Kidnap

155 40 3
                                    

Karin baru saja pulang bekerja, tidak ada anak-anak karena semenjak kejadian minggu lalu mereka sudah Karin pindahkan ke rumah neneknya. Yang tersisa hanya ia dan suaminya yang sudah lama ia diamkan.
Karin masuk ke dalam kamar tanpa menyapa suaminya di dapur, seperti biasa pria itu pulang bekerja lebih dulu daripada Karin sehingga tugas memasak adalah tugas Theo.
Mandi lalu mengenakan piyama tidur, Karin berniat tidur terlebih dahulu tanpa makan malam. Meski perutnya terus berbunyi karena lapar.
Terdengar pintu kamarnya terbuka, ia sudah tahu Theo akan masuk dan membawakannya makan malam. Terciun aroma masakan yang lezat menghampirinya.
"Makan dulu!" Ujar Theo seraya meletakan sepiring makanan dan segelas air di meja nakas.

Karin masih diam bahkan sampai Theo meninggalkan kamar dan kembali menutup pintunya.
Sesaat setelah pria itu pergi, Karin langsung menyambar makanan tersebut lengkap dengan airnya. Tanpa menunggu waktu lama makanan itu habis tak tersisa, Karin keluar dari kamar menuju dapur membawa piring dan gelas kosongnya. Namun ia melihat Theo duduk di meja makan seorang diri di sana. Lagi-lagi Karin mendiamkan Theo, entah sampai kapan.
Tiba-tiba suara Theo mengejutkan Karin.
"Besok aku harus pergi lagi!" Ujarnya, dengan nada yang pelan. Karin yang mendengar hal itu merasa heran tentu saja.

Baru satu minggu setelah kejadian itu, dan Theo dengan seenaknya pergi meninggalkan Karin sendirian di rumah ini.
"Kalau kamu takut, lebih baik pindah sementara ke rumah Ibu kamu." Sambungnya, meskipun hal itu terdengar bijak. Tapi Karin yang masih merasa trauma dan takut menganggap Theo adalah suami yang jahat karena meninggalkan dirinya.
"Kamu nggak bisa ninggalin aku sendirian di sini gitu aja." Protes Karin.
"Ya mau gimana? Ini pekerjaan, bukan aku yang mau." Kata Theo.
Karin memijit dahinya sendiri, selama semingguan ini perasaan dan pikirannya menjadi tak karuan.
"Pergilah! Jangan kembali lagi!" Karin meninggalkan Theo, namun disusul oleh pria itu hingga ke dalam kamar.

"Kok ngomongnya gitu?" Tanya Theo, Karin berbalik badan, melihat Theo yang tengah berdiri di ambang pintu kamar.
"Dari dulu kamu nggak pernah mikirin aku, aku ini nggak penting." Karin mulai merasa emosi.
"Maksudnya? Aku kerja loh, buat kamu sama anak-anak."
"Ya aku juga kerja!"
"Nggak ada yang nyuruh kamu untuk kerja, Rin!" Suara Theo mulai meninggi, membuat Karin terdiam seketika. Trauma masa lalu kembali lagi, ketika tipe pria idamannya yang tempramental dan keras kepala.
"Aku mau cerai! Biar aku yang urus semuanya, kamu tinggal tanda tangan aja." Ucap Karin, nada suaranya terdengar pasrah.

Beberapa tahun yang sia-sia pikirnya, ia hanya menunggu seorang psikopat bangun dari tidurnya setelah bertahun-tahun lamanya menjadi pria yang berbeda.
"Apa?!" Theo menarik lengan Karin dengan sangat keras, membuatnya meringis kesakitan.
"Kamu nggak boleh ninggalin aku!" Kata Theo.
"Kenapa aku nggak boleh ninggalin kamu, sementara kamu ninggalin aku?" Balas Karin.
"Aku kerja, Rin!" Bentak Theo.
"Aku juga kerja!"
Plak!!!
Theo menampar Karin dengan sangat keras hingga terjatuh di pinggiran ranjang, Karin memegangi pipi bagian kirinya yang terasa panas dan perih. Ia tak percaya selama beberapa tahun pernikahannya baik-baik saja, kini Theo kembali menunjukkan jati dirinya yang dulu.

Karin tidak mau dirinya seperti dulu lagi, menjadi bulan-bulanan Theo. Trauma itulah yang membuat Karin selalu mencari pelarian ke beberapa laki-laki lain hanya untuk melampiaskan kesedihannya meski dengan cara berselingkuh. Tiba-tiba leher Karin terasa dicekik dengan kuat, kemarin besar Theo tengah mencengkram kuat leher Karin membuat wanita itu kesulitan bernafas.
Karin berusaha melepaskan cengkraman Theo di lehernya dengan memukuo lengan Theo,meski hal itu tak berefek apapun.
"Theo lepaskan! Aku nggak bisa nafas." Ucapan Karin terbata-bata karena pasukan oksigen yang masuk ke dalam kerongkongannya mulai menipis.
"Jangan ucapkan kata cerai lagi!" Bisik Theo di telinga Karin, sementara wanita itu masih berusaha terlepas dari cengkraman Theo.

"Dengar nggak!" Bentak Theo, suaranya begitu nyaring. Menyakiti telinga bagian kiri Karin dan ia hanya bisa mengangguk seraya mengeluarkan air mata.
Setelah itu Theo melepaskan cengkramannya di leher Karin, wanita itu terbatuk seraya menghirup udara dengan tak beraturan. Memegangi dada lalu lehernya yang sakit, di atas lantai kamar Karin terbatuk dan di hadapannya ada Theo yang berdiri menjulang.
"Kita berdua sudah sepakat untuk berubah setelah menikah dan punya anak, aku kira kamu sudah berubah." Nafas Theo mulai memburu, dada bidangnya terlihat naik-turun pertanda ia tengah menahan amarahnya. Karin paham betul bagaimana pria itu.

"Aku sudah berubah, sampai kamu tampar aku hari ini." Jawab Karin dengan kalimat yang masih terbata-bata.
Ternyata Theo belum selesai menyiksa Karin, pria itu menjambak rambut Karin dengan sangat kuat hingga beberapa helai terlepas dari kulitnya.
Aaarrgggghhhh!!!
Karin teriak sekencengnya, namun lagi-lagi di luar hujan deras dan angin serta petir menggelegar. Suaranya pasti tidak bisa didengar oleh siapapun, terlebih gang tempatnya tinggal tak terlalu ramai dan cenderung sepi.
Merasa hal ini sudah tidak bisa ditoleransi, Karin berusaha dengan sekuat tenaganya yang tersisa untuk menarik rambutnya dari cengkraman Theo. Dan hal itu berhasil ia lakukan meski sisa rambut Karin terlepas dan berada di dalam genggaman Theo.

Karin berlari keluar dari kamarnya, menuju pintu utama dengan membuka kuncinya terlebih dahulu sebelum Theo berhasil menggapainya kembali. Dengan nafas yang tersengal, Karin berlari keluar rumah dalam keadaan hujan deras dengan petir, berlarian entah kemana yang ia inginkan hanya menjauh dari Theo sekarang juga.
Dari kejauhan suara Theo memanggil Karin, sementara wanita itu tak perduli bahkan tak mau menoleh ke belakang. Ia takkan pernah kembali kepada pria itu, tidak akan mau lagi. Cukup sudah masa remajanya yang telah hancur oleh Theo dan selama beberapa tahun ini Karin sudah berusaha keras untuk menjadi wanita yang baik bagi keluarga kecilnya.

Karin berlari tanpa arah keluar dari dalam gang tergopoh-gopoh hanya mengenakan piyama tidur yang sudah basah karena kehujanan. Rambutnya basah terkena air hujan menambah kesan perih karena sebagian rambutnya telah terlepas secara paksa, belum lagi bagian leher dan pipinya memerah karena cengkraman dan tamparan Theo.
Yang tersamarkan oleh air hujan hanyalah air matanya saja, yang bercampur satu dengan air hujan. Karin masih berlari, khawatir Theo akan menyusulnya juga dan kembali melakukan hal-hal yang dulu sering peia itu lakukan. Meski pria itu sudah berjanji untuk berubah dan memang sudah berubah selama beberapa tahun pernikahan.

Bugh!!!

Tubuh Karin terpental cukup jauh oleh sebuah tabrakan dari sebuah mobil yang sayangnya tidak dapat Karin lihat dengan jelas di sela kesadarannya. Kepalanya dan tubuhnya membentur aspal dengan sangat kuat, kejadian tabrakan itupun terasa sangat cepat hingga Karin tak sadarkan diri di bawah guyuran hujan deras.

***

To be continued

10 Oktober 2024

****

Next ke bagian sadistik

STALKER (obsession) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang