Deep Talk

125 32 29
                                    

Karin melihat sebuah dress di atas ranjang, ia baru saja keluar dari kamar mandi yang terdapat di dalam kamar, tempat ia semula terbangun. Kali ini dress berwarna hijau polos selutut, Karin mengenakannya lalu menyisir rambutnya di depan cermin meja rias di kamar itu. Dari dalam kamar ia menghirup bau asap, Karin buru-buru keluar dari kamar menuju lantai satu. Pintu utama terbuka lebar, sementara di dapur dan ruang keluarga sepi, tidak ada pria itu. Dengan bertelanjang kaki Karin berjalan ke luar, ada cahaya api di sana. Sesampai di luar Karin melihat api unggun, dan tak jauh dari api unggun pria itu tengah membakar sesuatu yang aromanya membuat Karin menjadi lapar.

"Jadi kita mau berkemah malam ini?" Tanya Karin duduk di sebuah kursi kayu yang ada di teras. Di teras terhidang banyak makanan yang lezat, padahal mereka hanya berdua di tempat ini.
"Apa kita mau berpesta?" Tanya Karin lagi namun tak dijawab oleh pria itu.
Tak lama kemudian sebuah daging panggang tersaji di meja, tepat di hadapan Karin. Sungguh aroma yang sangat nikmat, Karin melirik pria itu sekilas.
"Itu daging sapi, bukan daging manusia!" Ujarnya seraya menunjuk ke arah meja.
"Aku nggak pernah bilang kalau kamu kanibal." Sahut Karin.
"Ya, tapi kamu suka film dan buku horor." Balas pria itu sambil mematikan arang yang ia gunakan untuk memanggang daging.

Karin hanya menganggukkan kepala, sudah pasti dia tahu segalanya tentang Karin.
"Makan! Nungguin apa?" Katanya saat kembali ke teras melihat Karin hanya diam.
"Aku makan sendiri? Kamu nggak makan?" Karin balik bertanya.
"Aku sudah makan." Jawabnya santai lalu pergi entah kemana, Karin hanya melihat pria itu ke arah api unggun lalu menghilang di antara kegelapan malam. Karin yang tidak perduli lalu memakan makanan yang ada di meja, meski semua makanan itu terlalu banyak untuknya. Terakhir kali ia makan adalah tadi pagi, itupun hanya sebuah telur dadar.

Seusai makan Karin membereskan semua piring dan gelas, ia bawa masuk ke dalam rumah. Setidaknya hanya itu yang bisa ia lakukan.
Karin lalu mencari pria itu di balik api unggun, terlihat ia sedang duduk di sebuah kursi yang lagi-lagi terbuat dari kayu ulin dan ada sebuah kursi kosong di sebelahnya, seolah kursi tersebut memang disiapkan untuk Karin.
"Dressnya bagus!" Ujar Karin sembari mendudukan dirinya di sebelah pria itu.
"Ya, 'kan kamu suka warna hijau." Sahut pria itu, Karin hampir tertawa mendengarnya.
"Seharusnya jawabanmu terdengar ngeri, tapi makin lama aku makin terbiasa." Kata Karin, semua hal yang pria itu ketahui, membuat Karin menjadi dirinya sendiri dan tak perlu menyembunyikan semuanya.

"Kamu tahu aku berusaha ingat siapa kamu? Tapi semakin aku berusaha, semakin aku terjebak di masa lalu yang bkin trauma itu muncul. Kalau aku punya salah ke kamu, aku minta maaf! Aku nggak tahu ada berapa orang yang aku sakitin di masa lalu." Kata Karin, terdengar tulus. Pria itu melihat wajah Karin yang hanya diterangi oleh cahaya api unggun dan sedikit tertutupi rambut panjangnya.
"Siapa yang bilang kamu punya salah ke aku? Apa karena aku bawa kamu ke sini?" Sahut pria itu.
"Enggak juga." Kata Karin, ia berusaha untuk mengetahui siapa pria yang ada di sebelahnya ini namun ia terlalu takut untuk kembali ke masa lalu.

"Orang yang tahu segalanya tentang aku, tapi nggak pernah tidur sama aku?" Karin bergumam, pria itu hanya melihatnya saja. Semakin ia melihatnya, semakin pria itu jatuh hati padanya. Dan ini jauh dari rencananya, bukan seperti ini seharusnya.
"Aku nggak mau kasih clue, nggak penting juga kamu tahu siapa aku..."
"...aku cuman pengen kamu berubah, dari perempuan murahan jadi perempuan baik-baik." Tukasnya.
"Aku perempuan baik-baik, sampai kamu bawa aku ke sini. Kalau selama ini kamu stalking aku, kamu pasti tahu sudah bertahun-tahun lamanya aku jadi Ibu rumah tangga yang baik."

"Ya, aku tahu. Aku bawa kamu ke sini karena obsesiku." Karin yang semula menatap api unggun yang ada di hadapannya, kini menoleh ke arah pria yang ada di sebelahnya. Pandangan mereka bertemu, di balik penutup wajah berwarna hitam polos itu, pria itu juga menatapnya.
"Kamu tahu aku bukan perempuan baik-baik, tapi kamu terobsesi sama aku. Apa yang bikin kamu terobsesi?" Tanya Karin, menatap tepat ke kedua mata pria itu yang juga menatapnya.
"Tubuhmu." Jawabnya singkat.
Karin terdiam sejenak, tatapan pria itu seolah ingin menerkamnya sekarang juga namun sampai saat ini pria itu tak melakukan apapun padanya.

"Aku selalu menggunakan fotomu untuk bahan, itu membuatku sakit. Tapi saat kamu di sini, ternyata traumamu lebih sakit daripada aku." Pria itu menyentuh pipi Karin yang hampir memudar kebiruannya.
"Ini aja masih biru." Kata pria itu, Karin meringis saat pipinya disentuh.
"Apa aku pernah kenal dengan pria kayak kamu? Tinggi, berotot, suara berat, bahkan ada urat-urat di tanganmu." Karin berusaha mencari tahu di balik kedua mata pria itu. Namun dilihat seperti itu, pria itu malah mengalihkan wajahnya dari Karin.
"Ya, ada banyak perubahan." Balasnya singkat.
Dan perubahan itu ku lakukan untukmu...

"Apa kita seumuran?" Tanya Karin lagi memastikan.
"Iya. Bukan seleramu ya? Seleramu cowok dewasa yang lebih tua dari kamu. Age gap." Karin hanya tersenyum, bahkan tipe pria idaman Karin pun dia tahu.
"Kalau kita seumuran berarti kamu juga sudah dewasa." Sahut Karin.
"Secara teknis aku menikah dengan pria idamanku, tapi yang kayak kamu tahu. Aku nggak bahagia, 'kan?" Kedua mata Karin berbinar, berkaca-kaca seolah ia mengeluarkan air mata. Membuat pria itu turut merasakan sakit di dadanya melihat Karin seperti ini.
Tiba-tiba Karin menyentuh wajah pria itu, namun tangannya berhasil ditangkap.
"Aku tidak mau membukanya, kalau kamu tahu segalanya tentang aku. Kamu tahu aku nggak bohong." Ucap Karin.

Pria itu lalu melepaskan tangan Karin, merasakan belaian di rahang kokoh dan pipinya yang tertutup, secara tiba-tiba Karin menjatuhkan ciuman di bibir pria itu meskipun tertutup, nyatanya pria itu bisa merasakan bibir kenyal Karin. Tapi ia malah mendorong Karin.
"Itulah caraku untuk menghindari stress dan trauma." Bisik Karin tepat di wajah pria itu.
"Aku memang terobsesi dengan tubuhmu, tapi aku juga mau kamu berubah." Kata pria itu, membuat Karin tertunduk lesu, menertawakan dirinya sendiri.
"Ironi bukan?"
Pria itu memegang dagu Karin, "pergilah tidur! Aku harus cuci piring dan mematikan api unggun. Jangan coba-coba lari! Ada banyak ular di sini, bukannya kamu takut ular, ulat sama cacing?" Ujar pria itu.
Karin mengangguk, pria itu pasti tahu segalanya tentangnya.
"Oke." Karin akhirnya berdiri dari duduknya dan masuk ke dalam rumah meninggalkan pria itu sendiri.


***

To be continued

15 Oktober 2024

STALKER (obsession) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang