Chapter 3

37 8 0
                                    

Happy reading ~

Jangan lupa vote yaps.

___________________________________________

Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Bangchan di taman, Felix mulai merasakan sesuatu yang lama tidak ia rasakan: haus darah.

Sebagai vampir, Felix bisa mengendalikan dorongan ini dengan sangat baik. Ia sudah beradaptasi dengan kehidupan di dunia modern, di mana konsumsi darah manusia bukan lagi suatu hal yang lazim, dan dia telah menemukan cara untuk menjaga kebutuhannya tetap terpenuhi tanpa melanggar norma.

Namun kali ini, rasa haus itu datang lebih kuat dari biasanya. Mungkin karena ia terlalu lama menahan diri, atau mungkin ada sesuatu yang lain yang memicunya—sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kebutuhan fisik.

Sejak pertemuannya dengan Bangchan, Felix merasakan perasaan yang tak pernah ia alami sebelumnya. Entah kenapa, kehadiran pria itu terus terbayang di pikirannya, menambah kerumitan emosi yang biasanya dingin dan terkendali.

Hari itu, Felix duduk di meja kerjanya di apartemen, mencoba fokus pada penyuntingan foto. Namun, pikirannya tidak bisa lepas dari rasa haus yang terus meningkat. Ia menggigit bibirnya, menyadari bahwa dia tidak bisa terus mengabaikannya.

Beomgyu, yang sedang duduk di sofa dengan laptopnya, menatap Felix dengan tajam. “Kau baik-baik saja?” tanyanya. “Kau terlihat sedikit pucat… lebih pucat dari biasanya.”

Felix menghela napas, berusaha menjaga ketenangan. “Aku baik-baik saja.”

Namun, Beomgyu bisa merasakan perubahan di aura Felix. Sesama vampir memang lebih sensitif terhadap perubahan emosi satu sama lain.

“Jangan bilang kau sedang menahan diri lagi?” Beomgyu bangkit dari sofa dan mendekati Felix, menatapnya penuh perhatian.

“Felix, kau tahu ini tidak baik untukmu. Kalau terlalu lama, kau bisa kehilangan kendali.”

Felix menutup laptopnya, menekan jari-jarinya di pelipis. “Aku tahu… Tapi aku tidak ingin pergi ke bar darah lagi. Tempat itu terlalu mencolok.”

Bar darah adalah tempat rahasia bagi para vampir untuk mendapatkan darah yang sudah diproses secara etis dari donor sukarela. Meskipun aman, Felix merasa tidak nyaman berada di sana—terlalu banyak vampir lain, terlalu banyak tatapan.

Beomgyu menyilangkan tangannya, tampak berpikir sejenak. “Kita bisa cari solusi lain. Tapi kau harus melakukan sesuatu. Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.”

Felix tahu Beomgyu benar. Rasa haus darah tidak hanya akan mengganggu fisiknya, tetapi juga emosinya. Jika terlalu lama dibiarkan, ia bisa kehilangan kendali, dan itu adalah sesuatu yang sangat ia hindari.

“Aku akan keluar sebentar,” kata Felix akhirnya, mengambil jaketnya dan berjalan menuju pintu.

“Felix, kau mau pergi ke mana?” tanya Beomgyu dengan nada khawatir.

“Ke bar darah… atau mungkin hanya mencari jalan keluar sebentar. Aku butuh udara segar.”

Beomgyu tidak bisa berbuat banyak selain mengangguk. Dia tahu Felix cukup dewasa untuk menjaga dirinya sendiri, tapi tetap saja, ada perasaan cemas yang menyelinap di pikirannya.

Felix melangkah keluar dari apartemennya, menyusuri jalan-jalan malam yang mulai sepi.

Suasana kota di malam hari selalu terasa berbeda—lebih sunyi, namun ada kehidupan yang bergerak di bawah permukaannya, seperti dirinya. Rasa haus darah semakin kuat, menghantui setiap langkahnya.

Dia berhenti di sebuah gang yang sepi, punggungnya bersandar di dinding dingin. Felix mencoba menarik napas dalam-dalam, meskipun dia tahu itu tidak akan banyak membantu.

Dibawah Cahaya yang SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang