27

427 52 0
                                    


Gongjun berdiri di tengah lobi apartemen Karina, matanya menyapu situasi yang kacau di hadapannya. Napasnya tertahan, dada terasa sesak melihat kerumunan wartawan yang seakan tak ada habisnya mengepung pintu masuk. Mereka tak henti-hentinya menyorongkan mikrofon dan kamera ke arah tim keamanan, berteriak tanpa jeda, melontarkan pertanyaan-pertanyaan tajam yang memenuhi udara.

Kerumunan itu seperti ombak yang terus menghempas, semakin liar dan sulit dikendalikan. Meski tim keamanan yang dibawa Gongjun lebih banyak dari biasanya, mereka tampak kewalahan. Ini bukan situasi yang biasa. Ini bukan sekadar skandal murahan yang bisa diatasi dengan siaran pers atau permintaan maaf publik. Tidak. Gongjun tahu ini jauh lebih serius.

Ini bisa menghancurkan agensi. Lebih dari itu, ini bisa menghancurkan Karina-dan yang lebih buruk, menambah jurang antara Tuan Kim dan putrinya, Minjeong.

"Semuanya sudah siap?" tanya Gongjun kepada kepala tim keamanan di sampingnya, suaranya serak menahan perasaan cemas.

"Ya, Pak. Kami siap mengawal mereka keluar. Karina dan Minjeong akan masuk ke mobil terpisah sesuai instruksi Tuan Kim," jawab kepala tim dengan tegas.

Gongjun mengangguk, meskipun dalam hati ada kecemasan yang terus merongrong. Perintah Tuan Kim jelas, namun pemisahan ini lebih dari sekadar tindakan pengamanan. Ada sesuatu yang lebih besar di balik layar. Sesuatu yang hanya bisa ia duga tapi tak pernah bisa ia ungkapkan. Namun, tugasnya adalah menjalankan perintah, dan saat ini itu berarti memisahkan Minjeong dan Karina.














***



















Di dalam apartemen, suasana terasa hening meski di luar kekacauan semakin memuncak. Karina duduk di sofa, kedua tangannya menggenggam erat, berusaha menenangkan diri meski kegelisahan menguasai pikirannya. Jari-jarinya gemetar, dan napasnya terasa berat setiap kali ia menarik oksigen ke dalam paru-parunya----meski awalnya menurutnya ini akan membuatnya baik-baik saja, tapi saat melihat Minjeong, perasaan takut dipisahkan membuatnya cemas.

Sebelumnya, Karina sudah mendapatkan pesan dari Yeji kalau Gongjun akan datang menjemputnya dan Minjeong di apartemen, tapi ada sesuatu yang dikatakan Yeji yang tidak ingin disampaikannya pada Minjeong agar tidak memperkeruh suasana.

Di dekat jendela, Minjeong mengintip ke bawah, ke kerumunan wartawan yang bergerak tak terkendali seperti sekumpulan serigala lapar. Raut wajahnya keras, penuh dengan campuran antara gelisah dan amarah yang sulit dibedakan. Sorot matanya tajam, seakan menembus setiap orang yang berada di luar sana.

"Kenapa mereka belum datang?" gumam Minjeong, nada suaranya dingin. Ia tak bisa berdiri diam lebih lama lagi. Tekanan di dalam dirinya semakin memuncak, memaksa keluar dalam bentuk amarah yang ia coba kendalikan.

Karina menoleh. "Mereka sudah dalam perjalanan." bisiknya, seolah berharap kata-kata itu bisa menenangkan keadaan.

Waktu seakan berjalan lambat, hingga akhirnya bel pintu berbunyi. Gongjun masuk dengan langkah cepat bersama tim keamanan di belakangnya. Wajah-wajah mereka serius, penuh konsentrasi. "Kita harus pergi sekarang." ujarnya tegas, matanya beralih ke Minjeong dan Karina.

Minjeong mengambil jaketnya dengan gerakan kasar. Ada kemarahan yang meletup di dalam dirinya, namun ia mencoba menahannya. "Kita keluar bersama, kan?" tanyanya, meski ada keraguan yang menggantung di ujung kalimatnya. Tatapan Gongjun yang cemas membuat hatinya merasa tak nyaman.

Gongjun terlihat ragu sejenak, lalu berkata dengan nada hati-hati, "Tidak, Minjeong. Kamu dan Karina akan masuk ke mobil yang terpisah."

Sejenak, waktu terasa berhenti. Karina menatap Minjeong dengan perasaan bersalah yang mendalam, sementara Minjeong berdiri membeku, matanya menatap Gongjun dengan tajam, penuh ketidakpercayaan.

Karina! Enough | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang