—Halaman ini dipublikasikan pada tanggal 2024年11月10日
"Wah, bagus sekali!"
Suara itu datang tiba-tiba, membuat Yanxi yang sibuk dengan alat sulamnya terlonjak kaget. Kepalanya menoleh dengan kedua alis menukik, "Hanwei!"
"Ah, kau terkejut?" Heraestus terlihat sedikit bersalah. "Maaf." Dia kemudian mendudukkan diri di kursi sebelah Putra Mahkota sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, memasang senyuman tidak enak.
Yanxi memegang dadanya, dia menghela napas kemudian melirik Heraestus dengan kedua alis bertautan. "Habisnya aku tidak mendengar suara langkah kakimu..."
Heraestus mengerjapkan mata, kemudian menopang kepalanya di meja dengan siku. "Oh, itu, orang-orang biasanya memanggilku si senyap," balasnya sambil mengedipkan sebelah mata.
"Cocok sekali untuk mendukung kelakuanmu..." lirih Yanxi pelan.
Pemuda berkulit tan itu tertawa sebagai reaksi, melihat ekspresi Yanxi yang memuaskan untuknya. "Hahahaha mereka juga bilang begitu!" Dia mengangguk setuju sebelum kemudian tatapannya beralih pada benda di tangan Yanxi. Dia memajukan sedikit tubuhnya mendekat, "Omong-omong aku baru tahu kalau Putra Mahkota sekarang punya hobi menyulam."
Seolah baru tersadar, Yanxi tersentak. Dia menoleh dengan senyuman canggung. "Eh... Hahaha, itu aneh ya?"
"Aneh?" beo Heraestus sambil memiringkan kepalan. "Ah, tidak, bagus kok, terlihat cocok untukmu."
Dia kemudian menyeringai, memajukan tubuhnya lebih dekat. "Xiao Yang, kurasa kau jauh lebih cocok memegang jarum sulam daripada pedang," katanya dengan senyuman lebar.
"Memang boleh begitu?" Alis Yanxi bertautan sampai hampir menyatu, senyuman canggung khasnya masih setia terpasang. "Tolong diam-diam saja ya... Aku takut terlihat aneh, apa kata orang-orang nanti..." pintanya.
Heraestus menegapkan tubuhnya, dia menyilangkan tangan, kedua bahunya mengedik acuh. "Siapa peduli? Kalau aku, akan aku tunjukan hasil karyaku dengan bangga. Selama tidak berbuat keji, bukan masalah besar."
"Dunia tidak berjalan seperti itu, Hanwei..." Yanxi memegangi kepalanya lelah.
Lelaki berdarah Macedonia itu menekuk bibirnya sedikit, matanya menatap ekspresi lelah Putra Mahkota innocent. "Menyulam bukan pekerjaan perempuan kok, semua gender bisa melakukannya. Berpedang juga bukan pekerjaan laki-laki, penjaga benteng di Timur Dinasti Tang seorang jenderal wanita."
"Beberapa Dewi di Yunani yang juga disembah oleh para prajurit sebelum pergi berperang juga seorang wanita, seperti Athena." Heraestus melipat tangannya di belakang kepala sembari menyandarkan punggung pada sandaran kursi. "Tidak ada batasan dalam melakukan sesuatu selama tidak menyakiti orang lain, ayahku bilang begitu." Pandangannya jauh menerawang ke langit.
"Kaisar Jairus orang yang terbuka sekali..." gumam Yanxi. "Hanwei, tidak masalah menunggu sebentar, kan?"
Heraestus mengibaskan tangannya. "Tidak, tidak, lanjutkan saja, aku akan melihat." Dia kembali mendekat dengan senyuman lebar, mengamati pola kain yang disulam oleh sahabatnya.
"Kamu terlihat senang," celetuk Yanxi saat melirik Heraestus, ekspresinya tidak dapat berbohong. Jika senang ekspresi Heraestus akan secerah matahari, jika sedang dalam suasana yang tidak baik, anak itu tiba-tiba akan menghilang atau menekuk mukanya menjadi 10 bagian.
Heraestus menyandarkan tubuhnya pada meja, menopang dagu dengan tangan sambil matanya masih terpaku pada gerakan tangan anggun Yanxi yang memukau. "Hasil tangan Xiao Yang cantik-cantik, siapa yang tak senang melihatnya," pujinya tulus. "Bunga, salju, awan, apa makna dari sulaman ini?" Dia bertanya penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moon Falls For The Sun [KUNYANG]
Fanfiction"Aku bersumpah akan mencintaimu di seluruh kehidupanku, Pangeran." "Maka jiwa dan ragaku hanya akan menjadi milikmu, Jenderal." ©Greysuns