4

4.1K 343 5
                                    

Tatapan tajam itu mengarah pada gedung-gedung tinggi, melihat itu semua dari jendela ruang kerja miliknya. Hal ini sudah sangat biasa dirinya lakukan jika sedang sendirian berada di ruangan ini, menikmati semuanya seakan-akan tempat ini masih sama dari tiga tahun yang lalu di mana ada istrinya yang selalu menemani hari-harinya di sini, setiap harinya wanita cantik itu pasti akan berada di sini melihatnya bekerja dan terus melakukan itu semua walaupun terkadang dirinya cuek, tapi itu semua hanya tinggal kenangan saja karena nyatanya wanita yang sudah membawa begitu banyak ketenangan itu sudah pergi kembali ke dalam pelukan sang pencipta.

Rasa bersalah masih terus ada di dalam hatinya sampai saat ini walaupun kejadian itu sudah berlalu, sudah tiga tahun sejak kejadian itu tapi sampai sekarang ia selalu merasa menyesal, kenapa dulu dirinya cuek? Kenapa ia selalu sibuk sehingga tak ada waktu untuk wanita yang sangat dirinya cintai itu? Padahal pada saat itu sang istri tengah mengandung, di saat-saat wanita itu membutuhkannya ia malah sibuk sampai pada akhirnya terjadi pendarahan saat proses persalinan itu sehingga menyebabkan istrinya pergi dan hanya meninggalkan anak kedua mereka bersama dengannya, ini kehamilan kedua bagi wanita itu dan ia mengira semuanya akan baik-baik saja tapi nyatanya takdir mengatakan hal yang berbeda.

Ia harus menelan pil pahit itu sendirian akibat di tinggal istrinya sendirian untuk membesarkan kedua anak mereka, sangat sulit untuknya melakukan itu semua karena kedua anaknya masih sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu tapi nyatanya ibu mereka sudah pergi lebih dulu sedangkan dirinya tak bisa menggantikan peran itu untuk kedua anak mereka, bahkan bukan hanya dirinya saja yang hancur akan kehilangan wanita itu, tapi anak pertamanya juga merasakan hal yang sama, bahkan lebih dari dirinya.

Sifat anaknya itu menjadi tertutup padanya dan semua orang yang ada di dalam mansion ini, mungkin jika di lihat tempat ini sudah mati di bawa oleh istrinya dulu yang menjadi sumber cahaya dari tempat ini, hanya anak bungsunya yang selalu meramaikan tempat ini dengan tingkah lakunya yang selalu menggemaskan setiap saatnya, seakan-akan anaknya itu menggantikan posisi ibunya di sini untuk membuat suasana terasa hangat kembali, tapi itu semua masih tak cukup sama sekali, ia membutuhkan wanita itu langsung bukan kloningannya.

"Nyatanya rasa bersalah itu selalu ada di dalam hatiku, sayang." ujar pria itu saat tatapannya mengedar ke arah foto besar di mana ada istrinya tengah tersenyum di sana, semua kenangan ini seakan mencekiknya dari sebuah rasa bersalah yang setiap saatnya kian membesar.

Terdengar suara ketukan dari pintu ruangan miliknya, membuat pria itu langsung berjalan ke arah sana untuk melihat siapa yang datang saat ini, mungkin pengawal yang ada di mansion ini karena jika itu orang lain, sangat tak mungkin.

"Maaf menganggu waktu Anda Tuan Maverick, saya hanya ingin mengatakan apa Anda yakin hari ini akan bertemu Tuan besar? Setahu saya hari ini dia ada agenda untuk mendatangi rumah seseorang yang berhutang begitu banyak uang pada Tuan besar, jika memang Anda masih ingin bertemu maka saya akan menyampaikannya secara langsung nanti," ujar pengawal itu dengan menunduk patuh.

"Agenda lagi? Sudah berapa banyak rumah yang akan dia sita? Sudah tua bukannya berhenti melakukan hal yang aneh, dia malah semakin menjadi saja. Katakan padanya jika hari ini kami harus bertemu, jika dia tak datang maka saham yang ada akan saya cabut." ujar pria itu, ia Maverick Abian.

"Baik Tuan, saya akan menyampaikan semuanya pada Tuan besar nanti. Saya mohon izin untuk pamit."

Pria itu hanya menganguk melihat kepergian pengawalnya itu, ia masih bertanya-tanya apa yang akan ayahnya itu lakukan hari ini? Beberapa hari yang lalu ayahnya itu kembali dengan membawa seorang pemuda bersama dengannya dan hari ini apa lagi? Jujur saja semakin bertambah usia pria yang ia panggil ayah itu semakin jadi saja tingkahnya, membuat dirinya pusing sendiri. Setelah ibunya pergi meninggalkan ayahnya itu, bukannya belajar dari kesalahan, pria itu malah semakin liar saja.

Untung saja untuk sikap bodoh ini tak menurun sama sekali padanya sehingga ia bisa lebih santai lagi, membayangkan saja tak bisa apa lagi jika harus melakukan hal yang sama. Ia memang sudah tak sebaik dan ceria dulu karena di tinggal pergi, tapi untuk melakukan hal yang sama seperti ayahnya itu sangat tak mungkin sama sekali.

"Apa bagusnya dari para pemuda itu? Ayah selalu mengatakan jika mereka sember uang untuknya, itu artinya banyak orang yang ingin bercinta dengan seorang pemuda? Tak mungkin itu seorang wanita bukan? Pasti pria, tapi apa enaknya?" ujar Maverick pada dirinya sendiri, ayahnya sering mengatakan jika seorang pemuda jauh lebih menguntungkan dari pada mengambil seorang wanita untuk di perkerjakan sebagai orang bayaran yang akan melayani nafsu dari orang yang membelinya, tapi sampai detik ini ia masih belum tahu alasan bagaimana itu semua bisa terjadi? Apa enaknya berhubungan dengan seorang pria? Sesama jenis dengannya.

"Memikirkan itu semua membuatku semakin merasa jika tingkah ayah bertambah liar saja." ujar Maverick tak habis pikir, selama ini ia selalu memiliki kekasih seorang wanita dan menikah dengan wanita juga jadi untuk hal baru ini ia sama sekali tak tahu, sungguh di luar nalarnya.

"Daddy~ daddy tenapa lamun?"

Pria itu tersentak saat mendengar suara seseorang dari arah bawah, sehingga secara cepat menatap ke arah sana di mana ada anaknya tengah tersenyum senang melihatnya.

"Kamu dari mana saja tadi?" tanya Maverick heran, maid yang ada mengatakan jika anaknya pergi bersama salah satu pengawal ke sebuah restoran karena ingin makan sesuatu, tapi sekarang ia ingin mendengar itu semua dari anak bungsunya ini, dirinya begitu menyayangi kedua anaknya walaupun terkadang perlakuannya membuat mereka takut padanya.

"Gian habic te lestolan! Beli es tlim~" ujar balita itu, dia Gyan Abian, anak bungsu dari Maverick yang saat ini baru berusia 3 tahun lebih sedikit.

"Kenapa tak minta bikinin dari maid?" tanya Maverick dengan menoel pipi besar anaknya itu, membuat Gyan tersenyum sehingga barisan gigi rapinya terlihat sangat menggemaskan.

"Gian penen beli daddy! Teluc tamu cama tata bait!" ujar Gyan dengan semangat, ia masih ingat jelas jika tadi ada kakak baik yang sudah membantunya di antara begitu banyak orang di luar tadi.

"Besok kita cerita-cerita lagi ya? Sekarang sudah lumayan larut jadi Gyan harus tidur duluan hm? Karena tadi kamu habis dari luar jangan lupa mengganti pakaian minta bantuan sama bibi nanti." ujar Maverick, ia sangat tahu bagaimana anaknya itu, pasti ingin bicara banyak hal dengannya, sayangnya sekarang sudah lumayan larut sehingga balita itu harus istirahat lebih dulu, balita itu memang suka sekali membeli sesuatu larut malam seperti ini.

Balita itu menganguk dengan semangat sebelum memeluk kedua kaki daddynya sebentar dan berlari dari sana, mungkin besok ia baru akan bicara tentang banyak hal pada daddynya itu, sekarang ia harus tidur dulu.

Langkah kecil itu memelan saat berpapasan secara langsung dengan kakeknya, daddynya selalu melarangnya untuk dekat dengan pria yang berstatus sebagai kakeknya itu jadi sekarang ia harus menghindar lebih dulu.

"Glenpa na selem!" ujar Gyan dengan pelan sebelum kedua mata bulat itu terlihat memicing melihat kakak yang tadi sudah membantunya ada di sana, tapi kenapa orang-orang itu menarik kakak baik?

Terlihat kakak baik itu terjatuh membuat kedua mata bulat itu melotot melihatnya.

"Heh! Nda boyeh ditu!" ujar Gyan menatap para pengawal itu dengan tatapan mata memicing miliknya, kakak baik tak boleh di jahatin!

Bersambung...

Votmen_

Paman Duda {BXB}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang