-Halaman ini dipublikasikan pada 05.10.2024
Pangeran Yuanxi, meski tidak dekat, hampir semua orang tahu bagaimana reputasi yang dimiliki remaja berusia 14 tahun itu. Calon pemimpin negara yang penuh wibawa dan pembawaan setenang air di permukaan danau. Kepercayaan dirinya sangat tinggi—terutama dalam hal penggunaan senjata, politik, dan taktik strategi perang. Diusianya yang masih sangat muda, Pangeran Yuanxi bahkan menduduki jajaran sebagai pemanah terbaik di istana.
Tidak ada seorang pun yang meragukan kemampuannya.
Hari perayaan kesembuhan Putra Mahkota adalah hari yang sibuk, barangkali semua orang memperhatikan Pangeran Yuanxi, tak terkecuali sepasang iris coklat gelap yang menemukan kejanggalan di balik wajah yang tampak jauh lebih lugu. Sang Pangeran yang terkenal begitu dingin dan irit bicara selayaknya robot, kini tampak jauh lebih manusiawi.
Li Qianwu, bukan sebab alasan mendapat gelar sebagai Jenderal Langit di saat usianya baru genap dua dekade. Semua berkat kemampuan analisis tingkat tingginya yang mampu membalikkan keadaan di medan peperangan dengan cara tak biasa.
Pandangan Jenderal Li menyipit, memperhatikan interaksi Yuanxi dengan saudara tertuanya, Pangeran Guanlin. Sepasang iris yang selalu terlihat kelam itu berbinar cantik, memperhatikan hadiah yang dipersembahkan oleh kakak tertuanya. Interaksi yang tidak biasa, mengingat hubungan Yuanxi cenderung buruk dengan para saudara-saudaranya. Bahkan dari gestur yang diperlihatkan Pangeran Guanlin, lelaki itu mungkin sama terkejutnya.
"Terus saja dilihati, merindukan sesi latihan bersama?" Suara Dionysius membuyarkan lamunan Jenderal Li. Pasalnya, semenjak kedatangan Yuanxi, temannya sama sekali tidak melepas pandangan dari sosok tersebut.
Ditolehnya Putra Mahkota Macedonia yang sekarang memasang cengiran selebar cengiran kuda—meski dirinya sendiri tidak tahu persisnya selebar apa senyuman kuda.
"Tidak." Dengkusan terdengar setelahnya. "Hanya merasa aneh dengan sosok Pangeran Yuanxi, tidak kah kau merasa begitu?" Jenderal Li balik bertanya.
Pandangan Dionysius menerawang wajah Yuanxi di dekat tahta Kaisar. "Wajahnya jauh lebih cerah dan hidup, hanya aku merasa dia seperti... Sedikit tertekan?" Kedua bahunya mengedik. "Entahlah, aku tidak terlalu dekat dengannya."
"Hampir semua orang di istana tidak dekat dengan Pangeran Yuanxi, kecuali—" pandangan Jenderal Li jatuh pada Jianyu untuk sesaat. "Pangeran Jianyu."
"Hanya dia yang memiliki hubungan paling dekat dengan Putra Mahkota." Jenderal Li menyimpulkan, mengingat betapa tertutupnya keponakannya yang satu itu. Hubungan yang dia jalani dengan para penghuni istana hanya berlandaskan profesionalitas yang dipupuk dengan baik.
Dinding itu berdiri tinggi, diantara Yuanxi dan orang-orang di sekitarnya.
"Kurasa ini sudah waktunya aku memberikan hadiah." Dionysius memberi kode pada Heraestus adiknya untuk berdiri. "Kami duluan."
Jenderal Li mengintip sedikit, penasaran dengan hadiah apa yang dibawa oleh kakak beradik Macedonia itu. "Kalian menghadiahkan anggur?"
"Anggur ini spesial, kami mendapatkan yang terbaik dari pemilik ladang anggur terbaik dari yang paling terbaik di seluruh Yunani Raya." Heraestus yang menjawab, dadanya membusung bangga.
Jenderal Li menaikkan sebelah alisnya penasaran, meski sedikit skeptis mendengar ucapan hiperbola remaja berdarah Yunani itu. "Benarkah?"
Heraestus mengangguk dengan semangat. "Ya, dia kekasih pria ayah kami," katanya dengan blak-blakan. "Chaerestus orang yang baik."
Dionysius sontak saja menarik telinga adiknya, sebelum mulutnya semakin melenceng berbicara kemana-mana. Tidak tahu saja, beberapa pejabat yang mendengar sudah melayangkan tatapan horor kepada mereka. Tak terkecuali Jenderal Li yang masih belum terbiasa dengan pembahasan semacam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Falls For The Sun [KUNYANG]
أدب الهواة"Aku bersumpah akan mencintaimu di seluruh kehidupanku, Pangeran." "Maka jiwa dan ragaku hanya akan menjadi milikmu, Jenderal." ©Greysuns