Who's he?

144 34 7
                                    

Seorang pria bertubuh tinggi dan tegap, mengenakan celana jeans berwarna biru. Kaos lengan panjang berwarna hitam, dan yang paling membuat Karin terkejut. Pria itu mengenakan penutup wajah layaknya seorang perampok, hanya kedua matanya yang terlihat.

Suara pijakan di tangga seolah menggema di telinga Karin, sedikit takut namun penasaran. Pria itu turun dari tangga sementara Karin menjauhkan dirinya secara perlahan, seakan otaknya menuntun tubuhnya untuk menjauh dari pria itu. Jelas dia bukan orang normal, tidak ada seorang pun yang mengenakan penutup wajah. Bahkan rambutnya pun tertutup, Karin tidak bisa mengetahui ciri-cirinya. Hanya tubuh besar berotot dan tinggi, dan kedua mata yang cerah menata tepat ke arah Karin.
Pria itu berhenti, tepat di pijakan terakhir dimana Karin tadi berdiri.
Hanya diam memerhatikan Karin dari atas kepala hingga bawah kaki, merasa risih ditatap seperti itu apalagi mengingat pakaiannya sudah terganti. Membuat Karin menjadi mual seketika.
"Kamu siapa? Kenapa aku ada di sini? Apa kamu yang nabrak aku? Apa kamu juga yang ganti baju aku?"

Tanya Karin bertubi-tubi, nafasnya naik-turun karena khawatir. Khawatir pria ini adalah penjahat atau penculil seperti beberapa hari lalu yang masuk ke dalam rumahnya.
"Iya." Kali pertama Karin mendengar suaranya, terdengar menggema di rumah yang besar ini.

Namun pria itu memiringkan kepalanya, perlahan mendekati Karin.
"Berhenti di situ! Atau aku teriak!" Ancam Karin, kedua mata pria itu yang tadinya cerah dan berninar, seketika berubah menjadi sayu menatap Karin.
Wanita itu tak lagi mengingat suaranya.

Tak juga memberhentikan langkahnya, akhirnya Karin berteriak dengan sekuat tenaga sembari berlari menjauh dari pria itu.
"Tolong!" Jeritnya sekuat tenaga, ia melihat ada pintu keluar di sana. Beruntung tidak seperti film-film horor dimana pintu keluar selalu terkunci, ia berhasil membuka pintu lalu keluar. Langkahnya terjatuh setelah menyadari ada anak tangga dari teras tersebut yang membuatnya jatuh ke tanah. Karin berlari entah kemana, di sana terlihat gelap.

Hanya ada penerangan dari lampu yang tidak begitu terang, tidak ada rumah di sekitarnya. Hanya ada pepohonan yang tinggi dan lebat, rasa dingin menyeruak tubuh Karin. Tanah yang basah seperti habis hujan dan suhu dingin membuat kedua kakinya sulit berlari. Rumput yang lumayan tinggi juga mempersulit larinya, basah dan lembap. Karin beberapa kali terjatuh dengan nafas yang berat. Ia menoleh ke belakang, tidak terlihat apapun selain kegelapan. Mungkin pria itu tak mengikutinya, dan hal itu adalah hal yang buruk. Tidak mungkin seseorang yang tidak normal seperti itu membiarkannya lari begitu saja, jika tidak ada sesuatu.

Akhirnya setelah berlari beberapa menit, Karin menemukan sebuah pagar besi. Dirinya tidak mengerti sedang ada dimana, pikiran negatif Karin mulai berspekulasi bahwa tempat ini adalah tempat perdagangan manusia. Memang ia belum yakin, hanya memikirkan sesuatu yang paling buruk dan berpikir untuk pergi dari sini tanpa berbasa-basi dengan pria yang tidak dapat ia lihat wajahnya itu.
Entah mengapa dirinya bisa berada di situasi seperti ini, harusnya ia tidak meninggalkan suaminya. Seharusnya ia tidak mementingkan amarah dan egonya yang berakhir membangunkan banteng pemarah itu, harusnya dia di rumah saja, tidur setelah makan malam yang dibuat oleh suaminya. Sekarang Karin menyesal.

Aaarrgggghhhh...

Tubuh Karin terpental cukup jauh, sesuatu yang menyala muncul dari pagar setelah Karin memegang pagar tersebut untuk mencari pintunya. Namun tubuhnya seperti terkejut dan akhirnya terlempar, asap keluar dari pagar besi tersebut. Karin yang masih terlentang di atas tanah melihat asap itu sendiri dengan kedua matanya, kejadiannya sangat cepat hingga Karin tak yakin apa yang sedang terjadi.
Yang pasti ada nyala api ketika Karin menyentuh pagarnya, apakah pagar itu dialiri oleh listrik?
Begitu menyadarinya, tubuh Karin yang masih bergetar hebat menjadi mematung seketika, jantungnya berdetak sangat cepat. Semakin kesini, ia semakin menyadari jika dirinya benar-benar dalam bahaya. Apa yang sebenarnya terjadi?

Apakah pria itu meculiknya untuk meminta tebusan? Perdagangan manusia? Atau hanya seseorang yang memiliki dendam karena suatu masalah dengan Karin seperti dugaan suaminya? Atau pria itu adalah orang yang sama, yang menerobos masuk ke dalam rumah Karin saat ia sendirian di rumah.
Karin berusaha menggerakan tubuhnya meski sulit, sengatan listrik itu benar-benar membuat tubuhnya bergetar dengan hebat. Beruntung Karin masih selamat.
Namun sepertinya nasibnya tak seberuntung itu, derap langkah kaki yang berat berhenti tepat di samping Karin yang masih terbaring lemah di atas tanah. Karin tak menyadari ada langkah kaki yang mendekatinya, tiba-tiba pria yang tadi sudah ada di sampingnya.

Sontak Karin teriak sekuat tenaga, pria itu berjongkok dan langsung mengangkat tubuh Karin lalu meletakkannya di bagian pundak. Tubuh Karin yang masing terkejut tak mampu lagi berbuat apapun selain berteriak.
"Berhentilah berteriak! Nggak ada yang denger kamu, di sini hutan. Bukan pemukiman warga." Ujar pria itu yang semakin membuat Karin takut.
Pria itu kembali membawanya masuk ke dalam rumah yang ternyata sangat besar dan kokoh jika dilihat dari luar, kali ini pria itu mengunci pintu dan menyimpan kuncinya. Mendudukan Karin di sebuah kursi yang juga terbuat dari kayu ulin di ruang keluarga.
Nafas Karin terengah, mungkin karena terlalu banyak beteriak bercampur dengan rasa takut.

Karin menoleh ke kanan dan kiri, tidak ada jendela di sana. Hanya ada sebuah pintu yaitu pintu keluar tadi, Karin juga menengok ke arah dapur. Di sana juga tidak ada pintu keluar apalagi jendela.
"Apa maumu?!" Cecar Karin memberanikan diri, meski dalam hati ia sendiri takut jikalau pria itu tiba-tiba membunuhnya.
Pria itu duduk di hadapan Karin, kedua kakinya terbuka lebar dengan kedua tangan saling mengepal. Sedikit membungkuk dan menatap tepat di kedua mata Karin.
"Kau benar-benar tidak mengingatku?" Tanya pria itu, kening Karin berkerut bingung.
"Mengingat?" Gumannya, Karin menatap kedua mata pria itu sembari meneliti.

"Bagaimana aku bisa mengingat seseorang jika hanya kedua matamu yang bisa aku lihat." Jawab Karin, pria itu hanya diam tak menanggapi dan hanya berdiri meninggalkan Karin.
"Kamarmu di atas, ada pakaian jika kamu mau mandi atau ganti baju. Bajumu kotor kena tanah!" Ujarnya, Karin melihat punggung berotot pria itu di balik kaosnya.
"Kamu nggak lagi bercanda, 'kan? Kamu nggak nyekap aku di rumah ini, 'kan?" Tanya Karin seketika berdiri dari duduknya dengan tubuh yang masih sedikit bergetar karena sengatan listrik tadi.
Sementara pria itu tak menanggapi dan malah meninggalkan Karin begitu saja, pria itu mati-matian menahan hasratnya yang menggebu setelah sekian lama. Akhirnya dapat menyentuh tubuh Karin secara langsung bahkan mengganti seluruh pakaiannya. Namun melihat Karin dalam keadaan seperti itu, entah mengapa hatinya menjadi luluh.

***

To be continued

12 Oktober 2024

STALKER (obsession) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang