Karena Axel yang terus rewel, Karina mengizinkan Jeno dan Axel mampir ke rumahnya.
Jeno menatap sekeliling. Rumah sederhana yang bahkan desainnya tampak kuno, seperti rumah-rumah masa kolonial Belanda. Didominasi cat putih, dengan atap tinggi dan perabotan bernuansa retro. Karina memang tak banyak mengubah rumah warisan turun temurun dari orangtuanya. Selain karena merenovasi rumah biayanya tidak murah, juga karena dia tak punya waktu banyak karena harus bekerja.
Jeno menumpang kamar mandi untuk berganti pakaian, karena ia selalu membawa beberapa pasang pakaian dan sepatu di bagasi mobilnya.
"Axel, kamu mau Kakak bikinin susu cokelat panas?" tawar Karina pada bocah lelaki yang duduk di samping ayahnya.
Axel mengangguk cepat. "Mau!"
Karina melirik Jeno, merasa canggung menawarinya. Tapi, mau bagimana lagi, masa anaknya ditawarin papanya engga. "Mau minum apa?"
Tak ubahnya Karina, Jeno pun merasakan kecanggungan yang sama. Padahal sebagai pesepakbola yang memiliki wajah tampan, bukan hal yang baru bila sering dikelilingi wanita-wanita cantik yang menjadi penggemarnya. Tapi, entah mengapa perasaannya terhadap Karina terasa berbeda. "Teh tawar panas. Maaf ngerepotin."
"Tidak apa-apa. Tunggu sebentar."
Karina mengambil susu cokelat bubuk sachetan dari laci kitchen set-nya, tak lupa mengambil satu kantung teh celup. Diseduh dengan air panas dari dispenser.
Di kabinet gantung masih ada biskuit choco chips yang belum sempat dimakan. Dibukanya, kemudian memasukkannya ke dalam toples kecil. Sudah cukup lama rumah sederhananya tidak kedatangan tamu, suasana hujan petang itu jadi terasa hangat.
"Silakan diminum!" Karina menyajikan minuman yang dibuatnya di meja.
Jeno menoleh pada Axel yang langsung menyambut minuman yang dibuat Karina.
"Hati-hati masih panas, Sayang," ucap Karina perhatian.
Ucapan 'Sayang' itu terdengar begitu merdu. Axel bahkan belum pernah dipanggil semanis itu oleh ibu kandungnya. Hati Jeno tersentuh dengan kelembutan Karina. Beberapa saat ia terhanyut menatap wajahnya. Karina memang cantik, dengan kulit putih, badan proporsional, dan rambut panjang terurai, pria mana yang tidak terpesona, termasuk Jeno. Untuk saat ini, hanya sebatas kekaguman biasa. Ada tembok tinggi yang membatasinya, yakni status pernikahannya.
"Aku mau celupin biskuitnya ke susu cokelat!" Axel mengambil biskuit dari toples. Biskuit kering dengan taburan butiran cokelat itu dilahapnya dengan semangat. "Enak! Coklatnya langsung lumer di mulut."
Belum pernah Jeno melihat Axel seceria ini. Yang paling disesalkan Jeno tidak banyak waktu menemani putra semata wayangnya itu. Sebagai seorang striker di sebuah club sepak bola ternama, waktunya tersita untuk latihan dan bertanding.
"Makannya jangan berantakan, Axel." Jeno memperingatkan putranya.
"Tidak apa-apa, namanya juga anak-anak," kata Karina tersenyum lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel Beside Me
FanfictionJeno Albert Simamora seorang pesepakbola muda berbakat, terpaksa menikahi Jessica, sepupu jauhnya yang usianya jauh lebih tua karena dijodohkan orangtua mereka. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, pernikahannya dengan Jessica tidak berjalan bahagia. S...