu bersiap-siap untuk pengantin perempuan biasanya sangat lama, karena itu saat semuanya selesai, waktu yang tepat untuk upacara juga semakin dekat.

Pada saat ini, mereka bisa mendengar suara-suara yang ramai dari luar, dan seorang pelayan kemudian melaporkan bahwa rombongan yang mengantar Surayoga telah tiba.

Larasasi tersentak, sedikit kaku karena gugup. Melihat itu, Serayu dan Diranda buru-buru membantunya bangun dan mendampingi sang calon pengantin untuk berjalan keluar.

"Jihayu, jangan gugup. Jika kamu cemas, justru akan lebih mudah membuat kesalahan," kata Serayu.

"Dijani Serayu benar. Ada seseorang yang akan membimbing saat upacara, jadi Dijani Larasasi bisa tenang." Diranda menambahkan, "Nanti jika Dijani Larasasi bingung, ingat saja untuk mengikuti apa yang dikatakan pemandu upacara adat."

Laksana Angin Bagaikan HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang