26

715 68 10
                                    




Minjeong tak menunggu lama setelah meninggalkan Karina di apartemen. Meski jari-jarinya mencengkeram kemudi dengan erat, pikirannya jauh dari kata tenang. Kepalanya dipenuhi bayangan Yujin. Semakin ia memikirkan pertemuannya dengan Albert tadi, semakin jelas bahwa satu hal tak terbantahkan: Yujin pasti terlibat. Hanya Yujin yang memiliki rekaman itu. Mengingat bagaimana rekaman tersebut bisa sampai ke tangan Albert membuat darah Minjeong mendidih. 

Tanpa berpikir panjang, Minjeong segera mengarahkan mobilnya menuju rumah sakit tempat Minju dirawat, berharap Yujin masih berada di sana. Meski malam telah larut, hatinya tak akan tenang sebelum mendapatkan jawaban yang ia cari.

Cahaya lampu-lampu kota berkelebat di balik jendela mobil, seperti kilasan adegan-adegan yang terus berputar di pikirannya. Begitu tiba, Minjeong melangkah cepat memasuki rumah sakit, melewati lobi yang sunyi menuju lantai atas, di mana Minju terbaring. Suara sepatu yang menghantam lantai berubin putih terdengar berirama, namun jantungnya berdetak lebih keras, seolah seirama dengan kecemasannya.

Sampai di depan kamar, tanpa berpikir panjang, Minjeong mendorong pintu dengan keras. Suara pintu yang terbuka tiba-tiba mengejutkan dua orang di dalam ruangan. Yujin langsung menoleh ke arah Minjeong, namun sebelum sempat mengucapkan sepatah kata pun, Minjeong sudah melangkah cepat ke arahnya.

Dengan gerakan kasar dan penuh amarah, Minjeong meraih kerah baju Yujin, menariknya hingga berdiri.

"Minjeong apa yang—" Yujin mencoba berbicara, tetapi kata-katanya terhenti saat pukulan keras menghantam wajahnya.

"Minjeong, hentikan!" teriak Minju, suaranya serak dan lemah, namun ketakutan itu terdengar jelas, membuatnya terkejut dan panik. 

Di sisi lain, Yujin tersungkur ke lantai, merasakan nyeri di wajahnya. Dia menatap Minjeong dengan perasaan bersalah, tetapi amarah Minjeong sudah terlanjur membara.

Minju terbaring di atas ranjang rumah sakit, tubuhnya terasa lemah, namun bukan rasa sakit fisik yang paling mengganggunya saat ini. Matanya terpaku pada pemandangan di depannya—Minjeong yang kehilangan kendali, tubuhnya bergetar karena amarah, dan tangan yang sebelumnya brutal menghantam wajah Yujin. Melihat Yujin tergeletak di lantai, Minju tahu bahwa dia harus berbuat sesuatu, tetapi sekeras apa pun ia berusaha menggerakkan tubuhnya, rasa sakit di kakinya menahannya. Dia hanya bisa menatap dengan hati yang hancur, menyaksikan sahabat yang selalu ia kenal penuh kasih sayang kini berubah menjadi sosok yang hampir tidak dikenalnya. Ketika Minjeong maju lagi, hendak melayangkan pukulan lain, suara langkah cepat dan pintu yang terbuka menginterupsi tindakan itu.

"Minjeong!" Suara tegas itu milik Ryujin, yang dengan cepat menarik Minjeong sebelum ia dapat melakukan lebih banyak kerusakan.

Ryujin, yang dihubungi oleh Karina beberapa menit sebelumnya, tiba tepat pada waktunya. "Cukup!" bentaknya, menarik Minjeong mundur dengan kuat. Meskipun Minjeong berusaha melawan, Ryujin cukup kuat untuk menahannya.

Tatapan Minjeong tetap terfokus pada Yujin yang duduk di lantai, bibirnya berdarah. Nafasnya terengah-engah, dan matanya dipenuhi kemarahan yang belum mereda. "Kenapa kamu memberikan rekaman itu kepada Albert?!" tanyanya dengan suara bergema.

Yujin berusaha menjawab dengan nada suara panik. "Aku tidak memberikannya, rekaman itu... tidak sengaja jatuh dari sakuku. Aku bahkan tidak tahu bagaimana bisa sampai ke tangan Albert."

Jawaban Yujin hanya semakin memicu amarah Minjeong. Dengan kesal, ia berusaha melepaskan cengkeraman Ryujin, namun Ryujin tetap menahannya. "Tidak sengaja?! Seharusnya kamu musnahkan rekaman itu!" teriaknya penuh emosi.

Ryujin, setelah mendengar teriakan Minjeong, akhirnya berbicara lagi. Kali ini suaranya terdengar lebih tenang. "Minjeong, Yujin jelas tidak bermaksud melakukan ini. Memukulnya tidak akan menyelesaikan masalah. Kita harus mengatasi ini dengan kepala dingin."

Karina! Enough | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang