6.Pelukan Hangat

210 24 4
                                    

Jam digital di dashboard mobil menunjukkan pukul 22

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam digital di dashboard mobil menunjukkan pukul 22.30. Pikiran Jeno melanglang buana entah ke mana, sangat berbahaya saat memegang kemudi, alhasil mobil yang sedang dikendalikannya oleng, di depannya ada tiang listrik yang hampir ditabraknya, namun dalam jarak beberapa sentimeter lagi mobil terhenti. Tubuh Jeno tersentak keras ke depan karena ngerem mendadak. Untungnya ada sabuk pengaman yang menahannya, hingga terhindar dari benturan.

Wajah Jeno tertelungkup di lingkaran kemudi selama beberapa saat, menetralkan kembali degup jantung dan perasaannya yang masih syok.

Setelah kembali tentang, Jeno serasa tak asing dengan jalan itu. Sadar tak sadar, laju mobilnya membawanya pada jalan yang seminggu lalu dilewati. Jalan menuju rumah Karina. Terbersit dalam hati ingin menemuinya, setelah teringat janjinya kepada Axel.

Jeno kembali menjalankan mobilnya dengan laju pelan. Setidaknya, kalau pintu rumah Karina sudah tertutup rapat, dan lampu-lampu ruangannya sudah gelap, hati Jeno bisa sedikit tenang, meski hanya lewat di depan rumahnya.

Namun, beberapa meter sebelum rumah Karina, Jeno melihat seorang pria dengan sepeda motor matic keluar dari rumahnya. Wajahnya kurang begitu jelas, namun ada sesuatu yang meyakinkan Jeno, dari jaket yang dikenakan pria itu, jaket denim yang diberikan Jeno pada Johnny tempo hari.

Setelah Sepeda motor itu tidak terlihat lagi, Jeno mempercepat laju kendaraannya, khawatir terjadi sesuatu pada Karina.

Jeno bergegas turun dari mobil. Pintu rumah Karina masih terbuka. Di depan pintu, Jeno melihat Karina duduk bersimpuh di lantai dalam keadaan menangis.

Krina menoleh karena suara langkah dari luar. Buru-buru ia menyeka air mata. Karina tidak menyangka Jeno akan datang lagi. Ia bangkit berdiri, menyambut kedatangan Jeno, yang ia pikir datang bersama Axel. Karina tersenyum cerah seolah tidak terjadi apa-apa, tapi mata bengkaknya tak bisa membohongi Jeno.

"Apa Axel masih di mobil?" Karina melongok ke luar pintu, mencari-cari keberadaan Axel.

"Aku datang sendiri."

Dalam benak Karina bertanya-tanya, ada apa pria 'beristri' ini menemuinya selarut ini.

"Silakan duduk!"

Bukannya menuju kursi, Jeno malah berjalan mendekati Karina.

"Barusan, aku liat Abangmu keluar. Apa dia nyakitin kamu lagi?"

Sorot mata yang teduh itu membuat hati Karina luluh. Bibirnya bergetar menahan tangis. Namun, apalah daya, cairan hangat itu tak terbendung, berjatuhan dari pelupuk matanya. Jeno menarik pinggang ramping Karina, membawanya ke dalam dekapan.

Karina terkejut dengan tindakan Jeno. Tangannya menempel di dada bidang lelaki itu, bermaksud melepaskan diri. Akan tetapi, Jeno tak bisa membiarkan Karina memendam luka seorang diri. Jeno semakin merapatkan pelukannya.

"Menangislah bila membuat perasaanmu lebih baik. Tidak apa-apa. Jadikan bahuku untukmu bersandar." Suara berat itu berbisik lembut di telinga Karina.

Karina pasrah menangis di pelukan Jeno, air matanya membasahi pundak kokoh pria itu. Hati Jeno turut merasa sakit mendengar isakan tangisnya.

Angel Beside MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang