ᰔ Prolog ᰔ

109 50 21
                                    

“Menulis cerita, melukis rasa—sama-sama mengabadikan rasa cinta dalam sebuah karya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Menulis cerita, melukis rasa—sama-sama mengabadikan rasa cinta dalam sebuah karya.”

Di bawah langit yang menyimpan jutaan rahasia, seorang penulis dan seorang pelukis bertemu—dua jiwa yang mengabadikan dunia dengan cara yang berbeda. Tinta dan warna menjadi saksi dari perasaan yang tak terucap, terlukis indah di antara kertas dan kanvas.

“Setiap kata yang ku tulis ... adalah untukmu. Tapi mengapa rasanya tetap kosong?” Suara itu pecah dalam keheningan senja, seperti tinta yang tumpah di atas halaman yang belum selesai. Di sisi lain, sepasang mata menatap kanvas yang seolah kehilangan warnanya.

“Aku melukis untukmu, mengisi setiap celah dengan bayangmu. Tapi mengapa, warna-warna ini tak lagi hidup?” Mereka berdiri di ambang kesunyian, dua seniman yang memeluk keindahan dalam kegelapan, merangkai kisah yang tak akan pernah sepenuhnya lengkap.

“Kita mungkin bisa mengabadikan perasaan ini ... tapi apakah kita bisa memilikinya?”

Hening menjawab mereka. Di antara goresan pena dan sapuan kuas, ada cinta yang tak akan pernah benar-benar tergenggam—hanya terpatri dalam karya yang akan hidup selamanya, meski mereka tak bisa bersama.

Hening merayap di antara mereka, dan seakan alam mengerti kepedihan itu, angin berhenti sejenak, membiarkan mereka tenggelam dalam pemikiran yang tak tersuarakan.

“Aku tahu,” bisik pelukis, “cinta ini hanya akan hidup dalam warna dan kata, tapi tak pernah di dunia nyata.”

Mereka saling memandang sejenak, merasakan beratnya perasaan yang tak terucapkan, sebelum akhirnya berpaling. Cinta mereka akan hidup—bukan dalam kehidupan yang mereka jalani, tetapi dalam karya yang mereka abadikan. Dua hati, satu cerita yang tak akan pernah selesai, terjebak dalam bingkai keabadian yang hanya bisa dilihat, namun tak pernah benar-benar dimiliki.

"Setiap goresan pena mengajarkan kita untuk berani mencintai meski ada risiko kehilangan; karena cinta sejati selalu abadi di dalam karya kita. Dalam setiap detak jantung yang tertinggal di halaman, ingatlah: perjalanan kita mungkin penuh luka, tetapi setiap luka adalah pelajaran untuk tumbuh."

———

Welcome di cerita ke-2 Arlaa. Semoga suka yaa, konflik nya gak akan berat lagi kok😆


Jangan lupa vote and komennya yaa🙌

Kanvas Kata (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang