Jeno Albert Simamora seorang pesepakbola muda berbakat, terpaksa menikahi Jessica, sepupu jauhnya yang usianya jauh lebih tua karena dijodohkan orangtua mereka. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, pernikahannya dengan Jessica tidak berjalan bahagia. S...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Lampu depan mobil menyorot pagar rumah, diikuti bunyi klakson dua kali. Seorang petugas keamanan berbadan tegap keluar dari pos penjagaan, membukakan pintu gerbang untuk mobil majikannya.
Jeno membuka kaca samping mobilnya. "Pak Bima, Papi sama Mami masih di sini?"
"Sudah pulang, Den. Belum lama, sekitar sepuluh menit yang lalu. Katanya besok ke sini lagi."
Jeno sedikit lega, berkurang orang-orang yang akan mencecarnya malam ini. Namun, masalah tak selesai sampai di situ, masih ada istrinya.
Jessica cuma pulang ke rumah di akhir pekan saja, Sabtu dan Minggu. Hari-hari sisanya ia tinggal di apartemen yang jaraknya lebih dekat dengan perusahaan. Pulang dua hari pun sangat terpaksa untuk Jessica, karena setiap akhir pekan mertuanya rutin menengok cucu kesayangan mereka. Jessica selalu ingin dipandang sebagai menantu baik hati yang sayang dan perhatian sama suami dan anak di depan mertuanya.
Kedatangan Jeno disambut wajah masam Jessica, tidak ada senyum manis dan wajah menyejukkan hati yang sepatutnya Jeno dapatkan dari seorang istri ketika menyambut suaminya pulang.
Jessica mencari-cari keberadaan anak semata wayang mereka yang saat itu tak tampak batang hidungnya. "Axel ke mana? Kenapa gak ikut pulang?"
"Ngapain nanyain Axel? Bukannya biasanya gak peduli?" jawab Jeno sinis.
Jessica berdecak sambil merotasi bola matanya. "Ini salah satunya yang bikin males pulang ke rumah. Aku udah nanya baik-baik, malah dijawab sinis."
"Biasanya juga gitu, kan? Sok peduli."
Jessica mengangguk-angguk. "Oh, aku paham, pasti Axel kamu titipin di rumah selingkuhan kamu, kan?"
"Jangan sembarangan nuduh kalo gak ada bukti! Orang yang nuduh selingkuh, biasanya dirinya sendiri yang selingkuh." Emosi Jeno semakin terpancing, tidak terima dengan fitnah Jessica.
"Jangan coba-coba memutar balikkan fakta. Terus, kenapa kamu gak bisa jawab, di mana Axel sekarang."
Pemandangan seperti ini sudah biasa disaksikan Axel. Sudah jelas alasan bocah itu tidak nyaman tinggal di rumahnya sendiri. Tidak ada ketenteraman. Kurang perhatian, satu-satunya yang perhatian padanya sudah tiada, Bi Surti yang mengasuhnya sejak bayi.
"Axel nginep di rumah Mark, anaknya Mark sekelas sama Axel. Axel males liat ibu macam kamu."
"Apa kamu gak mikir?Pengawasan orang lain, ga seperti pengawasan orangtua. Kalau ada apa-apa siapa yang tanggung jawab? Gaimana kalau Axel tiba-tiba keluar rumah, terus diculik, kan kita juga yang rugi, penculik biasanya minta tebusan besar."
"Sama anak sendiri kamu masih mikirin rugi? Emang dasar di otak kamu cuma ada uang dan uang!"
"Heh! Harusnya kamu dan keluargamu bersyukur punya istri dan menantu yang pintar bisnis sepertiku. Perusahaan makin berkembang pesat selama aku yang pegang. Kalau ngandelin kamu, bisa apa? Bisa bangkrut!" Jessica menatap remeh Jeno. "Apa yang bisa diandalkan dari pesepakbola gagal kayak kamu? Kamu udah dapat apa, dari kariermu itu, hah?"