Di sebuah kota besar yang tak pernah tidur, di mana kemajuan teknologi berpadu dengan mitos kuno, Bangchan berdiri di balik jendela kaca apartemennya yang tinggi.
Cahaya rembulan yang menggantung di langit malam memantulkan bayangannya. Sebagai werewolf, bulan selalu menjadi pengingat dari kodratnya—liar, penuh kekuatan, dan tak bisa dihindari.
Felix, vampir dengan jiwa seniman, selalu terkesan tenang dan dingin, seolah tak pernah terpengaruh oleh apapun di sekitarnya.
Sebagai fotografer terkenal, dia melihat dunia melalui lensa kameranya, menangkap detail kecil yang sering dilewatkan orang lain.
Namun, dalam kehidupan sehari-harinya, dia seakan buta terhadap perasaan yang lebih dalam. Tidak peduli berapa lama mereka saling mengenal, felix tetap dengan wajah dinginnya.
Mereka bertemu pertama kali di sebuah acara amal, di mana Felix ditugaskan untuk mengambil foto-foto dokumenter, sementara Bangchan hadir sebagai tamu kehormatan, seorang pengusaha muda yang sukses di dunia elektronik.
Meskipun mereka berasal dari dua dunia yang saling bertentangan—werewolf dan vampir, predator malam yang saling bermusuhan sejak zaman dahulu—ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan di antara mereka. Tarikan yang perlahan tapi pasti menarik mereka lebih dekat.
***
Di balik kesuksesan Bangchan sebagai pengusaha elektronik di kota modern yang sibuk, ada rutinitas yang terstruktur dengan baik.
Setiap pagi dimulai dengan olahraga ringan sebelum matahari terbit—kebiasaan yang ia pelihara sejak lama, meskipun di dalam dirinya, ada naluri yang lebih liar dan tak terkendali saat bulan penuh tiba.
Bangchan memiliki sifat dewasa yang sering kali menjadi andalannya di dunia bisnis. Di usia yang relatif muda, dia sudah mendirikan perusahaan teknologi dengan beberapa produk inovatif yang sukses di pasaran.
Karyawan dan rekan bisnisnya menghormatinya bukan hanya karena kepintaran bisnisnya, tetapi juga karena sifatnya yang keras kepala dan teguh pada prinsip.
Jika Bangchan bertekad melakukan sesuatu, ia akan terus mendorongnya hingga berhasil.
Namun, di balik semua itu, ada sisi lain dari Bangchan yang tak banyak diketahui orang. Sebagai seorang werewolf, ia harus selalu menjaga keseimbangan antara insting liarnya dan kehidupan manusia normal yang ia jalani.
Ketika malam bulan purnama tiba, ia akan menyendiri di sebuah rumah terpencil di pinggir hutan, jauh dari hiruk-pikuk kota. Di sana, ia membiarkan dirinya berubah dan menyerahkan diri pada alam.
Ini adalah satu-satunya cara untuk memastikan dirinya tidak kehilangan kendali di hadapan orang-orang di sekitar.
Pagi harinya, Bangchan kembali menjalani kehidupannya seperti biasa. Seorang pengusaha sukses dengan jadwal padat, rapat demi rapat, dan proyek baru yang selalu mengisi hari-harinya.
Ia sering mendapat tawaran investasi besar, namun ia sangat selektif dalam memilih mitra bisnis. Dia percaya bahwa teknologi bukan hanya untuk keuntungan semata, tetapi juga untuk membantu banyak orang.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Bangchan biasanya meluangkan waktu di gym atau pergi ke kafe favoritnya untuk bersantai sejenak. Di sana, ia bisa menikmati secangkir kopi sambil memikirkan langkah selanjutnya dalam hidupnya.
Meski kariernya cemerlang, ia sering kali merasa ada sesuatu yang hilang dalam hidupnya, sesuatu yang tak bisa diisi hanya dengan pencapaian materi. Tapi ia menepis perasaan itu, lebih memilih fokus pada pekerjaannya.
Malam-malamnya diisi dengan membaca buku atau menonton film dokumenter—aktivitas yang membuatnya merasa tetap terhubung dengan sisi manusiawinya.
Meski ia memiliki teman-teman, kebanyakan hubungannya bersifat profesional. Jarang sekali ada orang yang bisa benar-benar mendekat ke dalam hidup pribadinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Cahaya yang Sama
WerewolfBangchan, pemuda pengusaha elektronik yang sukses, ia adalah sosok werewolf dan seorang alpha. Felix, seorang fotografer. Ia adalah sosok vampir, raut wajahnya yang dingin, dia tidak peka terhadap perasaannya karena telah lama mati. Mereka sepert...