Him

86 34 5
                                    

Segala bayangan dan perkataan pria itu muncul di benak Karin, bagai kaset rusak yang terus berputar berulang-ulang. Dada Karin terasa sesak setelah mengetahui semua hal ini, meski hanya satu hal lagi yang harus ia dapatkan agar ia yakin bahwa semua itu benar. Pengakuan dari pria itu!
Karin ingin pengakuan itu keluar dari mulut pria itu sendiri.
Tapi dimana dia sekarang?
Apakah Karin harus menghubuginya?
Apakah dia masih di kota ini? Atau kembali ke kota dimana ia bekerja?
Apakah dia melarikan diri? Atau berpura-pura bahwa semua hal tidak terjadi karena polisi pasti tidak tahu identitas aslinya?
Dan bagaimana cara Karin menghindari Theo?

Suaminya itu menganggap Karin layaknya magnet, Karin tidak bisa terlepas dari pandangan Theo.
"Pak Polisi sudah pulang?" Tanya Karin saat mendengar langkah kaki berhenti di depan pintu kamar, perlahan Karin meraih ponselnya yang terjatuh ke atas lantai.
"Sudah, pelakunya belum ketemu. Rumahnya sudah hangus terbakar, sisa puing-puing dan debu aja." Jawab Theo, Karin menghembuskan nafas lega. Setidaknya tidak ada bukti bahwa Karin mengenal pria itu, dan juga tidak ada satupun bukti yang menjurus bahwa pria itu adalah teman masa kecil Karin.
"Lagi ngapain?" Tanya Theo, Karin berbalik badan, memastikan dirinya baik-baik saja agar Theo lekas mengijinkan Karin kembali bekerja.

"Menghubungi atasan, aku harus kembali kerja. Karena posisi aku sangat dibutuhkan." Bohong Karin beralasan.
"Tapi kamu baru pulang lusa kemarin." Protes Theo.
"Tapi aku baik-baik aja kok! Aku nggak sakit, cuman trauma! Kalau aku terus-terusan di rumah, yang ada aku malah kepikiran terus. Aku butuh kegiatan, biar aku lupa! Aku juga punya tanggung jawab di kerjaan!" Sahut Karin tak mau kalah, Theo hanya bisa menghembuskan nafas panjang tak mau berdebat dengan Karin yang baru saja kembali ke rumah. Akhirnya Theo mengalah, lagi pula di tempat kerja Karin tidak akan ada penculiknya, mungkin pria itu sedang kabur jauh dari sini.

Theo mengijinkan Karin untuk kembali bekerja, meski atasan Karin tak menuntut Karin untuk kembali bekerja di sela interogasi yang masih berjalan. Entah sampai kapan hal itu akan berlangsung, polisi sama sekali tidak memiliki bukti apapun selain pernyataan dari Karin. Mulai dari rumah yang terbakar, lahan itupun ternyata masih tercatat sebagai milik Jay, namun Jay telah meninggal dunia dan polisi kembali menemukan jalan buntu.
Itu aneh! Benar-benar aneh!
Karin sempat berpikir apakah pria itu hanya meminjam lahan itu dari Jay atau memang membelinya? Pria itu benar-benar cerdik, tak sedikitpun meninggalkan bukti. Atau jangan-jangan, dia juga yang membunuh Jay? Untuk menghilangkan bukti-bukti yang menjurus ke sana.

Karin termenung saat hari pertama ia kembali bekerja, terus memikirkan kemungkinan yang terjadi di hidupnya saat ini. Kehidupannya benar-benar berubah drastis semenjak ia kembali menghubungi pria itu, meskipun Karin selalu bertanya-tanya dalam hati kemana pria itu pergi. Tapi Karin tak berani menghubungi pria itu terlebih dahulu dan hanya memandangi nomor ponselnya.
"Bolehkah aku mengajukan cuti?" Tanya Karin kepada atasannya, yang kebetulan atasannya adalah teman sekolahnya sendiri.
"Cuti? Lagi?" Wanita berambut pendek sebahu mengenakan kacamata itu menaikan sebelah alisnya.
"Aku butuh, healing!" Bohong Karin.
"Aku sih nggak masalah kamu cuti lagi! Toh kamu dapat kompensasi dari perusahaan karena kasusmu..."

"...aku cuman khawatir sama kamu." Kata wanita yang bernama Anne.
"Aku baik-baik aja, aku cuman.... Mau tahu, siapa pria itu?" Kata Karin, jujur saja kalimat itu berhasil membuat Anne terkejut.
"Astaga, Karin!" Anne menepok dahinya sendiri.
"Aku sudah tahu siapa dia, aku cuman perlu tahu kalau itu benar-benar dia." Karin berusaha meyakinkan Anne untuk membantu dirinya.
"Emangnya dia siapa, Rin? Kamu kenal dia? Kita kenal dia?" Tanya Anne saat mereka berdua berada di ruangan kerja Karin.
"Aku nggak bisa kasih tahu, tapi pasti nanti kamu juga bakal tahu." Karin tak berani menyebutkan nama pria itu di saat polisi dan semua orang memburunya.

"Terus kalau kamu tahu? Lalu apa?! Dia culik kamu, itu aja udah termasuk redflag, Karin! Aku heran sama kamu! Yang aneh-aneh kayak gini malah bikin kamu penasaran, nggak belajar dari masa lalu laki-laki redflag apa? Terus Theo gimana? Bisa-bisa kamu dihabisin Theo, aku khawatir sama kamu, Rin!" Ujar Anne, tak percaya bahwa Karin tak pernah berubah sedari jaman sekolah.
"Dia beda, dia nggak kayak semua laki-laki termasuk Theo!" Kata Karin membela diri.
"Tolonglah, Ann! Sekali ini aja! Kalau aku udah ketemu dia, aku bakal kembali ke sini! Aku bakal kerja lagi!" Pinta Karin.

"Kamu bilang pria itu yang terobsesi sama kamu, tapi sekarang kamu yang nyari dia. Apa sekarang kamu yang terobsesi sama dia?!" Cecar Anne, seketika Karin terdiam. Mungkin Anne ada benarnya, tapi Karin hanya ingin memastikan apa pria itu benar dia atau bukan.
"Hah! Percuma sih debat sama kamu. Kamu butuh cuti berapa lama?" Kata Anne yang akhirnya tak mau berdebat dengan Karin, sekali lagi Karin terjebak dengan seorang pria. Sedari dulu Karin memang menyukai tipe pria seperti ini, Anne dan teman-temannya yang lain selalu bingung dengan selera Karin.

Bisakah wanita itu menemukan satu pria baik-baik dengan pekerjaan baik-baik dan hidup bahagia selamanya?
Karin seperti mencari penyakit sendiri yang berujung dengan kesedihan dan trauma.
"Lima hari aja." Kata Karin, nada suaranya mulai pelan.
"Terus alasan apa ke Theo?" Tanya Anne sambil memeriksa permohonan cuti Karin.
"Theo nggak tahu, bilang aja aku nginep di mess selama lima hari."
"Astaga, Karin!" Anne memijat dahinya ketika kepalanya mulai terasa sakit karena memikirkan Karin.
"Tolonglah, Ann! Cuman ini satu-satunya jalan." Karin kembali merengek.
"Kalau sampai Theo tahu, aku bisa kena semprot sama Theo, Rin!" Sahut Anne.

"Enggak bakal tahu, dia 'kan percaya sama kamu. Kamu atasan aku, tinggal bilang kalau pekerjaan aku lagi numpuk karena dua minggu kemarin terbengkalai, dan harus segera diselesaikan. Theo nggak bakal mau datang ke tempat kerja aku!" Kata Karin berusaha meyakinkan Anne.
Anne hanya bisa menggelengkan kepala.
"Kalau ada apa-apa sama kamu di sana? Gimana?" Tanya Anne lagi memastikan.
"Kamu tinggal bilang ke Theo kalau Karin pergi dari mess dan nggak bilang apa-apa." Jawab Karin.
"Kamu yakin mau nyerahin diri kamu ke pria yang kamu sendiri nggak yakin?" Anne mengerutkan dahinya.
"Aku perlu tahu, Anne! Aku tahu itu pasti dia, tapi aku yang ku butuhkan cuman pengakuannya." Kata Karin dengan sangat yakin, tak sadar jika ia tengah memasukan dirinya ke dalam lembah yang gelap.

***

To be continued

31 Oktober 2024

STALKER (obsession) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang