019 END

1K 91 8
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







***

















Setahun kemudian

























Pagi itu di rumah Tiffany terasa begitu tenang, hanya terdengar bunyi langkah kaki yang gemericik dari dapur. Karina berdiri di depan meja dapur, tengah mempersiapkan bahan-bahan untuk sarapan. Dia berencana memasak Kimchi Jjigae—menu yang sudah menjadi favorit keluarga ini setiap kali mereka berkunjung ke rumah Tiffany. Kelezatan kuah pedas yang dipadukan dengan asam segar kimchi selalu bisa membangkitkan selera mereka.

Namun, ketenangan itu pecah ketika Minsik muncul dari ruang tamu dengan langkah gontai. Wajahnya menunjukkan ekspresi malas, kantuk masih menguasai tubuhnya. Tapi bukan itu yang menarik perhatian Karina—melainkan rengekan Minsik yang mulai terdengar, seperti anak kecil yang kelaparan.

"Karina..." Minsik merajuk, suaranya menggelitik saraf sabar Karina. "Aku lapar."

Karina menoleh sekilas ke arah Minsik dan mendesah pelan. Dia sudah terbiasa dengan kelakuan kekasihnya yang seringkali manja di hadapannya. Dengan enggan, Karina melanjutkan memotong sayuran, "Sebentar lagi juga selesai."

Minsik tak menyerah, malah mendekati Karina sambil menarik ujung baju tidurnya seperti anak kecil yang minta perhatian. "Tapi aku lapar sekarang..." rengeknya lagi, kali ini dengan suara lebih mendayu.

Karina menutup mata sejenak, mengendalikan rasa kesal yang mulai muncul. Setelah menata napas, ia menoleh ke arah Minsik dan memberikan senyum tipis. "Kalau kamu mau, aku bisa buatkan telur dadar dulu," tawarnya, meski dia tahu itu tidak akan menyelesaikan masalah. Minsik sering merengek untuk hal-hal kecil, dan Karina sudah terbiasa dengan itu. Namun, pagi ini dia merasa sedikit lebih terganggu.

Sebelum Minsik sempat menjawab, terdengar suara langkah kaki dari tangga yang menuju lantai bawah. Tiffany muncul dengan senyum lembut di wajahnya. Rambutnya tergerai rapi, mengenakan baju tidur satin yang berkilauan, masih terlihat elegan meskipun baru bangun tidur. Dia melirik ke arah Minsik yang masih dengan wajah merajuk, tangannya terangkat dan memukul pelan belakang kepala anaknya itu. "Bangun pagi-pagi bukannya membantu, malah merengek seperti ini?"

Minsik memutar tubuh dan meringis, sambil mengusap bagian belakang kepalanya, "Aduh, Ibu, aku kan cuma lapar."

Tiffany menggelengkan kepala dengan senyum tipis sebelum berjalan mendekati Karina. Dia berhenti di sampingnya, memandang sekilas ke dalam panci yang sudah mulai mendidih. "Kamu selalu tahu cara memasak," ucap Tiffany pelan, seolah memuji.

Karina hanya mengangguk kecil sambil tersenyum sekilas. "Terima kasih, Ibu."

Saat itu, Tiffany dan Karina terlihat seperti ibu dan anak lebih dari hubungan ibu-menantu mungkin. Keakraban mereka berkembang pesat sejak setahun lalu.

A Melody In The Silent Night | Winrina ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang