—Halaman ini dipublikasikan pada tanggal 2024年10月24日
Kaisar Agung Jairus of Macedonia, raja yang dikenal karena kebijaksanaannya, sebab kebijakan yang dibuatnya sepenuh hati, tanpa unsur yang bermaksud merugikan atau menjatuhkan rakyat dalam lubang kesengsaraan. Tidak congkak, tidak pula merasa diri paling hebat di muka bumi, rakyat tidak punya alasan untuk tidak patuh. Namanya dicatat oleh para ahlli sejarah sebagai pemimpin paling sempurna yang pernah dimiliki Macedonia.
Namun, seperti apa kata pepatah, tidak ada yang sempurna di muka bumi ini. Manusia tidak lebih dari ruh yang ditiupkan ke dalam segumpal tanah. Tidak ada yang pernah tahu bagaimana kacaunya kehidupan keluarga kerajaan.
Akan selalu ada harga yang harus dibayar, karma yang dituai, dan dosa yang ditanggung. Jika tidak hari ini, maka esok hari, mungkin setelah kau terkubur enam kaki di bawah tanah, saat cucumu menangis untuk pertama kalinya ketika datang menyapa bumi.
Dosa-dosa leluhur mengalir selayaknya jantung memompa darah sampai ke ujung nadi. Garis takdir yang tidak terputus, seperti rantai makanan tanpa pengurai.
Nasib Kaisar Jairus menanggung beban karma dibalik gemilangnya Macedonia. Dirinya harus menikahi seorang putri bangsawan anggun terpelajar, Clesta—anak dari penasihat setia kerajaan dan meninggalkan kekasihnya. Chaerestus mungkin tak mengapa, sebab lelaki bermata kucing itu selalu menunjukkan senyuman terbaik, termasuk ketika menghadiri upacara pernikahannya.
Masalahnya terletak pada Kaisar Jairus yang selalu merasa bersalah karena membayangkan wajah pria itu kala melakukan hubungan intim suami istri dengan Clesta.
"Chaerestus..."
Di suatu musim panas yang cerah, Kaisar Jairus seorang diri pergi ke sudut kota Macedonia. Mengunjungi kebun anggur terbesar yang selalu menghasilkan anggur dengan kualitas terbaik di Yunani Raya. Anggur-anggur yang diproduksi oleh keluarga Chaerestus menjadi salah satu komoditas ekspor terbaik yang dimiliki Macedonia.
"Kaisar Jarius..." lirih Chaerestus, melihat Kaisar Jairus turun dari kuda hitam gagahnya. Melangkah penuh wibawa menghampirinya.
"Silahkan, Yang Mulia." Chaerestus menyodorkan secangkir teh setelah selesai menuangkannya. Keduanya kini mendudukkan diri di sebuah pondokan sederhana yang terletak di tengah-tengah ladang, tempat para pekerja biasa mengistirahatkan tubuh untuk sejenak.
Kaisar Jairus menerimanya penuh suka cita, wajah kerasnya dihiasi senyuman. "Terimakasih," ucapnya dengan tulus, memandang wajah Chaerestus yang menurutnya tetap cantik meski ternodai dengan tanah. Kulitnya yang mengkilap seperti porselen semakin berkilau dibanjiri keringat.
Chaerestus bukan manusia, mungkin jelmaan malaikat— menurut Kaisar Jairus yang jatuh cinta pada pandangan pertama ketika melihatnya berdoa di kuil Athena. Bermandikan cahaya matahari, kulitnya berkilau, menyala-nyala seperti pecahan beling, mencekat napas calon penerus kekaisaran Macedonia. Jairus yang masih remaja dibuat mabuk kepayang sampai rela mengunjungi kuil Athena hampir setiap hari agar bisa bertemu dengan pemuda bermata kucing tersebut.
Tidak hanya bermodal rupa, kepribadiannya yang mandiri sebagai bangsawan membuat Kaisar Jairus kagum. Meski seorang bangsawan, Chaerestus tidak pernah segan untuk turun tangan membantu petani anggur di ladang. Tidak seperti kebanyakan bangsawan yang hanya bisa duduk berleha-leha memandang jongos-jongosnya memerah keringat mereka.
Tidak ada alasan untuk tidak memuja sosok Chaerestus.
"Bagaimana kabarmu?" Kaisar Jairus membuka topik obrolan setelah mencuri satu sisipan teh yang dihidangkan sang tuan rumah. Rasanya masih sama, membuat hati kepalang rindu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Falls For The Sun [KUNYANG]
Fanfiction"Aku bersumpah akan mencintaimu di seluruh kehidupanku, Pangeran." "Maka jiwa dan ragaku hanya akan menjadi milikmu, Jenderal." ©Greysuns