Part 2

5 1 0
                                    

Suara sayatan kertas sangat mengganggu bagi Natha. Meskipun, mulut Natha sibuk mencerna sosis berbentuk gurita. Namun, telinganya sangat jelas mendengar derita kertas yang dirobek berkali-kali oleh Ayyana. Jemari tangan Ayyana bagai cakar binatang buas yang mencabik-cabik mangsanya tanpa ampun.

"Nggak bisa gitu bukanya pakai hati, Ay," sindir Natha sambil menatap Ayyana tidak suka dengan cara Ayyana membuka bingkisan darinya.

"Itu bungkusnya setengah hari loh," tambah Natha lagi.

Natha kembali mengingat usaha membungkus bingkisan itu hampir menghabiskan waktunya kemarin.

"Bukannya ini Bunda kamu yang bungkus?" ucap Ayyana tanpa rasa bersalah.

Natha pura-pura batuk mendengar komentar Ayyana. Tidak sepenuhnya salah sih ucapan Ayyana. Setelah hampir seharian mencoba membuat bingkisan yang cantik. Akhirnya Natha menyerah dan meminta bunda membantunya.

"Aku juga ikut bantu menempel selotip," ucap Natha lirih.

"Sekardus cokelat kesukaan aku," seru Ayyana girang.

"Kamu yakin akan memakannya sendirian?" tanya Natha.

"Tentu saja. Ini bisa stok untuk satu minggu."

"Hah, cokelat sebanyak itu hanya untuk satu minggu!? Aku harap kamu nggak lupa ketika datang ke dokter gigi saat kelas enam SD."

Mendengar kata dokter gigi membuat Ayyana kesal. Ayyana pun meletakkan cokelatnya dan mendekati Natha yang sedang teralihkan dengan sosis yang ada di depannya. Ayyana hampir saja menjatuhkan Natha dari kursinya.

"Kamu gila!" teriak Natha yang terkejut karena hampir saja terguling dari kursi tempat dia duduk.

"Sebaiknya kamu pulang, gih. Berdoa saja kamu tidak akan bertemu lagi dengan cewek gila sepertiku saat SMA nanti," ucap Ayyana.

"Kamu mau daftar ke SMA mana memang?" tanya Natha.

"Anak pintar yang juara satu ujiannya mah bebas mau di mana SMA-nya juga. Beda sih sama anak yang nilainya rata-rata," sindir Ayyana merasa menang.

"Sombong kamu!" seru Natha kesal.

Natha meninggalkan rumah Ayyana dan tidak lupa juga mengambil sosis terakhir yang ada di piring.

"Hei, sosis aku itu!" seru Ayyana.

Natha bergegas lari dan pergi tanpa menutup gerbang rumah. Sampai lupa sepedanya masih tertinggal di halaman rumah Ayyana. Dengan tabiat Ayyana kalau sudah marah yang seperti singa kelaparan membuat Natha enggan kembali dan tetap meninggalkan sepedanya. Dia berjalan kaki menuju rumahnya yang hanya beberapa blok dari rumah Ayyana.

***

WHERE ARE YOU?Where stories live. Discover now