Going Home

84 30 3
                                    

Siang hari ini Karin sudah diijinkan keluar dari rumah sakit, kesehatannya sudah mulai pulih dan ia bisa kembali ke kotanya. Faisal membantu membereskan barang-barang wanita itu dan meletakkan koper Karin kembali ke dalam bagasi.
"Nanti kamu pulang pakai apa?" Tanya Karin seraya berkacak pinggang saat melihat pria itu memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil.
"Terbang!" Jawabnya singkat, Karin hanya menghembuskan nafas panjang.
Pria itu akan mengantarkannya pulang, katanya tidak baik bagi Karin berpergian jauh seorang diri. Beruntung Faisal mengikuti wanita itu dari rumah semenjak ia mendapati pesan pribadi Karin dengan suaminya yang berisi bahwa Karin menginap di mess karyawan.

"Jadi kita langsung pulang?" Tanya Karin, rambut panjangnya terurai tertiup angin yang masuk lewat kaca jendela. Faisal hampir tidak bisa menahan dirinya saat melihat wanita itu.
"Enggak! Ke rumah orang tuaku dulu, kita ambil ponselmu." Sahut pria itu.
"Gimana kamu bisa tahu kalau ponselku ada di sana?" Tanya Karin, pria itu hanya memberikan tatapan tajam ke arah Karin lalu pandangannya kembali ke arah jalan raya.
Karin menghembuskan nafas panjang, pria itu tahu segalanya tentang Karin sampai sedetail itu.
"Sinyalnya ada di rumah orang tuaku, kamu buang ponselmu ke pekarangan rumah. Ditemuin sama Bapak." Jawab Faisal, entah mengapa rasanya Faisal dan kedua Orang Tuanya sama saja.

"Tapi kamu ngikutin aku dari rumah bahkan sampai rumah orang tuamu." Tukas Karin.
"Ya, tapi aku nggak lihat kamu buang ponsel kamu. Sampai aku cari ke dalam tas kamu, nggak ada! Kenapa dibuang?" Tanya Faisal.
"Karena kamu nyuruh aku untuk berhenti cari kamu." Kata Karin, pria itu menggenggam erat setir kemudi.
"Terus, kenapa kamu lanjutkan?" Faisal balik bertanya.
"Karena aku tahu itu kamu." Jawabnya.
"Kalau kamu sudah tahu, harusnya kamu nggak perlu nyari aku." Sahut Faisal.
"Aku cuman perlu mastiin, kalau kamu terobsesi sama aku, kenapa kamu nggak bilang?" Karin mendekatkan dirinya ke arah Faisal.

Membuat pria itu tidak bisa fokus pada jalan raya, aroma wangi tubuh wanita itu, suaranya, seakan Faisal tidak ingin mengembalikan Karin kepada suaminya.
"Sudah aku bilang, aku bukan tipe kamu!" Jawabnya, tak berani melihat wanita itu karena wajahnya sangat memabukkan.
"Sekarang kamu tipe aku." Goda Karin, Faisal terkekeh geli. Sekarang wanita itu seperti terobsesi kepadanya.
"Sekarang kamu kena Stockholm syndrome?" Balas Faisal.
"Ya." Jawab wanita itu singkat, Faisal tersenyum ke arah jalan raya. Begini rasanya disukai oleh orang yang ia cintai.
"Tapi jangan berharap sama aku! Aku bisa menyakiti mu kapan aja." Kata Karin, terlalu meremehkan Faisal dalam hal ini.

"Kalau aku nggak bisa milikin kamu, berarti nggak ada orang lain yang bisa. Termasuk suami kamu!" Kata Faisal, Karin terdiam sesaat seraya menggigit bibirnya sendiri.
"Berjanjilah kamu nggak akan nyakitin dia!" Kata Karin yang dimaksud adalah suaminya, Theo.
"Nggak, kalau dia nggak nyakitin kamu duluan. Aku hanya tinggal nunggu waktu agar dia nyakitin kamu, setelah itu, siapa yang tahu?" Faisal melirik ke arah Karin, tatapan itu seperti tatapan serius yang tidak bercanda. Dan Karin sadar pria itu tidak akan pernah bercanda tentang hal ini.
"Bagaimanapun dia adalah suami sekaligus ayah dari anak-anak ku." Karin berusaha meyakinkan Faisal, setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan.

"Ketika kamu selalu memikirkan perasaan orang lain, lalu siapa yang memikirkan perasaanmu?" Tanya Faisal, Karin sendiri tidak tahu. Mungkin benar apa yang dikatakan Faisal, bahwa ia tidak terlihat bahagia dengan pernikahannya. Selama ini Karin hanya menjalankan sebuah peran, tanpa ia tahu apa yang paling membuatnya bahagia.
"Aku tahu sudah sangat terlambat untuk ngasih tahu kamu sekarang, tapi memang dari dulu kamu nggak mau dengar apa yang aku katakan." Tukas pria itu, Karin menggeleng lemah. Mengingat masa lalu membuat kepalanya kembali sakit, ditambah dengan rasa penyesalannya terhadap sahabatnya sendiri, membuat rasa sesal Karin menjadi bertambah.

"Yang udah berlalu, ya udah!"
"Aku nggak bisa lihat kamu disakitin!" Faisal memotong perkataan Karin.
"Ngeliat kamu dijambak, ngeliat kamu ditampar." Karin melihat pria itu semakin mengeratkan pegangannya di setir kemudi, dan kendaraan semakin melaju dengan cepat. Karin yang mulai khawatir berpegangan kepada kursi satu-satunya yang bisa ia pegang.
"Bukan dia aja yang bisa membahayakan aku, tapi kamu juga kalau kamu nyetir ugal-ugalan kayak gini!" Cecar Karin, tak lama kendaraan mulai pelan. Karin bisa bernafas lega sekarang, tapi ternyata Faisal menekankan kendaraan bukan karena itu saja, melainkan pria itu berbelok ke sebuah motel di tempat antah-berantah dimana Karin terjebak kemarin.

"Rasanya aku nggak lihat ada motel di sini." Faisal membukakan pintu untuk Karin, saat mereka berdua masuk ke dalam motel tersebut Karin hanya mengikuti pria itu tanpa menaruh curiga terhadap Faisal.
"Buat apa kita ke motel? Ini masih siang, masih sempat sampai ke rumah. Nggak usah pakai nginep!" Kata Karin yang terus mengekor di belakang pria itu.
"Aku harus makan!" Jawabnya singkat, Karin mengernyit bingung. Bukannya ada banyak restoran dan kedai makanan di sepanjang jalan.
Bahkan sampai ke kamar pun, Karin masih bingung.
Pria itu mengunci pintu kamar lalu membuka jaket kulitnya dan melemparkannya ke sembarang arah.

"Aku nggak tahan lama-lama berduaan sama kamu! Obsesi ku ke kamu bukan cuman ngeliat kamu disiksa di atas ranjang." Nafas pria itu berderu, Karin dapat melihat kedua matanya kembali menggelap. Menghimpit tubuh Karin ke dinding tanpa Karin dapat beristirahat terlebih dahulu, pria itu hampir saja merobek baju Karin. Dengan kasar ia membukanya dan melemparkannya begitu saja, tapi entah mengapa Karin menyukai sensasi kasar yang diberikan Faisal.
Karin dibaringkan di atas ranjang, dengan kedua tangan direntangkan ke atas kepalanya.
Tubuh Karin menggelinjang seketika, saat pria itu mulai menjatuhkan kecupan kecil yang basah mulai dari bibir, turun ke leher hingga bagian dada.

Tidak berhenti sampai di situ, bahkan perut rata Karin tak luput dari kecupan yang berubah semakin ganas dan liar. Bibir Karin tak mampu menahan desahannya ketika pria itu sampai di antara kedua kakinya.
"Diam, Rin! Kamu nggak mau buat kegaduhan di sini, 'kan?" Geramnya, terdengar suara pria itu mulai berat.
Sementara Karin berusaha keras untuk tidak bersuara, hanya karena kecupan itu makin liar, bahkan hingga ujung jari kaki Karin. Lalu naik kembali perlahan, sampai kembali ke bibir ranum Karin yang sedari tadi mendesah pelan seraya menutup kedua matanya.
Tiba-tiba Karin menjerit, namun sempat ditahan oleh Faisal dengan membungkamnya dengan bibirnya. Sesuatu baru saja menyeruak secara paksa ke dalam diri Karin, panas dan sakit bercampur menjadi satu.

***

To be continued

7 Nopember 2024

STALKER (obsession) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang