"Li Yanxi, kau yang akan menggantikan Yuanxi menjadi Putra Mahkota Dinasti Tang sampai dia bisa kembali." sang Kaisar berucap tegas, tak ingin menerima bantahan. Sedangkan di bawah sana, seorang remaja berusia sekitar 14 tahun tengah bersimpuh dengan kepala menunduk. Kedua tangan kecilnya meremat kain katun yang membalut pahanya.
Li Yanxi menggigiti bibir bagian bawahnya, hatinya bergolak mendengar titah sang ayah yang terlalu tiba-tiba. Dengan sisa keberanian yang ada, Yanxi mendongakkan kepala. Matanya yang memerah menahan air mata menatap sosok sang ayah di singgasana penuh permohonan.
"Yang Mulia, Yanxi memohon ampunan, Yanxi rasa Yanxi tidak mampu menjalankan perintahmu." Anak itu kemudian bersimpuh, bersujud di lantai. "Yanxi memohon agar Yang Mulia menarik perintah ini."
Tak ada balasan, sayup-sayup Yanxi mendengar suara derap langkah kaki mendekat, sampai samar-samar dia melihat sepasang sepatu emas berbahan sutra dengan bordiran berbentuk awan di hadapannya.
"Bangun Li Yuanxi," ujar Kaisar tanpa emosi. "Sebagai Putra Mahkota kau tidak seharusnya berlaku rendah diri."
Suara retakan samar terdengar, air mata yang menggenang di pelupuk mata Yanxi jatuh tanpa permisi. Sedangkan di sudut ruangan, sepasang mata—Permaisuri Meiling, mengintip dengan tatapan berkaca-kaca menahan sesak.
Li Yuanxi dan Li Yanxi adalah sepasang anak kembar, dimana si sulung mendapat keberuntungan untuk menjalani hidup sebagai putra tunggal pewaris tahta Kaisar Dinasti Tang. Timpang dengan si bungsu yang harus hidup bersembunyi di bawah bayang-bayang Yuanxi.
Kini, Permaisuri Meiling tidak dapat membayangkan betapa hancur hati putranya. Yanxi bahkan harus benar-benar menggantikan sang kakak yang terbaring dalam tidur panjangnya.
Bayang-bayang Putra Mahkota menelannya keterpurukan paling dalam.
"Li Yuanxi, apakah telingamu sudah tak berfungsi?" ujar sang Kaisar tajam, membuat Yanxi tersentak. Tak dapat dipungkiri, hatinya berdenyut nyeri, melihat pundak lunglai itu mencoba bangkit di bawah kakinya teramat keras.
Dengan penuh kehati-hatian Yanxi bangkit, meski dia kepayahan menahan beban tubuh dengan kaki yang bergemetar di bawah tatapan tajam Kaisar.
"Mulai saat ini, kau akan hidup sebagai Li Yuanxi. Perintah Kaisar mutlak, tidak bisa dibantah."
Tangan kecil Yanxi mengepal. Setiap kata yang keluar dari mulut Kaisar bagai bongkahan batu tak terlihat, menghantam habis hatinya. Menghancurkan harapan-harapan yang tersisa. Yanxi tak membenci saudara kembarnya, tetapi nama 'Yuanxi' mulai terdengar seperti kutukan baginya.
"Kasim!" suara Kaisar memecah keheningan.
Pintu besar aula terbuka, seorang kasim remaja yang usianya tidak terpaut jauh dari Yanxi masuk. Dia meletakkan kedua tangannya di depan, sebelum kemudian membungkuk untuk memberi salam hormat kepada Kaisar dan Pangeran Mahkota.
Yanxi meliriknya dengan sedih, dia kenal siapa kasim itu. Kasim Putra Mahkota—Xiao Zhenyu.
"Bawa Putra Mahkota kembali ke paviliunnya untuk beristirahat," perintah Kaisar.
Zhenyu mengangguk. "Baik, Yang Mulia." Dengan langkah berat dia menghampiri Yanxi yang menatapnya dengan perasaan kecewa. Zhenyu tersenyum tipis dan mengangguk, mencoba meyakinkan Yanxi bahwa semuanya akan baik-baik saja.
Keduanya lantas membungkuk, memberi penghormatan sebelum mengundurkan diri dari hadapan Kaisar.
"Putra Mahkota—" Lidahnya mendadak kelu, kata 'Putra Mahkota' begitu terasa menganggu. "Pamit mengundurkan diri."
Setelahnya Yanxi pergi meninggalkan aula, bersama dengan Zhenyu yang setia mengikutinya.
Kaisar memandang sedih punggung kecil Yanxi, setiap langkah yang diambil terasa berat seolah tengah menyeret besi baja di kakinya. Tepat ketika figur Yanxi menghilang sepenuhnya dibalik pintu, tubuh Li Zhongwei—Kaisar perlahan luruh dan jatuh ke lantai. Pria paruh baya itu menangis, di atas lantai dingin aula kerajaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Falls For The Sun [KUNYANG]
Fanfiction"Aku bersumpah akan mencintaimu di seluruh kehidupanku, Pangeran." "Maka jiwa dan ragaku hanya akan menjadi milikmu, Jenderal." ©Greysuns