ᰔ Jejak tanpa Warna ᰔ

19 13 0
                                    

—————

Tadi, aku mendengar dari Kak Aksa jika Kak Ravian sedang pergi. Kupikir sedang melukis sendirian. Tapi, ternyata ada gadis lain. Tak apa, mungkin besok bisa, kan Kak Ravian? Oh ya, aku juga ingin tanya, apakah ada lowongan pekerjaan yang bisa aku coba? Aku butuh pekerjaan sampingan untuk biaya kuliah.

Membaca kata-kata itu kembali, hati Ravian teriris. Ternyata Anindita merasa cemas dan bahkan sedikit kecewa. Ada gadis lain?kalimat itu terngiang di telinganya, menambah rasa sesak di dadanya. Ia tidak pernah bermaksud membuatnya merasa seperti itu.

Ravian merutuki dirinya sendiri. Dia sangat menikmati kebersamaan dengan Laras, tetapi di saat bersamaan, kehadiran Anindita selalu membuatnya merasa hidup, terutama saat melukis bersama.

Di layar, foto Anindita dan Iqbal yang dikirim Aksa beberapa hari lalu membuat jantungnya berdebar. Foto itu masih disimpan dan ia berusaha mengabaikan rasa cemburu yang menggelitik di dadanya, tetapi rasanya seperti tidak mungkin. 

Belum sempat ia mengalihkan perhatian, pesan dari Aksa kembali masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Belum sempat ia mengalihkan perhatian, pesan dari Aksa kembali masuk. Ravian tidak membalas pesan Aksa, tapi dia hanya fokus dengan foto yang dikirim sahabatnya itu.

Aksa 
Mereka pacaran ya? Aku lihat mereka tampak akrab.

Ravian mendengus, hampir tertawa melihat cara Aksa berpikir.  Ravian mendengus pelan, jarinya mengetuk-ngetuk layar. Ia tak tahu Aksa punya maksud apa dengan kiriman foto ini. Tangannya gatal mengetik jawaban, tetapi ia harus hati-hati. Ia tidak ingin Aksa, sahabat lamanya, tahu perasaannya pada Anindita—setidaknya belum.

Untuk apa kamu mengirimkan foto ini? Apakah kamu ingin melihatku merana?

Pesan terkirim. Setelah beberapa detik, muncul tanda "mengetik..." dan Ravian merasa seolah Aksa sedang merencanakan sesuatu.

Aksa
Iseng saja. Mereka pacaran ya? Aku melihat mereka beberapa kali tampak akrab.

Ravian mengerutkan kening, hatinya bergetar antara bingung dan geli. Bagaimana bisa Aksa menganggap ini biasa-biasa saja?

Kata siapa? Jangan mengada-ada, Aksa! Mereka memang sering terlihat bersama, dengan Varisha. Kecuali kamu mau membuat teori konspirasi baru?

Hening sejenak. Ravian berharap Aksa tidak berpikir terlalu jauh. Namun, Aksa dengan cepat membalas.

Aksa 
Kamu cemburu, Vian? Balasanmu kok terdengar seperti orang cemburu.

Ravian menghela napas dalam-dalam. Jantungnya berdebar lebih cepat. Ia ingin menyangkal, tapi tahu jawabannya malah akan semakin mencurigakan. **Benar, dia cemburu—tapi bukan pada Iqbal, melainkan pada kedekatan Anindita dengan siapa pun selain dirinya.

Namun, apa yang bisa ia katakan? Aksa tidak boleh tahu, bukan sekarang. Ravian harus menyusun langkahnya dengan tepat. Ia tidak bisa membiarkan rahasia ini bocor sebelum ia tahu apa yang sebenarnya ada di hati Anindita. Karena satu langkah salah, Ia bisa kehilangan gadis itu selamanya.

Kanvas Kata (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang