Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan lupa vote dan komen. Tandai jika ada typo.
❃.✮:▹ ⛈️ ◃:✮.❃
Di tengah malam yang basah dan gelap, hujan mengguyur deras, membasahi jalan-jalan di Tokyo. Lampu-lampu kota memantulkan cahayanya di atas aspal yang licin, menciptakan pendar-pendar samar di sepanjang trotoar. Rintik air mengalir perlahan menuruni jendela apartemen yang terletak di lantai delapan, menambah suasana dingin dan sunyi yang menguasai malam itu.
Itoshi Rin berdiri di depan jendela kamarnya, memandangi langit malam yang hitam pekat tanpa bintang. Pandangannya kosong, namun jauh di dalam pikirannya, badai tak henti-hentinya bergolak. Hujan deras seolah menjadi cerminan dari kekacauan yang dirasakannya, seperti beban berat yang tak pernah hilang, bahkan bertambah setiap kali kenangan tentang masa lalu yang menghantuinya kembali. Sesekali kilat menyambar, memperlihatkan refleksi wajahnya yang muram di balik kaca. Sorot matanya dingin, kosong, namun di balik itu, ada sesuatu yang jauh lebih dalam—sesuatu yang tak pernah bisa ia lepaskan, meski ia telah berusaha keras melupakan.
Rin tidak pernah bisa memaafkan dirinya sendiri atas apa yang telah terjadi beberapa tahun lalu. Pada saat itu, ada seorang gadis yang mengisi hari-harinya dengan senyum dan tawa. Gadis itu, bernama (Name), adalah sosok yang pernah begitu berarti dalam hidupnya. Namun, semuanya berubah ketika kesalahan yang tak termaafkan terjadi. Rin, dalam amarah yang tak terkendali, mengucapkan kata-kata yang tak seharusnya ia katakan. Ia menyakiti (Name), bukan hanya secara emosional, tetapi juga secara mental, hingga gadis itu perlahan-lahan menjauh darinya, meninggalkannya dengan luka yang tak pernah sembuh.
Dan kini, (Name) sudah tiada. Gadis itu meninggal dunia beberapa tahun lalu dalam sebuah kecelakaan tragis. Kabar itu menghancurkan Rin. Ia merasa seolah-olah dunia yang dikenalnya runtuh di hadapannya. Sejak saat itu, rasa bersalah selalu menghantui setiap langkahnya, seperti bayang-bayang yang tak pernah bisa ia hindari. Ia merasa bahwa kematian (Name) adalah salahnya. Seandainya saja ia tidak mengatakan kata-kata kejam itu, mungkin semuanya akan berbeda.
Hujan semakin deras, membuat suara gemericik air terdengar seperti simfoni duka di telinga Rin. Ia menarik napas panjang, merasakan dinginnya malam meresap hingga ke dalam tulang. Tangan kanannya terangkat, menyentuh permukaan kaca yang dingin dan basah, seolah mencoba merasakan kehadiran (Name) di balik sana. Namun, yang ia rasakan hanyalah kekosongan. Wajah (Name) terus menghantuinya, senyumnya yang dulu hangat kini hanya menjadi kenangan pahit yang tak bisa ia lupakan.
Malam itu berlalu dengan lambat. Rin akhirnya memutuskan untuk melepaskan pandangannya dari jendela dan kembali ke tempat tidurnya. Namun, meski ia berbaring, matanya tetap terbuka, menatap langit-langit kamarnya yang gelap. Bayangan (Name) masih menari-nari di pikirannya, seperti sebuah mimpi buruk yang tak pernah berakhir.
❃.✮:▹ 🌥 ◃:✮.❃
Keesokan paginya, hujan telah reda. Awan-awan kelabu masih menggantung rendah di langit Tokyo, namun setidaknya sinar matahari mencoba menembus di sela-sela awan, memberikan sedikit kehangatan pada kota yang dingin. Rin bangun dengan perasaan yang masih sama-berat dan hampa. Hari itu, ia memutuskan untuk keluar dan menghabiskan waktu di luar, berharap udara segar bisa sedikit mengalihkan pikirannya.