Chapter 12

13 5 0
                                    

Setelah malam itu, Felix merasa ada sesuatu yang aneh terjadi padanya.

Setiap kali rasa haus menyerang, ia tidak lagi bisa memuaskan dirinya hanya dengan darah dari manusia biasa atau bahkan vampir lain.

Meskipun dia bisa merasakan kekuatan yang mengalir dari darah para mangsanya, selalu ada sesuatu yang kurang, sebuah rasa ketidakpuasan yang menggerogoti dari dalam. Dia tidak mengerti mengapa haus darahnya tidak pernah benar-benar hilang.

Suatu malam, saat rasa haus itu semakin tak tertahankan, Felix keluar mencari mangsa di jalanan kota. Dengan ketenangan dan kecepatan vampirnya, dia dengan mudah menemukan target.

Sebuah gigitan di leher, beberapa tetes darah mengalir ke tenggorokannya—seharusnya itu cukup, namun setiap kali selesai, rasa lapar yang dalam tetap ada.

Saat dia berjalan kembali ke apartemennya, tubuhnya terasa lemah dan lelah, tetapi bukan karena kurangnya darah. Ada sesuatu yang tidak benar, sesuatu yang membuat kepalanya berputar dan pikirannya kacau.

Ketika dia mengingat kembali insiden dengan Bangchan, tubuhnya terasa bergetar aneh. Darahnya. Darah serigala itu. Entah mengapa, pikirannya terus kembali ke situ, dan Felix mulai merasa terganggu oleh fakta bahwa mungkin hanya darah Bangchan yang bisa benar-benar memuaskan hasratnya.

Namun, Felix mencoba menepis pemikiran itu. Mustahil, pikirnya. Dia seorang vampir, dan Bangchan adalah seorang werewolf. Tidak ada alasan mengapa dia harus terikat pada darah serigala itu. Mereka adalah dua makhluk yang seharusnya tidak pernah bersinggungan.

Namun, semakin dia berusaha meyakinkan dirinya, semakin kuat dorongan dalam tubuhnya yang memaksanya mengakui kebenaran yang tidak ingin dia terima.

Beberapa hari berlalu, Felix berusaha keras menyibukkan dirinya dengan pekerjaan, berusaha mengabaikan hasrat yang mulai menggerogoti pikirannya. Namun, semakin dia berusaha melupakan Bangchan, semakin sering sosok pria itu muncul dalam bayangannya.

Setiap kali rasa hausnya menyerang, dia akan mencoba mencari mangsa lain, tetapi setelah menggigit, darah mereka terasa hambar—tidak ada kehangatan atau kekuatan yang sama seperti saat dia meminum darah Bangchan.

Malam itu, Felix kembali ke apartemennya setelah merasa putus asa karena tidak bisa memuaskan rasa laparnya. Tubuhnya terasa lelah, pikirannya bingung. Dia duduk di sofa, menatap kosong ke luar jendela, merenungkan apa yang terjadi dengannya.

“Kau terlihat lelah,” suara Beomgyu tiba-tiba terdengar dari arah dapur. Dia muncul dengan secangkir teh di tangan, matanya memperhatikan Felix dengan cermat. “Apa kau baik-baik saja? Akhir-akhir ini kau terlihat berbeda.”

Felix menggeleng pelan. “Aku… tidak tahu, Gyu. Sepertinya ada yang salah denganku.”

Beomgyu duduk di sebelah Felix, menaruh cangkir tehnya di meja. “Apa ini tentang insiden waktu itu? Kau sudah bertingkah aneh sejak malam itu. Apa yang sebenarnya terjadi dengan werewolf itu?”

Felix menggertakkan giginya, ingatan tentang pertemuannya dengan Bangchan kembali menghantui. “Tidak ada yang terjadi. Aku hanya... minum darahnya sekali. Tapi entah mengapa, sekarang aku merasa tidak bisa jauh darinya.”

Beomgyu mengernyitkan dahi, jelas bingung. “Minum darahnya? Itu aneh. Seharusnya darah werewolf tidak memberikan efek seperti ini pada kita, Felix. Kecuali…”

Felix menatap Beomgyu dengan tajam. “Kecuali apa?”

Beomgyu menghela napas panjang, mencoba merangkai kata-katanya. “Kecuali ada sesuatu yang lebih kuat terjadi. Hubungan antara vampir dan werewolf sangat jarang terjadi, terutama jika melibatkan darah. Mungkin… ada semacam ikatan yang terjalin tanpa kau sadari.”

Dibawah Cahaya yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang