GAWAT 1

94 6 1
                                    

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading

Pagi hari, Rara terbangun dengan rasa yang sangat tidak enak. Badannya pegal semua serta kepalanya pusing. Gadis itu buru-buru bangun dan menatap dirinya di kaca rias. Ia terlihat pucat, tapi ia harus menetralisir pucatnya dengan riasan. Terlebih dahulu Rara mengikat rambutnya, ia beberapa kali memijit kening yang terasa pusing. Berjalan gontai menuju kamar mandi.

Beruntungnya saat pintu terketuk ia sudah selesai mandi dan merias wajahnya senatural mungkin. Rara menghela napas pelan, ia berjalan dan membuka pintu. Didepan ada Kak Jennie dengan senyuman khasnya. Rara berusaha menyembunyikan wajah kesalnya pada calon kakak iparnya itu.

"Kamu udah cakep banget pagi-pagi." Jennie tersenyum pada Rara. Jika saja Rara tahu, kakak iparnya itu sebenarnya sayang pada nya. Cuma muka Jennie memang terlihat arogan jadi seperti dibuat-buat.

"Iya, aku udah mandi jadi sekalian aja cakep." Rara tidak suka berbasa-basi. Jennie yang menyadari nada tak ramah dari Rara hanya terkekeh.

"Kamu udah dipanggil Ibu buat sarapan." Jennie menggandeng tangan Rara. Mau tidak mau Rara tetap berjalan berdampingan dengan Jennie. Ia sebenarnya sangat tidak suka cara basa-basi Jennie. Sejujurnya, Rara menyimpan kecurigaan penuh pada kakak iparnya itu.

Keduanya sampai di ruang makan. Rara tidak menyangka jika disitu anggota keluarganya semua ada. Ibu, Ayah dan juga kakaknya. Rasanya sangat canggung.

"Gimana kabarnya Rara sayang?" tanya Ayah.

Rara terduduk di kursi sambil tersenyum tipis. Tenggorokannya berasa tercekat. Harusnya ia senang bukan keluarga nya sudah berkumpul lengkap. Tapi kenapa hatinya tidak tenang?

"Baik Ayah, kalau Ayah sendiri gimana?"

"Baik banget, apalagi lihat kamu yang sudah tumbuh semakin cantik. Ayah jadi berasa beneran punya anak cowok dan cewek."

"Ayah gimana sih, kan emang kita dari dulu punya anak?" sindir Ibu.

Ayah tertawa garing. Benar-benar seperti Kun yang tidak bisa mengeluarkan lelucon. Sangat garing.

"Maaf, maaf. Kalau gitu ayo kita makan. Ayo Jennie, Kun, semuanya." Ayah tersenyum menatap semua orang satu persatu.

Baru saja satu suapan, Rara rasanya ingin sekali muntah. Ia berusaha menetralisir ekspresinya dan menelan makanan. Teringat sebuah alasan yang sangat masuk akal.

"Semuanya, aku keinget kalau aku ada kelas sebentar lagi." Rara terlihat panik sambil mengecek ponsel.

"Mau kakak anterin gak Ra?" tawar Kun.

Rara menggeleng. "Aku bareng Aura kok. Kalau gitu aku siap-siap dulu ya." Ia menyalami tangan Ayah, Ibu dan Kak Kun. Jennie tidak, tapi hal itu hanya membuat Jennie terkekeh. Ia tahu, mungkin Rara masih belum terbiasa dengan keberadaannya. Dan terlihat jika mood gadis itu tampak tidak baik.

Ia berhasil berbohong. Entah mengapa semakin kesini Rara banyak bohongnya. Gadis itu berjalan gontai menuruni halte bus. Tubuhnya terasa sangat lelah, benar-benar lelah. Tapi ia harus segera ke rumah sakit. Mau tidak mau ia harus tahu apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya tanpa keluarga atau orang yang mengenalnya tahu.

"Ra." Sebuah panggilan yang familiar itu membuat Rara mempercepat langkahnya. Tangan Rara maju mencegah pergerakan cowok yang kini berhasil menyamai langkah nya.

"Ra, gue..."

"Enggak Lucas, Lo kenapa keras kepala banget sih? Tinggalin gue sekarang. Gue udah gak mau ketemu sama Lo lagi."

Lucas membeku sejenak, namun ia masih setia disebelah Rara. Hingga sebuah isakan terdengar amat jelas.

"Gak usah peduli lagi sama gue. Habis ini gue juga bakalan hancur sendiri. Udah ya, Lo pergi sekarang."

"Gue gak bisa hidup tanpa Lo, Rara." Lucas menunduk menggenggam kedua tangan gadis kecil di hadapannya. Bahkan sampai beberapa kali mengecup punggung tangan Rara.

"Gak usah sok ngalem deh, gue tau alurnya. Habis ini Lo bakalan ngerusak gue lagi." Rara melepaskan tangannya perlahan-lahan. Ia benar-benar muak dengan pria tinggi dihadapannya itu. Dasar bajingan!

"Gue serius Ra, Lo sama sekali gak ngerasa kah? Kalau gue sesayang itu sama Lo."

Rara menundukkan kepalanya sambil mengepalkan kedua tangan. "Gue juga serius anjing! Semakin gue deket sama Lo. Semakin gue bakalan dilempar keluar dari keluarga gue!" Rara berteriak keras sebelum akhirnya ia meninggalkan Lucas sendirian berdiri sambil menatap punggungnya tanpa bergerak sedikit pun.

Sial, air mata Lucas mengalir keluar. Kehilangan Rara rasanya sangat hancur. Ia benar-benar tidak tahu lagi bagaimana caranya agar gadis itu bisa memaafkannya. Setelah ini mungkin ia tidak bisa tidur nyenyak dan selalu memikirkan Rara.

🦁

Setelah menunggu kurang lebih 30 menit akhirnya Rara dipanggil juga untuk menuju ruangan dokter. Jantungnya tak henti berdebar saat dokter mulai mengecek tensi kemudian mengambil darahnya untuk cek kesehatan.

"Anda mengalami anemia, kalau bisa jangan terlalu lelah beraktivitas dan pastikan jaga pola makan. Jangan makan makanan yang bisa menurunkan darah."

Rara menghela napas pelan, ternyata hanya anemia. Sumpah ia sangat bersyukur dalam hati. Rasanya ingin berteriak gembira. Pokoknya setelah ini ia harus jauh-jauh dari cowok buaya itu agar ia tidak kebobolan hamil. Kan bisa bahaya.

Setelah mengambil obat di apoteker, Rara segera keluar dari rumah sakit. Sebelumnya ia mampir dulu ke toko kue kesukaannya kemudian berjalan menuju halte bus.

"Kakak!" sapa Rara dengan ramah saat melihat Kun sedang mencuci mobil didepan rumah. Kakaknya itu tersenyum kemudian menyambut Rara.

"Gimana kuliahnya hari ini?"

"Biasa aja sih, ini aku beliin buat Kakak." Rara menyerahkan satu paper bag kue kesukaan Kun.

"Makasih sayang, tumben kamu kelihatan seneng habis pulang kuliah?"

Rara hanya menggeleng. "Gak papa, soalnya aku berhasil beli kue kesukaanku. Kalau gitu aku masuk dulu, bye!" Ia melangkahkan kaki memasuki rumah.

Beruntungnya ia tidak bertemu siapa-siapa sampai masuk ke dalam kamar. Rara benar - benar bernapas lega kali ini. Ia juga sudah membuang obat pencegah kehamilannya tadi di jalan. Setidaknya ia tidak meninggalkan jejak yang bisa membuat keluarga curiga.

"Jadi sebenarnya gue ini bahagia gak sih hidup di dunia ini?" Rara urung membuka kue nya karena ia tiba-tiba saja overthinking dan tidak mood.

"Kenapa sih gue harus selalu jadi anak baik di keluarga ini?"

"Gue bahkan udah kehilangan orang yang sering bikin gue ketawa. Karena ya percuma, kalau gue pertahanin hubungan sama dia. Yang ada gue malah sial dan gue pasti kena makian keluarga gue."

"Sakit! Kenapa gue harus lahir?" Rara meremas kedua pahanya sendiri. Mendadak terasa sesak dan moodnya benar-benar kacau mengingat kenyataan yang harus ia hadapi jika ia tidak banyak berbohong akhir-akhir ini.

Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif dan berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi.

Aura menghela napas pelan, ia heran mengapa akhir-akhir ini Rara jarang aktif di medsosnya. Bahkan sekarang semuanya menjadi privasi termasuk chatnya yang ia matikan centang biru.

"Lo kenapa Qian Rara?" gumam Aura sambil menatap ponselnya.

To be continue....







 

Mr. Confident || Lucas 🦁🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang