Setelah Beomgyu berpamitan untuk mandi, Felix melanjutkan aktivitasnya di dapur.
Dia membuka rak atas dan mengambil beberapa bungkus nasi instan, lalu memasukkannya ke dalam microwave.
Nasi instan memang selalu menjadi pilihan mereka; bukan karena malas, tapi lebih karena praktis. Mereka sering tidak punya waktu untuk memasak nasi dalam jumlah besar karena hari-hari mereka dihabiskan bekerja di studio.
Jika memasak nasi sendiri, pasti ada sisa, dan mereka benci menyia-nyiakan makanan.
Sambil menunggu nasi siap, Felix mulai menyiapkan minuman hangat. Dia mengambil dua cangkir dan menuangkan teh herbal favorit mereka, aroma menenangkan mulai mengisi udara di dapur yang kini dipenuhi dengan wangi teh herbal.
Felix tersenyum puas, menyesap aroma teh sembari menunggu.
Tak lama, bunyi dentingan microwave terdengar. Felix segera membuka pintu microwave dan mengeluarkan nasi dengan hati-hati. Uap panas mengepul dari bungkus nasi, dan Felix segera meletakkannya di atas meja.
Dia merapikan piring-piring dan memastikan semuanya sudah siap sebelum Beomgyu selesai.
Beberapa saat kemudian, Beomgyu muncul kembali di dapur, tampak segar setelah mandi. Rambutnya masih basah, dan dia mengenakan kaos longgar yang nyaman. Dia melihat meja yang sudah tersaji dan tersenyum lebar.
"Wow, semua sudah siap," kata Beomgyu sambil menarik kursi dan duduk di depan meja makan. "Kau benar-benar rajin hari ini."
Felix tertawa kecil dan duduk di seberang Beomgyu. "Yah, hari ini aku merasa ingin melakukan sesuatu yang berbeda. Lagipula, kapan lagi kita bisa sarapan tenang di rumah?"
Beomgyu mengangguk sambil memandangi ayam kecap yang sudah menanti untuk disantap. "Baiklah, kalau begitu, mari kita makan. Terima kasih sudah memasak, Felix."
Mereka berdua mulai menikmati sarapan pagi itu dengan lahap. Suapan demi suapan, aroma gurih ayam kecap yang berpadu dengan nasi hangat membuat perut mereka terpuaskan.
Mereka berbicara ringan tentang rencana hari itu, tentang pekerjaan di studio, dan juga obrolan santai yang membuat suasana pagi itu terasa hangat dan akrab.
"Mungkin nanti malam kita bisa coba makan di luar?" usul Beomgyu sambil menyuap nasi. "Sekali-sekali kita harus keluar, daripada terus-terusan di rumah atau studio."
Felix mengangguk sambil tersenyum. "Boleh juga, tapi untuk sekarang, mari nikmati sarapan ini dulu."
Beomgyu tertawa pelan, mengangkat cangkir tehnya. "Untuk pagi yang tenang dan sarapan yang enak," ucapnya, setengah bercanda.
Felix mengangkat cangkirnya juga, mengikuti Beomgyu. "Cheers," jawabnya dengan senyum kecil, lalu mereka melanjutkan sarapan, menikmati momen damai yang jarang mereka dapatkan.
Setelah sarapan yang menyenangkan, Felix dan Beomgyu duduk di ruang tengah. Mereka berdua bersandar di sofa, merenung sejenak sambil menikmati sisa pagi yang tenang. Suasana nyaman itu tiba-tiba dipecahkan oleh ide spontan dari Beomgyu.
“Bagaimana kalau kita ke Timezone hari ini?” usul Beomgyu dengan nada penuh semangat, sambil menoleh ke arah Felix yang tampak berpikir.
Felix menatap Beomgyu sejenak, lalu tersenyum lebar. "Kapan lagi kita bisa menghabiskan hari libur dengan bermain di luar?" katanya setuju.
Dengan antusias, mereka bergegas masuk ke kamar masing-masing untuk berganti pakaian. Beberapa menit kemudian, mereka sudah siap dan keluar dari apartemen.
Felix mengenakan jaket denim, sementara Beomgyu dengan hoodie santai. Mereka berjalan menuju motor matic milik Felix yang terparkir di basement gedung apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Cahaya yang Sama
WerewolfBangchan, pemuda pengusaha elektronik yang sukses, ia adalah sosok werewolf dan seorang alpha. Felix, seorang fotografer. Ia adalah sosok vampir, raut wajahnya yang dingin, dia tidak peka terhadap perasaannya karena telah lama mati. Mereka sepert...