Selamat Membaca!
.
.
.
.
."Tapi mereka maunya abang, lagian bang Ken tugasnya di belakang panggung. Ayolah, bang.." ujar Chris sangat memohon.
"Hmm, gue pikir-pikir dulu gimana nanti. Ayah bunda kita pulang yok, tapi ke mansion Reva, kangen anaknya si mbok," ucap Revan, dan mereka mengangguk menurut saja. Daripada makin ngambek anaknya, kan berabe.
Skip Mansion Atmadja...
Berhubung anak-anak pakai mobil Zean, jadinya mereka sampai duluan di mansion tersebut. Zean dan Chris sempat tercengang melihat betapa megahnya mansion ini. Bisa dibilang jauh lebih megah 3x lipat dari mansion mereka.
"Buset, ini mansion apa istana, megah dan luas banget," ucap Zean dalam hati. Dia terkesima dengan bangunan di hadapannya.
"Kira-kira bakal nyasar gak ya," batin Chris.
"Udah kali bengongnya, mau sampai kapan berdiri di sana terus," ucap Ken terkekeh. Tetapi ucapannya belum membuat keduanya sadar.
Puk
Vernon menepuk bahu mereka, "Zean, Chris, kok nggak masuk? Jelek ya mansionnya?"
"Bukan Om, kita masih kagum aja," ucap Chris.
"Iya, bahkan buat jalan ke gerbang depan aja perlu waktu. Halaman rumahnya aja seluas ini, bagaimana dalamnya," sahut Zean berpikir.
"Makanya masuk biar tau," kata Kinal yang menggiring mereka agar segera masuk.
"Kita beruntung bisa berinteraksi dan mengenal keluarga mereka yang memiliki kekayaan paling atas," bisik Gracio pada istrinya.
"Aku nggak nyangka merekalah keluarga terpandang itu," balas Shani lirih.
"Udah, bisik-bisiknya, ayo masuk," ajak Vernon.
Mereka pun masuk dan makin takjub dengan seisi mansion ini. Semua yang dipikirkan oleh mereka tidak meleset sedikitpun. Hingga suara teriakan membuat mereka tersadar.
"MARMUT CENTIL!"
"SIAPA LO HAH? GA ADA YANG BOLEH PANGGIL ITU SELAIN KAK REVAAA!"
"Gue Reva, coba tanya mamah sana," ucapnya dan langsung diangguki si empu.
"IBUU ITU BENERAN KAK REVAA?"
"Tanya ke orangnya deh," ucap Kinal.
"Ishh gimana sih jadinya aku harus tanya siapa?" balasnya cemberut.
"Itu beneran Reva, udah sana main berdua," ucap Ken gemes sendiri dengan anak artnya.
"Dia cwo loh bang, gak mungkin lah"
"Transmigrasi. Kamu pasti pahamlah, makin gemesin aja boleh ngga aku ceburin di kolam ikan," ucap Revan menggendong gadis itu ala koala sambil berputar-putar.
"AAAA.. GAK MAU! BUNAA TOLONGIN!"
"Revan udah ihh, jangan dijailin terus itu adeknya," ucap Kinal geleng-geleng.
Tidak ada batasan antara majikan dan art, begitu pula dengan anak-anaknya. Bahkan Reva saja telah menganggap Muthe seperti adiknya. Pernah suatu hari Vernon menawarinya untuk dibuatkan adik tapi menolaknya mentah-mentah, karena dia cuma mau Muthe seorang yang jadi adiknya, tidak mau yang lain. Mereka sudah seperti keluarga sendiri.
Revan menurunkan gadis itu di depan pintu kamarnya. "Mandi sana kamu, udah bau asem," ucapnya menjepit hidungnya.
"IBUU KAK REVAA NYA NYEBELIN!"
"Btw, sekarang namaku Revan bukan Reva," ucapnya mengkoreksi.
"Alah, cuma tambah satu huruf doang," ucapnya lalu masuk kamar.
"Tetap salah, eh MARMUT NANTI KE KAMAR KAKAK YAA"
"SIAP BOSS"
Revan berlari ke kamarnya, sementara Atmadja family yang sudah terbiasa dengan kelakuan Reva dan Muthe hanya geleng-geleng kepala. Tak lama dari itu, Mbok Eli datang sembari membawa minuman dan cemilan.
"Silakan dicicipi. Mbak mau masak apa malam ini?" tanya Mbok Eli.
"Kayak biasanya aja, masih ingat kan makanan kesukaan Reva dan sekalian punya si Muthe kamu bikinin juga biar nggak berebut," jawab Kinal, mengingat putrinya itu suka rebutan makanan.
"Siap, ga mungkin dilupain juga lah mbak, kalau gitu saya permisi ke belakang," pamit Mbok Eli.
"Tan, Muthe itu anaknya Mbok Eli?" tanya Chris.
"Iyaa. Udah kayak adik sendiri bagi Ken atau Reva," balas Kinal.
Terdengar suara langkah kaki turun dengan cepat. Mereka melihat ke atas, ada Revan yang turun tergesa-gesa, entah karena apa. Ia langsung mengetuk pintu kamar Muthe dengan tidak sabar.
"MUT BUKA PINTUNYA CEPAT! KAKAK MAU BICARA SAMA KAMU PENTING!!"
"Sabar dikit lah dek, anaknya masih mandi kali," seru Ken geleng-geleng.
"GAK BISA BANGGG! INI PENTING BANGEETTTT!"
"APA SIH KAK, MUTHE BELUM SELESAI MANDI LOH INI!" teriaknya, handuk yang masih melilit tubuhnya dan rambut yang belum dibilas.
Revan langsung menerobos masuk, mencari sesuatu. "Dimana fotonya?" ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
"Foto apa?" tanya Muthe bingung.
"Aku sama dia," balasnya lesu.
"Oh, tuh di meja rias. Udah kan aku mau mandi lagi," jawab Muthe.
Belum sempat ia beranjak, tubuhnya sudah ditubruk oleh Revan. Keduanya terjatuh di atas kasur dengan Revan menindih tubuh Muthe.
"AKHH GAK MAU~, NANTI KASURNYA BASAHH"
Mereka yang mendengar dari luar, mengernyitkan dahi. Seolah terjadi sesuatu di dalam sana.
Ceklek...
"Revan, kamu apain Muthe?" ucap Kinal kaget dengan posisi tubuh mereka.
Revan bangun karena dorongan dari Muthe. Ia pergi dari kamar itu dan langsung ke kamarnya, membanting pintu dengan sangat kencang. Mereka yang mendengar suara itu sampai terperanjat. Muthe menunduk dan berlari ke kamar mandi untuk menyelesaikan ritualnya.
"Kenapa lagi dengan mereka?" tanya Shani heran.
"Entahlah, nanti juga baikan sendiri. Kadang bikin bingung seisi rumah kalau mereka berdua lagi ribut kek gini. Masalah apa coba, pada masih kecil gitu," jawab Kinal lalu kembali ke sofa, diikuti yang lain.
Beberapa menit kemudian, Muthe keluar dari kamarnya. Tanpa sepatah kata pun, ia langsung berjalan ke lantai atas, menuju kamar Revan. Ketukan pintu terdengar nyaring, tak lama kemudian pintu tersebut terbuka, menampilkan Revan yang sudah segar dengan rambut basahnya.
"Kakak marah ya? Aku minta maaf kalau udah mindahin foto itu tanpa izin kakak. Aku cuma mau simpan dengan baik, karena aku tau tinggal itu doang yang kakak punya, apalagi yang berhubungan dengan dia," ujar Muthe menunduk.
"Gak papa, kakak ngerti kok. Ayo masuk," ajaknya.
Kemudian Revan duduk di kursi meja belajarnya. Menyalakan hairdryer untuk mengeringkan rambut basahnya. Tanpa meminta ke Muthe pun, gadis itu dengan sigap membantu.
"Muthe jadi kesepian karena kakak tinggal," ucap Muthe dengan jujur.
"Kan masih ada bang Ken," sahutnya.
"Iya sih. Denger-denger kakak pemilik tubuh aslinya anak band ya, wah cocok tuh dengan hobi kakak. Bisa kali habis ini kita konser kecil-kecilan di kamar ini. Seperti waktu itu," ujar Muthe riang gembira.
"Boleh, seperti biasa ya. Hehehe..."
TBC.
Hai masih ingat dengan cerita ini?
Maaf ya updatenya lama😁🙏Jangan lupa vote dan komen
See you next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Girl to Boy
Ficção AdolescenteReva Fidela Az-Zahra cwe cantik yang memiliki sifat ceria dan juga penyayang, memiliki 2 sahabat yang selalu ada untuknya, dia juga selalu menjadi juara balapan yang sering di adakan namun semua hilang begitu saja di saat dia harus mati karena kesel...