Day 10

88 32 7
                                    

Karin berdiri di hadapan sebuah cermin besar yang ada di kamarnya, hanya mengenakan jubah tidur milik pria itu. Melihat pantulan dirinya di cermin, tampilannya terlihat mengenaskan. Wajahnya pucat, lingkaran mata menghitam, rambut panjangnya tak lagi terawat. Bahkan tulang pipinya terlihat, Karin tak tahu berapa banyak ia kehilangan berat tubuhnya selama di sini. Ia membuka sedikit jubah tidurnya, terlihat ada beberapa kebiruan di dada dan juga punggungnya, dan terasa sakit jika disentuh.
Tak lama kemudian sepasang tangan mulai menggerayangi tubuh Karin dari belakang, sedikit mendesah ketika ada kecupan di lehernya yang membuatnya geli. Di balik penutup wajah itu, Karin dapat merasakan hembusan nafas panas dari pria itu.

"Aku pernah baca bukumu tentang Stockholm syndrom." Bisik pria itu di telinga Karin, lagi-lagi berusaha menggoda Karin.
"Kamu berharap aku mengalami hal itu?" Tanya Karin, tubuhnya ditarik dengan kuat oleh pria itu agar berbalik menghadapnya. Menekan pinggul Karin agar lebih mendekat dengannya.
"Bisa aja, kalau aku tahu siapa kamu sebenarnya." Ujar Karin, terdengar pria itu menghembuskan nafas kasar.
"Kamu pasti nggak mau, katamu aku bukan tipemu." Kata pria itu, Karin meraba lengan besar dan juga dada berotot milik pria itu yang tertutupi kaos lengan panjangnya.
"Dengan otot seperti ini, apakah aku pernah menolakmu?" Karin berusaha mengingat lagi.

"Aku tidak seperti dulu." Balas pria itu.
Jemari Karin semakin meraba ke bagian atas, namun pria itu selalu menghentikan Karin saat wajahnya disentuh. Karin menatap langsung ke arah kedua mata pria itu.
Pria itu meraih kedua tangan Karin lalu mendorong tubuhnya ke dinding.
Karin mendesah setelah pria itu menjatuhkan ciuman ke bibirnya dengan kedua tangan Karin berada di atas kepalanya di cengkram kuat oleh pria itu.
"Sampai kapan aku kayak gini? Jadi pemuas nafsumu aja." Ucap Karin di sela ciuman mereka, pria itu menghentikan ciumannya. Menyingkirkan beberapa helai rambut Karin yang menghalangi wajah cantik itu.

"Aku cuman punya dua hari lagi." Katanya, lalu pergi begitu saja. Membuat Karin bertanya-tanya, pria itu irit sekali dalam berbicara. Menyisakan beberapa kata yang tak diucapkannya dan membiarkan Karin menebak, sayangnya Karin terlalu bodoh untuk memikirkan hal seperti itu.
Pintu kamarnya kembali ditutup, tepatnya dikunci. Karena kemarin Karin sempat berusaha kabur namun lagi-lagi ia terhenti di pagar beraliran listrik tinggi itu. Dan yang lebih parah, pria itu marah besar. Karin tak pernah melihat pria itu marah, namun pria itu berusaha menahan amarahnya sendiri dengan mengunci Karin di kamar ini. Pria itu sama sekali tidak pernah menyakiti Karin seperti yang biasa suaminya lakukan dulu.

Semua ini seperti dilema bagi Karin..
Ia ingin pulang, tapi harus kembali kepada suaminya yang kasar dan jahat. Apalagi jika mengetahui Karin sudah tidur beberapa kali dengan pria yang menculiknya. Theo pasti akan mengamuk..
Tapi bersama terus-terusan dengan pria ini, rasanya juga tidak benar. Meskipun Karin merasa aman dan nyaman bersamanya, tapi tetap saja Karin tidak mengetahui siapa pria yang ada di balik penutup wajah itu.
Semua pemikiran ini, membuat Karin semakin sakit, tubuhnya pun semakin kurus. Akhirnya ia memutuskan untuk mandi, guna menghilangkan beban pikiran dan merilekskan seluruh anggota tubuhnya.
Di dalam kamar mandi, di bawah guyuran air shower.

Tiba-tiba Karin mendengar sesuatu...

Sebuah suara mobil...

Karin mematikan shower air, memastikan bahwa itu benar suara mobil, suara kendaraan, seolah suara itu adalah sebuah kehidupan di luar sana yang sudah seminggu ini Karin tak mendengarnya. Karin buru-buru mengambil handuk dan keluar dari dalam kamar mandi.
Namun baru saja ia keluar, pria itu membuka pintu kamarnya dengan sangat keras hingga mengejutkan Karin dengan membawa banyak peralatan di tangannya.
"Aku dengar-"
"Diam!" Bentak pria itu, kali pertama Karin mendengar bentakan kasar keluar dari mulut pria itu berhasil membuat Karin terdiam. Namun ia ingin sekali pergi dari sini.

"Itu suara mobil, 'kan? Ada orang, 'kan? Aku mau pulang!" Rintih Karin, suaranya terdengar pilu dan air matanya pun akhirnya jatuh membasahi pipinya. Sementara pria itu menulikan pendengarnya, walaupun perasaannya seperti diremas mendengar suara tangisan Karin. Ia hanya sibuk memborgol kedua tangan dan mengikat kedua kaki Karin lalu melakban bibirnya.
"Jangan bersuara!" Bentaknya, nyali Karin semakin menciut. Hanya terdengar suara isakan kecil setelah pria itu menutup bibirnya dengan lakban.
Setelah mengikat semuanya dan menutup bibir Karin, pria itu menggendong tubuh Karin ke atas ranjang dan mengaitkan borgol yang ada di tangan Karin ke kepala ranjang agar wanita itu tak menimbulkan suara.

"Diamlah! Aku mohon, diamlah! Aku akan kembali." Pria itu pergi meninggalkan Karin, namun baru saja tangannya menyentuh gagang pintu. Pria itu kembali lagi kepada Karin, namun kali ini mengecup kening Karin dengan lembut.
Karin yang diperlakukan seperti itu hanya bisa terdiam dan juga bingung, disekap sekaligus disayang seperti ini membuat Karin bingung. Pria itu berbuat seperti pria aneh yang ada di film-film.
Tunggu dulu! Pria aneh?

Cekle...

Ia sudah tahu, bahwa yang datang ke tempat ini adalah kedua Orang Tuanya. Dari suara mobil, dari jauh-jauh hari, dari awal ia mempersiapkan semua ini. Ia sudah tahu, akan ada seseorang yang datang ke tempat ini.

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di sebelah pipinya, kali ini ia tak mengenakan penutup wajahnya karena kedua Orang Tuanya pasti sudah tahu. Ibunya hanya menangis, menangis sesegukan karena yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Ia sudah berusaha kuat menahan dirinya, namun akhirnya ia kalah dengan obsesinya sendiri kepada wanita itu.
"Dia sudah menikah, Sal! Sudah punya anak!" Bentak Bapak, namun Faisal hanya diam. Tak menanggapi, tak mengelak. Ia paham dirinya salah, tapi ia  tidak perduli.
"Ayo pulang! Lepasin Karin! Sebelum polisi yang datang ke sini! Lama kelamaan suami Karin dan polisi juga bakal ke sini." Bapak berusaha membujuk Faisal.

"Kasih waktu dua hari lagi!" Kata Faisal, Ibu hanya diam, sementara Bapak memijit kepalanya sendiri karena tak tahu lagi harus berbuat apa.
"Dua hari! Kalau lewat dari dua hari, Bapak sendiri yang akan bawa polisi dan suami Karin ke sini!" Kata Bapak lalu pergi membawa Ibu dari sana, meskipun Ibu masih tak rela melihat anaknya seperti ini.
Kemudian mobil Bapak dan Ibu pergi menjauh, keluar dari lahan kebun yang luas itu. Faisal sendiri tak mengerti bagaimana Bapak mematikan aliran listrik yang ada di pagar.
Lalu ia kembali, masuk ke dalam kamar mengenakan penutup wajah. Wanita itu masih di atas ranjang, hatinya terasa sedih melihat wanita itu dengan kondisi seperti itu. Apa yang harus ia lakukan? Ia mencintai Karin, namun ia tak mau melepaskan wanita itu.

***

To be continued

25 Oktober 2024

STALKER (obsession) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang