12.Perkelahian

256 24 4
                                    

Detik demi detik, perasaan Karina sudah tak karu-karuan, berbagai firasat buruk campur aduk di benaknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Detik demi detik, perasaan Karina sudah tak karu-karuan, berbagai firasat buruk campur aduk di benaknya. Yang paling ditakutkan, Jessica yang memergoki mereka. Meskipun Karina tidak bersalah, dalam kondisi seperti sekarang, siapa yang akan percaya? Menyangkal dengan berbagai alasan pun akan percuma.

Pintu terdorong dari luar. Sesosok bocah datang ke kamarnya dalam keadaan terisak-isak. Karina menghembuskan napas lega, ketegangannya plong begitu saja.

"Kak Karina!"

"Axel. Bukannya kamu sudah tidur?"

Karina duduk di tepian ranjang, Axel menghambur ke pelukannya, tangisnya semakin menjadi.

"Kamu kenapa? Apa yang terjadi?" Karina mengelus rambut anak lelaki itu, mencoba menenangkannya.

"Kak Karina...." Napas Axel tersengal-sengal sehingga apa yang ingin diucapkannya tak kunjung selesai.

"Iya, kenapa, Sayang?"

"Aku ... aku terbangun karena mimpi buruk." Axel kembali mengangkat wajahnya dengan air mata yang masih berlinang.

Karina mengusap air mata di pipi mungilnya. "Tidak apa-apa, kan hanya mimpi."

"Tap-tapi, mimpinya sangat mengerikan."

"Memangnya kamu mimpi apa?"

"Mimpi, nghh ... mimpi Kak Karina meninggal."

Karina cukup tersentak mendengar mimpi bocah itu. Apa karena tadi Axel mendengar ancaman Johnny padanya? Atau hanya karena Axel terlalu takut kehilangannya?

"Tidak apa-apa, jangan takut, bukannya Kak Karina sekarang ada di sini." Karina semakin erat mendekap tubuh mungil bocah lelaki itu, mengecup puncak kepalanya.

Jeno yang berada di samping tempat tidur, spontan bilang 'amit-amit' menanggapi mimpi sang anak. Ya, tadi sepersekian detik sebelum pintu terbuka, tubuhnya bergulir ke samping tempat tidur. Sampai saat ini masih belum menampakkan diri.

"Kak Karina, jangan pernah pergi tinggalin Axel, ya," mohon Axel dengan mata berkaca-kaca.

"Kak Karina belum bisa memastikan, Sayang. Situasi ke depan tidak ada yang tahu akan seperti apa."

Pelukan Axel semakin erat. "Pokoknya, Kak Karina harus berada di sini lebih lama." Axel terdiam beberapa detik, baru kemudian melanjutkan kembali kalimatnya, "Kak Karina, mau tidak jadi Mama Axel?"

Jeno hampir berteriak kegirangan, kalau tidak cepat-cepat membekap mulutnya. Ucapan sang anak seperti mewakili perasaannya, padahal Jeno tidak pernah sekali pun mengajarkannya.

Karina tersenyum getir, menyentuh pipi Axel. Tertegun beberapa saat, memikirkan jawaban apa yang tepat, agar mudah dipahami. "Sayang, apa yang Kak Karina berikan pada Axel, perhatian, kasih sayang, akan dengan senang hati Kak Karina berikan. Tapi, kamu punya Mama, yang mengandung dan melahirkanmu. Ikatan itu tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun."

Angel Beside MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang