<18> "Perasaan yang berbeda"

90 36 8
                                    

Wira menarik ku keluar dari ruang VVIP, menghempaskan tanganku begitu saja ketika kita berdua sudah berada di luar ruangan. Ku tatap tajam matanya meminta penjelasan atas apa yang dirinya lakukan. Apa dia baru saja menolakku untuk bertemu dengan bang Kaisar. Dia kakakku, kakak kandungku sendiri.

"Berhenti menemui Bang Kaisar! Lo itu tidak di anggap sama dia, ingatan tentang Lo ngga pernah ada di otaknya. Jadi sadar diri, bodoh!"

Perkataan Wira membuat ku bungkam sesaat. Mencari kebenaran dalam pancaran matanya yang semakin menatapku dengan tajam. Rasa bencinya terlihat begitu ketara ketika melihat ku. Adik tiri bang Kaisar ini tidak pernah mau kalah.

"Setidaknya biar gue dengar sendiri, kalo Bang Kaisar memang tidak mengingat gue sebagai adiknya!"

"Dengar apa lagi, bangsat! Lo udah denger kemarin bukan!? Sakit jiwa! Itu yang Bang Kaisar katakan sama Lo!"

"Itu karena Bang Kaisar belum tahu lebih jauh soal kebenarannya. Ijinin gue masuk dan bicara empat mata sama Bang Kaisar!"

"Ngga akan pernah!"

Wira maju satu langkah ke arahku, dan mendorong bahuku dengan jari telunjuknya. Sorotnya masih menatapku dengan aura kebencian yang semakin menguar dalam. Aku tidak akan pernah menyerah untuk bertemu dengan kakakku sendiri. Dia hanya adik tiri, tidak lebih berhak dari aku yang adik kandungnya.

Maka dari itu, dengan gerakan yang sudah ku perhitungkan. Aku berjalan masuk ke dalam ruangan menerobos Wira yang masih berusaha menahan ku. Kegaduhan di pintu ruangan pasti dapat membuat bang Kaisar sadar. Setidaknya kehadirannya yang mungkin mau bertemu denganku, membuat Wira berhenti mencegah ku untuk masuk.

"Gue bilang, ngga boleh! Tuli Lo!"

Aku masih berusaha menerobos masuk ke dalam, walau tangan Wira masih terus menghalangi. Dengan ku paksakan sekuat tenaga, berteriak lantang agar bang Kaisar keluar. "Bang Kaisar! Ini gue Raja!"

"Diem anjing!"

"Bang! Gue adik Lo! Bang Kaisar!"

Wira terus mencoba agar aku menjauh dari pintu masuk, hingga tenaga ku kalah dengannya. Dan terjerembab jatuh ke lantai akibat dorongannya yang kuat untuk tubuhku yang masih lemas. Dapat ku lihat Wira yang menatapku penuh emosi.

"Bebal! Dasar gila!"

"Masuk!"

Aku terkejut ketika pintu ruangan tempat bang Kaisar terbuka. Menampilkan sosok yang sedari tadi ku inginkan bertemu. Bang Kaisar menatapku penuh perintah. Dengan cepat, diriku bawa bangkit dan masuk ke dalam ruangan. Suara Wira yang mendesah kesal dapat ku dengar sebelum pintu ruangan benar-benar ku tutup.

Mengekori bang Kaisar yang sudah duduk di atas ranjang rawatnya. Ada selang infus yang terpasang pada lengan kirinya. Wajahnya tidak sepucat kemarin malam ketika aku melihat dirinya kesusahan mengambil napas. Syukurlah, sepertinya kali ini bang Kaisar sudah lebih baik dari sebelumnya.

Ku beranikan melangkah mendekat padanya, namun satu kata perintah dari bang Kaisar menghentikan langkahku sejenak.

"Berhenti di situ. Jaga jarak sama gue! Gue mengizinkan Lo masuk cuma ingin bertanya dan Lo wajib menjawabnya dengan jujur!"

Aku mengangguk mantap mendengar perintahnya. Apapun pertanyaan dari bang Kaisar akan ku jawab untuk meyakinkan dirinya bahwa aku adalah adiknya. Adik kandungnya yang dulu selalu bermain dengannya ketika kecil. Untuk mengingatkan sekali lagi agar ingatannya tentangku kembali.

"Lo bener adik gue?! Adik kandung gue?!"

"Iya Bang! Gue Raja Nusantara. Adik Abang dan Bang Sultan, kita saudara bertiga. Dulu kita selalu bermain bersama ketika Papah dan Mamah masih bersama." jawabku dengan lancar tanpa keraguan.

Jangan Ajari Aku SabarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang